Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
“Ini serius Kamu jadi menikah??” Silvia terpekik ketika Winda mengulurkan sebuah undangan padanya. Teman-temannya ikut berkerumun. Sedikit tak percaya, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja temannya membagikan undangan pernikahan.
Winda sendiri sebenarnya juga kaget, saat pagi-pagi sekali Ardan datang ke apartemennya dan memberikan segepok undangan yang bisa ia bagikan pada teman-temannya di tempat kerja. Kapan Ardan menyiapkan semua ini?”
“Iya, Win. Kok mendadak? Kamu bukan…?” Dewi menghentikan ucapannya.
“Ngawur!” Marisa memukul lengan Dewi.
“Ya enggaklah. Kalian ini!!” Winda pura-pura cemberut marah.
“Ya habis dadakan sih, kaya tahu bulat. Aku kan jadi kepo.”
"Pokoknya kalian semua harus datang ya? Awas kalau ada yang mbolos!!"
“Win,,,?” Firman memanggil sendu, membuat semua teman menoleh. “Tahukah Kamu? Kamu telah mematahkan hatiku!”
Huuu uuu…
Ucapan Firman menuai cibiran dari semua. Mereka bahkan tertawa terbahak-bahak. Bahkan mereka ramai-ramai melemparinya bulatan tisu.
***
Winda sedang sibuk membenahi meja kerjanya, membereskan berkas-berkas dan peralatan kantor. Jam pulang kerja telah tiba, dan ia merasa lega bisa segera pulang dan beristirahat. Ia sudah memesan taksi sebelumnya, dan baru saja sopir taksi menginformasikan bahwa ia sudah menunggu di depan gerbang.
Dengan hati ringan, Winda melangkah keluar dari halaman perusahaan, menuju ke arah taksi online pesanannya. Namun, baru saja tangannya meraih gagang pintu, hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah tangan kuat menariknya.
Winda menoleh, terkejut melihat Johan berdiri di sana, wajahnya tampak lelah dan penuh harap. Penampilannya juga sangat kusut. Jauh berbeda dari sebelumnya. Winda menghempaskan tangan Johan. Rasa kesal memenuhi hatinya.
"Winda," panggil Johan dengan suaranya yang serak. Menggelengkan kepala. Sikap Winda benar-benar telah berubah.
“Apalagi? Sudah kukatakan jangan lagi muncul di hadapanku!”
"Aku mohon… beri aku kesempatan lagi."
Winda menata pria itu datar. Kedua tangannya bersilang di depan dada. “Aku sudah bilang. Tak ada kata balikan. Pengkhianatan adalah sesuatu yang paling tidak bisa aku toleransi.”
Johan menggeleng. Sakit rasanya ditolak. "Aku mengenal Ardan… dia bukan pria yang baik, Winda.” pria itu kemudian mencoba untuk menghasut Winda.
Winda mengangkat wajahnya, menatap Johan dengan mata yang penuh cemooh. Menyela dengan suaranya yang tajam, "Oh ya? Dia bukan pria yang baik? Lalu yang baik seperti apa? Apa seperti dirimu yang berselingkuh di belakangku?”
Johan terdiam, kata-kata Winda menusuk relung hatinya. Ia tertunduk, tak mampu membantah. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam dinding yang terdengar nyaring.
“Tapi, Sayang. Kau tidak tahu dia, dia itu kakak tiriku. Dia selalu iri padaku, selalu menginginkan apa yang kumiliki, termasuk… kamu. Dia itu sudah lama hidup miskin. Aku yakin dia hanya memanfaatkanmu karena tahu statusmu! Setelah puas, dia akan meninggalkanmu, Winda. Aku tahu dia seperti itu.” Johan melanjutkan dengan nada lebih rendah, lebih memohon.
“Apakah sudah selesai bicara? Memangnya kenapa kalau dia miskin? Kau berbicara tentang memanfaatkan. Aku ingin bertanya, sebenarnya kau sedang bercerita tentang dirinya atau dirimu?”
“Tapi dia…!” Johan benar-benar gusar. Winda seolah tak terpengaruh sedikitpun dengan ucapanya. Hingga ia tak tahu lagi harus bicara apa.
“Sudah cukup!” Winda mengangkat telapak tangannya. “Aku tidak mau mendengar apapun. Lebih baik menjauh lah dariku!” Winda segera masuk ke dalam mobil taksi yang telah lama menanti.
“Oh, iya,” serunya sebelum menutup pintu mobil. “Pernikahanku sepuluh hari lagi. Aku akan mengirim undangan, jangan sampai tidak datang!”
Brakk…
Pintu tertutup kencang dan mobil pun melaju, meninggalkan Johan yang menatap dengan hati pilu. Dulu ia merasa hanya butuh harta Winda. Ternyata, rasanya sangat sakit saat ia kehilangan wanita itu. Johan meraba dadanya yang berdenyut nyeri. Rupanya, tanpa sadar ia telah jatuh juga dalam pesona Winda.
