NovelToon NovelToon
Di Waktu 24 Jam

Di Waktu 24 Jam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:755
Nilai: 5
Nama Author: ashputri

Kumpulan Cerita Pendek Horor

Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.

Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.

Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.

Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Perempuan Berwajah Pucat

Malam Minggu menjadi malam yang paling santai untuk anak muda, entah itu remaja ataupun anak-anak. Di sekitar suatu perumahan, anak-anak di sana lebih memilih bermain saat malam hari. Tidak terkecuali pada malam minggu.

Dari jam tujuh hingga malam hari biasanya mereka akan bermain bersama. Sebut saja Ridho, salah satu dari sekian banyaknya anak yang ikut bermain. Ridho memasang kedua sandalnya di telapak tangan, berjaga di antara kedua batu yang dijadikan gawang.

"Dho!! Jaga gawang!!"

Ridho mengangkat jempolnya, "bisa diatur."

Mereka terus bermain bola di lapangan berukuran besar tanpa mengenal waktu. Apalagi besok merupakan hari libur, mereka bisa dengan bebas main tanpa harus memperhatikan waktu.

Ridho terus menghalau bola yang ingin masuk ke dalam gawang yang ia jaga. Sesekali ia berteriak pada teman setimnya untuk memberikan arahan. Takut jika mereka akan kalah dalam pertandingan malam hari ini.

Hari sudah semakin malam, penglihatan mereka menjadi sedikit terbatas karena gelap. Hanya ada satu lampu yang berada di ujung lapangan, itupun tidak membantu mereka malam ini.

"OPER BOLANYA!!"

"TENDANG!!"

"Anjir!!"

Teman satu tim Ridho berlari mengejar bola yang terus berpindah-pindah tempat. Teriakan dan umpatan sering terdengar karena tidak mendapatkan bola untuk digiring ke dalam gawang.

"AYO SEMANGAT!!!" Ridho menepuk tangannya yang terdapat sandal jepit khas miliknya, "YO YO AYO... YO AYO YO YO AYO."

Ia terus memperhatikan bola yang berpindah ke beberapa pemain. Ia tidak boleh lengah saat bola terus menggelinding mendekat ke arah gawangnya.

"Cape lama-lama jadi penjaga gawang, tapi enak juga. Cuman males nunggu, gak ada kepastian," gumamnya saat ia lelah memperhatikan bola yang terus dioper ke sana-sini.

Bukk

"Aduh." Ridho mengusap keningnya yang terbentur bola dengan kencang.

"GOL!!!"

Ridho menatap bola yang masuk ke dalam gawangnya dengan tatapan terkejut, "kok bisa?"

"Ridho!! Fokus!!"

Ridho berdecak sebal seraya beranjak dari tempatnya. Tangannya terus mengelus keningnya yang tampak memerah karena terbentur bola dengan kencang, "iya ini fokus!!" balasnya berteriak.

"Cepet ambil bolanya."

"Iya ah."

Ia berlari ke pinggir lapangan untuk mengambil bola yang terlempar. Mulutnya terus bersungut sebal karena keningnya yang terasa sangat sakit. Ia mengambil bola tersebut yang berada di area dekat kali kecil. Lalu kembali menuju lapangan agar mereka bisa melanjutkan permainannya.

"Fokus Dho fokus, jangan sampai kening lo kena bola lagi," ujar Satria mengingatkan.

Ridho mulai kembali fokus pada permainan yang sedang berlangsung, matanya tidak lepas dari bola yang terus dioper ke sana kemari. Sesekali ia menggelengkan kepalanya dengan kencang, mencoba untuk kembali fokus saat dirinya mulai pusing melihat bola yang tidak bisa diam.

"GOL!!!"

"Yes." Ridho meloncat kesenangan saat timnya berhasil mencetak gol pada gawang lawan.

"Anjay gol," ucap salah satu teman setimnya seraya menepuk bahu Ridho pelan.

"Tendangan Rama boleh juga."

Ridho berdecak seraya menggelengkan kepalanya, "anak futsal di sekolahnya, ya gak usah diragukan lagi lah," balasnya.

