Penampilan Yanuar yang bersahaja membuat Amanda senang menatap Yanuar. Tanpa sengaja Amanda sering bertemu dengan Yanuar.
Sinta ibu kandung Amanda tidak tahu kalau putri bungsunya sedang jatuh cinta pada seorang duda. Ia mengatur kencan buta Amanda dengan Radit. Sebagai anak yang baik, Amanda menyetujui kencan buta dengan Radit. Namun, alangkah terkejutnya Amanda ternyata kencan buta itu bertempat di restoran hotel tempat Yanuar bekerja.
Akhirnya Sinta mengetahui Amanda sedang dekat dengan seorang duda. Ia tidak setuju putrinya menjalin kasih dengan Yanuar. Sinta berusaha menjauhkan Amanda dari Yanuar dengan cara memperkenalkan orang yang satu tipe dengan Yanuar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12.
Yanuar berdiri dari tempat duduk lalu menyalami tangan Bobby dan Claudia. Amanda mencium tangan Bobby dan Claudia.
“Hati-hati menyetir mobilnya, Pak Yanuar! Kalau menjelang larut malam banyak motor dan mobil yang kebut-kebutan!” ujar Bobby.
“Baik, Pak,” jawab Yanuar.
“Assalamualaikum,” ucap Amanda dan Yanuar lalu mereka keluar dari kamar Alvina.
“Waalaikumsalam,” jawab Bobby dan Claudia.
Yanuar dan Amanda berjalan menuju lift, kebetulan pintu lift terbuka. Mereka cepat-cepat masuk ke dalam lift. Mereka hanya berdua di dalam lift.
“Terima kasih sudah mengantar Amanda,” ucap Amanda.
Yanuar menoleh ke Amanda lalu tersenyum. “Sama-sama, Mbak Amanda,” jawab Yanuar.
Beberapa detik kemudian mereka sampai di lantai dasar. Amanda dan Yanuar keluar dari dalam lift. Mereka pun berjalan keluar dari rumah sakit. Mereka menuju ke mobil Yanuar yang terparkir di depan rumah sakit.
Yanuar membuka kunci mobil dengan menggunakan remote. Amanda dan Yanuar masuk ke mobil. Yanuar menyalakan mesin mobil. Mobil pun meluncur meninggalkan rumah sakit.
Amanda menoleh ke Yanuar yang sedang fokus menyetir mobil. “Sebagai tanda ucapan terima kasih, bagaimana kalau besok saya mentraktir Pak Yanuar makan siang?” tanya Amanda.
Yanuar menoleh sebentar ke Amanda lalu kembali fokus ke depan. “Tidak usah, Mbak Amanda,” jawab Yanuar.
“Apa besok Pak Yanuar sudah ada rencana makan siang dengan seseorang?” tanya Amanda dengan penuh sidik.
Yanuar kembali menoleh sebentar ke Amanda. “Tidak, Mbak. Saya tidak ada rencana makan siang dengan siapapun,” jawab Yanuar.
“Lalu, kenapa Pak Yanuar tidak mau ditraktir makan siang sama saya?” tanya Amanda. Ia masih memandang ke arah Yanuar.
“Apa besok Mbak Amanda tidak kuliah?” Yanuar tidak menjawab pertanyaan Amanda, tetapi malah balik bertanya.
“Besok saya ada kuliah dari jam delapan sampai jam setengah sebelas. Dari jam sebelas sampai jam dua saya tidak ada kelas. Saya ada kelas lagi jam dua siang,” jawab Amanda.
Yanuar menoleh ke Amanda. Gadis itu masih memandang ke arahnya. “Begitu, ya?” tanya Yanuar.
“Iya,” jawab Amanda.
Yanuar diam sepertinya ia sedang berpikir. Amanda masih saja memandang ke arah Yanuar. Pria itu terlihat sangat keren ketika sedang menyetir mobil.
“Baiklah, saya terima ajakan Mbak Amanda,” ujar Yanuar.
Amanda tersenyum gembira ketika mendengar jawaban Yanuar. “Saya jemput Pak Yanuar jam setengah dua belas,” kata Amanda.
Yanuar menoleh ke Amanda. “Biar saya yang menjemput Mbak Amanda di kampus,” ujar Yanuar.
“Tidak usah! Saya saja yang menjemput Pak Yanuar,” kata Amanda.
“Ya sudah. Terserah Mbak Amanda saja,” jawab Yanuar. Yanuar kembali fokus menyetir. Hati Amanda berbunga-bunga karena besok ia akan makan siang dengan pujaan hatinya.
Tidak terasa mereka sampai di rumah Amanda. Yanuar menghentikan mobilnya di depan pintu pagar rumah Amanda.
“Terima kasih, Pak Yanuar.” Amanda membuka safety belt.
“Sama-sama, Mbak.” Yanuar memperhatikan Amanda yang hendak turun dari mobil.
“Sampai ketemu besok, Assalamulaikum,” ucap Amanda.
Yanuar tersenyum ke Amanda. “Waalaikumsalam,” jawab Yanuar.
Amanda turun dari mobil. Seorang penjaga rumah membuka pintu pagar, tetapi Amanda tidak langsung masuk ke halaman rumah. Ia menunggu di depan pintu pagar sampai Yanuar pergi.