Johan Aditama. Pria mapan karena papanya yang pemilik perusahaan besar. Namun, pria ini sama sekali tak pernah serius bekerja di perusahaan papanya. Pergaulan yang salah, kegemaran berfoya-foya dan bermain wanita semakin membuatnya terperosok.
Namun, sudah beberapa bulan ini ia merasa dunianya jungkir balik. Johan tahu perusahaan sudah berada di ambang kehancuran. Ia yang semula tak serius dengan Winda, wanita yang dikenalnya sejak dua tahun lalu, berubah pikiran saat tanpa sengaja mengetahui identitas asli Winda.
Ia harus bisa memiliki Winda. Itu yang ada dalam benaknya. Namun, sayangnya ia yang tak bisa mengendalikan nafsunya. Merasa selama ini semua aman, ditambah dengan Revi yang begitu gencar menggodanya. Membuatnya jadi lupa daratan, dan akhirnya terpergok oleh Winda. Selesai. Tamat sudah. Semua impiannya buyar.
***
“Dari mana saja Kamu?”
Johan mengangkat kepalanya. Ia baru saja masuk ke dalam rumah setelah berhari-hari tinggal di apartemen. Dan sekarang ia harus mendengar suara ketus papanya. Hal yang paling membuatnya tidak betah di rumah hingga memilih menyewa apartemen. Apalagi saat ini suasana hatinya sedang kacau akibat penolakan Winda.
“Aku bicara padamu, anak bodoh!” Tuan Gunawan berteriak kesal karena Johan mengabaikan seruannya.
“Aku baru saja membujuk Winda untuk kembali, tapi dia menolakku mentah-mentah. Dan dia mengatakan sepuluh hari lagi pernikahannya dengan mantan anak tiri papa akan digelar.” Akhirnya johan menjawab setelah menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Pria itu tampak memejamkan mata dengan raut lelah dan gusar.
“Untuk apa lagi Kamu mengejarnya kalau memang dia tidak mau? Dasar bodoh! Daripada buang waktu, kenapa tidak cari mangsa baru saja?!” Tuan Gunawan mengumpat, suaranya menggelegar.
Johan menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Huhh, apa Papa tahu siapa Winda? Dia itu putri tunggal dari pengusaha kaya di kota sebelah, Tuan Raditya Kusuma!” Ia berucap tanpa menyembunyikan kekesalannya. Menatap papanya dengan sorot tajam.
“Apa??!!” Tuan Gunawan terbelalak. Matanya terbuka lebar, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bahkan tersedak oleh ludahnya sendiri. “Tuan Raditya Kusuma?” Ia mengulang nama itu dengan suara bergetar.
Johan mengangguk, kemudian melanjutkan dengan nada yang lebih tinggi. “Ya. Dan sekarang mantan anak tiri Papa itu merebut dan mengacaukan segalanya!” Ia memukul telapak tangannya sendiri dengan keras. Seutas urat di dahinya tampak menonjol.
“Berhenti menyebutnya anak tiri Papa. Papa tidak suka mendengarnya. Papa tidak sudi memiliki hubungan dengan anak miskin itu!” Tuan Gunawan membentak, wajahnya memerah menahan amarah.
“Kenyataannya begitu. Dan sebentar lagi dia tidak akan miskin lagi. Dia akan menjadi menantu konglomerat kaya raya. Bisa Papa bayangkan? Jika suatu saat Tuan Kusuma meninggal, pasti semua hartanya akan jatuh ke tangan anak itu!” Johan berkata geram, matanya menyala merah. Bayangan wajah Ardan yang akan sombong di hadapannya membuatnya benci. Ia tak suka Ardan lebih unggul darinya.
Tuan Gunawan meninju meja di hadapannya, lalu mengibaskan tangannya yang terasa sakit. “Tidak, itu tidak boleh terjadi!” Ia menggeram menahan emosi.
“Apanya yang tidak boleh? Pernikahan mereka sedang dirancang!” Johan membalas dengan suara yang lebih keras. Ia merasakan keputusasaan yang teramat sangat.
“Papa akan mendatangi Tuan Kusuma. Papa akan membuatnya membatalkan pernikahan itu. Hanya kamu yang boleh jadi menantunya. Bukan anak Urmila!” Tuan Gunawan berkata dengan suara bergetar. Seringai licik muncul di sudut bibirnya. Ia akan melakukan apapun untuk mempertahankan kekayaan dan kedudukannya. Jika ia berhasil berbesan dengan Tuan Kusuma, maka perusahaannya akan selamat. Selain itu, Johan sebagai suami Winda akan mewarisi Kusuma grup.