"Skor berapa-berapa?"

"Berapa ya?" Teman setimnya memasang wajah berpikir, "4-2 kayanya."

Ridho menganggukkan kepalanya mengerti, "oh... Oke."

"KITA MENANG!!!" Rama datang dengan berteriak seraya menendang kaki Ridho dengan pelan.

"Ngapain nendang kaki gue?!" teriak Ridho dengan kesal.

"Seneng aja," balas Rama tak acuh.

"Gak usah nendang juga," kesal Ridho seraya mengelus kakinya yang terasa sakit.

"Udahan nih?" tanya Satria pada teman-temannya.

Rama menganggukkan kepalanya, "udah selesai, kita pulang. Jam berapa sekarang?" tanyanya.

Ridho mengedikkan bahunya tak acuh, ia tidak memakai jam tangan. Dirinya sibuk memakai kembali sandal jepit yang sedari tadi berada di tangannya.

"Jam sepuluh," jawab Satria memberitahu.

"Loh iya kah?" Ridho menatap temannya tidak percaya karena mereka bermain cukup lama malam ini.

"Iya."

"Malem banget," celetuk Ridho.

"Udah yuk pulang," ajak Rama pada teman-temannya.

Mereka menganggukkan kepalanya setuju mendengar ajakan Rama. Lagipula hari sudah sangat malam untuk bermain, mereka tidak bisa berlama-lama berada di lapangan.

Ridho melangkah bersama dengan Satria dan juga Rama. Di pertigaan dekat lapangan, ia harus berpisah dengan kedua temannya itu. Ia memilih jalan ke arah kiri, sedangkan kedua temannya terus berjalan lurus mengikuti jalan besar.

"Duluan Dho," pamit Satria seraya menepuk bahu Ridho beberapa kali dengan pelan.

"Yo." Ridho mengangkat tangannya untuk membalas tepukan Satria.

Jarak rumahnya cukup jauh dari lapangan tempat ia bermain. Ia harus memasuki gang kecil yang berada di dalam gang untuk sampai di rumahnya.

"Tumben sepi, biasanya rame malem minggu," ucap Ridho seraya terus melangkah di jalanan yang cukup sepi.

"DHO!!"

Ridho tersentak kaget saat mendengar seseorang memanggil namanya dengan kencang. Ia menatap ke arah temannya yang memanggilnya dari atas motor.

"Duluan ya!!"

Ridho menganggukkan kepalanya dengan cepat, "iya udah sana!!" balasnya dengan berteriak.

"Hati-hati Dho, nanti digodain mba kunti," ucapnya seraya melajukan motornya dengan cepat.

"Heh!!" Ridho terus menatap tajam ke arah temannya yang sudah berlalu pergi. "Sialan nakutin orang, udah tau gue anaknya penakut," kesalnya.

Ia terus melangkah di jalanan yang sepi. Jarak rumahnya masih cukup jauh dari tempatnya berada saat ini. Untuk mengurangi rasa takut yang mulai ia rasakan, ia mencoba untuk bersenandung kecil.

"Demi apapun sepi kaya hati, tumben banget. Apa pada sariawan kali ya makanya sepi," ucap Ridho dengan bingung.

Angin malam berhembus dengan pelan yang membuat bulu kuduknya meremang. Apalagi saat ini jalanan terlihat sangat sepi, membuat ia merasa terancam dengan suasana sepi ini.

Ia menoleh ke arah pohon besar yang menjadi perhatiannya. Ranting-ranting pohon tersebut saling bergesekkan karena tertiup angin, menimbulkan bunyi yang cukup membuatnya merinding.

"Nih pohon gede banget sih? Bikin orang kaget aja kalau ada angin begini," komentar Ridho seraya menggelengkan kepalanya dengan heran.

Ia terus mengomentari apa saja yang tertangkap oleh indra penglihatannya. Sesekali kembali bersenandung kecil agar rasa takut yang mulai menguasainya menghilang begitu saja.