Yanuar melambaikan tangannya ke Amanda lalu ia menjalankan mobilnya. Amanda membalas lambaian tangan Yanuar. Ia memandangi mobil Yanuar yang menjauh dari rumahnya. Setelah itu Amanda masuk ke dalam rumah.
.
.
.
Amanda membelokkan mobilnya ke halaman hotel Sultan. Ia mengarahkan mobilnya menuju ke gedung kantor yang berada di sebelah hotel Sultan. Ia melihat Rendi dan Yanuar sedang berdiri di depan lobby kantor. Mereka terlihat sedang bercakap-cakap.
Amanda memarkirkan mobilnya di depan kantor. Rendi dan Yanuar menoleh ke arah mobil Amanda. Amanda mematikan mesin mobil lalu turun dari mobil. Ia menghampiri Yanuar dan Rendi.
“Assalamualaikum,” ucap Amanda.
“Waalaikumsalam,” jawab Rendi dan Yanuar.
Amanda berkata kepada Yanuar, “Maaf, saya datang telat. Tadi saya mampir ke rumah sakit dulu.”
“Tidak apa-apa,” jawab Yanuar.
Rendi memperhatikan pembicaraan Amanda dan Yanuar. “Bagaimana dengan keadaan Alvina?” tanya Rendi.
“Sudah mendingan. Besok diperbolehkan pulang,” jawab Amanda.
“Alhamdulillah kalau sudah mendingan. Kasihan sekali nasib anak itu,” ucap Rendi dengan wajah yang sedih.
“Sekarang nasibnya tidak malang lagi. Dia akan tetap menjadi adik kita. Ibram menitipkan Alvina kepada Mama dan Papa,” kata Amanda dengan wajah gembira.
Rendi terkejut mendengar apa yang dikatakan Amanda. Sepertinya ia ketinggalan berita. “Oh, ya?! Kok Ibram tidak bilang ke Aa, sih?” tanya Rendi.
“Mungkin karena dia sedang bingung karena istrinya masuk ke rumah sakit akibat pendarahan,” jawab Amanda.
“Oh, ya?!” Rendi terkejut mendengar berita tentang keadaan Celin.
“Berarti Aa dan Teteh harus nengok ke sana,” ujar Rendi.
Amanda menoleh ke Yanuar yang dari tadi hanya memperhatikan percakapan Rendi dan Amanda. “Kita berangkat sekarang, Pak?” tanya Amanda.
“Iya,” jawab Yanuar.
“Kalian mau kemana? Kok Aa tidak diajak?” tanya Rendi berpura-pura kaget. Ia sengaja mengganggu adik sambungnya.
Padahal ia sudah tahu kalau Yanuar mau pergi dengan Amanda. Ketika Rendi masih di ruang kerjanya, Yanuar minta ijin kepada Rendi untuk pergi makan siang bersama Amanda.
“Aa tidak boleh ikut! Ini urusan anak muda!” jawab Amanda.
“Mudaan juga Aa. Pak Yanuar sudah tua, dia sudah punya anak gadis,” ujar Rendi.
“Pokoknya, Aa tidak boleh ikut! Aa makan di rumah saja sama Teh Rahma dan Dafa!” kata Amanda dengan wajah cemberut. Ia tidak ingin acara makan siang berdua dengan Yanuar diganggu oleh Rendi.
“Iya, deh. Aa tidak ikut. Selamat bersenang-senang,” ucap Rendi.
Amanda memberikan kunci mobil ke Yanuar. “Pak Yanuar yang menyetir mobil,” kata Amanda. Yanuar mengambil kunci mobil dari tangan Amanda.
“Mari Pak Rendi. Saya pergi dulu,” pamit Yanuar sambil menganggukkan kepala.
“Silahkan, Pak Yanuar,” jawab Rendi.
“Aa. Amanda pergi dulu. Assalamualaikum,” ucap Amanda.
“Waalaikumsalam,” jawab Rendi.
Yanuar dan Amanda masuk ke dalam mobil Amanda. Tidak lama kemudian mobil Amanda keluar dari halaman parkir hotel Sultan.
“Mbak Amanda mau makan dimana?” tanya Yanuar sambil fokus menyetir mobil.
“Kita makan di café jalan Dayang Sumbi,” jawab Amanda.
“Oke. Kita ke sana.” Yanuar pun mengarahkan mobil menuju ke jalan Dayang Sumbi.
Jalan Dipati Ukur cukup jauh dari kantor Yanuar. Kantor Yanuar berada di jalan Pelajar Pejuang 45. Membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai ke sana. Amanda menikmati perjalanan selama dua puluh menit. Ia dengan bebas memandangi wajah pria tampan yang duduk di depan kemudi.
Yanuar merasa Amanda sedang memandangi wajahnya. Yanuar menoleh sebentar ke Amanda.
“Kenapa, Mbak?” tanya Yanuar lalu kembali menghadap ke depan.
“Kenapa apanya?” tanya Amanda tidak mengerti.
lha wong sampeyan aja "samen leven" laki² yg bukan mahrom gitu lho /Sweat/