Saat ini suasana terlihat sangat sepi, padahal biasanya tidak sesepi malam ini. Hanya ia seorang diri yang melangkah di dalam gang kecil menuju rumahnya. Tidak ada lampu jalanan yang membantu pejalan kaki ketika melewati jalan ini malam hari. Penerangan hanya dari rumah-rumah warga sekitar yang tidak terlalu terang.

"Sepuluh tahun lagi gue nyalon jadi RT lah, biar dibangun lampu jalan. Gelap banget kaya jodoh, jadi gak keliatan," komentarnya lagi.

Ridho terus mengomentari apa saja yang dilewatinya, entah itu rumah warga yang terlihat aneh atau gelap, lalu batu yang berada di tengah jalan, angin yang berhembus, suara ranting pohong yang saling bergesekkan, atau lampu jalan yang sekalinya ada tetapi cahayanya padam.

Langkah Ridho terhenti saat dirinya menangkap sesuatu di depan salah satu rumah. ia memicingkan matanya untuk melihat jelas apa yang ia lihat, "bukannya itu rumahnya Rehan ya?"

Ridho melangkah sedikit mendekat untuk memastikan apa yang ia lihat. Di depan rumah temannya itu, ia melihat seorang perempuan yang tampak aneh. Perempuan tersebut memakai baju panjang putih dengan rambut panjang yang tampak kusut. Ia tidak bisa melihat dengan jelas perempuan tersebut karena posisinya yang membelakangi dirinya.

"Hei," panggil Ridho dengan kencang.

Perempuan itu tidak menoleh, tetap bergeming membelakangi Ridho.

"Hei, siapa di sana?!" tanyanya semakin kencang.

Perempuan tersebut dengan pelan membalikkan tubuhnya, menatap Ridho dengan tatapan datar miliknya. Ia memiringkan kepalanya dengan terus menatap ke arah Ridho yang terdiam di tempatnya.

Melihat perempuan di depannya tampak aneh, Ridho hanya bisa terdiam di tempatnya. Ia mengerjapkan matanya terkejut saat menyadari jika perempuan di depannya jauh dari kata normal seperti manusia pada umumnya.

"Lo siapa?" tanyanya dengan takut-takut.

Perempuan tersebut diam, tatapan matanya terus menatap Ridho dengan tatapan datar.

"Setan bukan lo?" Ridho memukul mulutnya dengan kencang karena menanyakan kalimat yang tidak terlalu penting.

Lama terus memperhatikan Ridho, tiba-tiba saja bola mata perempuan tersebut berubah menjadi hitam semua. Dengan mata yang berubah, sosok tersebut terus menatap ke arah Ridho yang mulai tampak ketakutan.

Ridho menelan salivanya susah payah saat melihat bola mata perempuan tersebut, "mampus kau Ridho."

Tubuhnya tiba-tiba saja bergetar hebat saat ia mengetahui sosok perempuan di depannya. Ia ingin segera berlari, namun entah kenapa kakinya sangat sulit untuk digerakkan. Ia hanya bisa terdiam dengan terus menatap sosok di depannya.

Tiba-tiba saja perempuan tersebut melayang di depan matanya. Ia membelalakkan matanya terkejut saat sosok tersebut melayang dengan diiringi tawa melengking yang memekakkan telinga.

"Sumpah... Gue ketemu kuntilanak?!" tanya Ridho pada dirinya sendiri, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Anjing," umpatnya seraya berlalu pergi dengan berlari kencang.

Ia masih bergidik ngeri membayangkan dirinya yang terus bertatapan lama dengan kuntilanak tersebut. Ia menoleh ke arah belakang, memastikan jika sosok tersebut tidak mengikutinya saat ini. Ia takut jika sosok tersebut terus mengikutinya dan akan membuat dirinya sial.

•••

1
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Tiap bab beda orang dn ceritaa..
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Aneh ini cerita tip bab beda2 orang..
ashputri: halo kak, setiap bab beda cerita karena ini cerpen ya kak. Bukan novel, cerpen akan habis di satu bab aja. Jadi di sini setiap babnya beda-beda ceritanya 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!