NovelToon NovelToon
Kejamnya Mertuaku

Kejamnya Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Anjani, gadis manis dari kampung, menikah dengan Adrian karena cinta. Mereka tampak serasi, tetapi setelah menikah, Anjani sadar bahwa cinta saja tidak cukup. Adrian terlalu penurut pada ibunya, Bu Rina, dan adiknya, Dita. Anjani diperlakukan seperti pembantu di rumah sendiri. Semua pekerjaan rumah ia kerjakan, tanpa bantuan, tanpa penghargaan.

Hari-harinya penuh tekanan. Namun Anjani bertahan karena cintanya pada Adrian—sampai sebuah kecelakaan merenggut janin yang dikandungnya. Dalam keadaan hancur, Anjani memilih pergi. Ia kabur, meninggalkan rumah yang tak lagi bisa disebut "rumah".

Di sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Identitas asli Anjani mulai terungkap. Ternyata, ia bukan gadis kampung biasa. Ada darah bangsawan dan warisan besar yang tersembunyi di balik kesederhanaannya. Kini, Anjani kembali—bukan sebagai istri yang tertindas, tapi sebagai wanita kuat yang akan menampar balik mertua dan iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 12

Anjani berdiri di depan kontrakan barunya, menghela napas panjang. Tidak besar, tapi cukup nyaman untuk dirinya sendiri. Kini, ia benar-benar memulai segalanya dari nol.

Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan milik keluarga William, pria yang ternyata adalah anak dari Pak Robert—orang yang dulu menabraknya.

Tawaran pekerjaan ini memang datang dari William, tetapi Anjani menerima bukan karena belas kasihan, melainkan karena ia ingin membuktikan bahwa ia bisa berdiri di atas kakinya sendiri.

Ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk.

William: Anjani, sudah siap untuk hari pertamamu? Aku tunggu di kantor.

Anjani tersenyum tipis dan segera membalas.

Anjani: Ya, aku akan berangkat sebentar lagi.

Mengenakan kemeja putih rapi dan rok hitam formal, ia memastikan penampilannya profesional sebelum berangkat. Begitu tiba di kantor, ia disambut oleh resepsionis yang mengarahkannya ke lantai tempat ia akan bekerja.

Saat memasuki ruangannya, ia melihat William sudah menunggu di depan meja kerjanya.

"Selamat datang di tim megantara grub Anjani," ucap William dengan senyum ramah.

"Terima kasih. Aku akan bekerja dengan profesional," jawab Anjani tegas.

William mengangguk. "Aku tak pernah meragukanmu."

Anjani tahu banyak yang mengira ia masuk hanya karena rekomendasi William, tapi ia akan membuktikan bahwa ia pantas berada di sini karena kemampuannya sendiri, bukan karena belas kasihan siapa pun.

Hari pertama Anjani sebagai asisten sekretaris William dimulai dengan kesibukan luar biasa. Ia harus menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang cepat dan memastikan setiap jadwal serta dokumen yang dibutuhkan William sudah siap tepat waktu.

Saat sedang merapikan agenda rapat, seorang wanita berpenampilan anggun dengan raut wajah sinis mendekatinya.

"Jadi, ini asisten baru Tuan Muda William?" suara itu terdengar tajam.

Anjani menoleh dan melihat wanita itu berdiri dengan ekspresi menilai.

"Maaf, Anda siapa?" tanya Anjani sopan.

"Aku Clara, kepala divisi pemasaran. Kudengar kamu masuk ke sini berkat William. Semoga kamu bukan tipe wanita yang hanya mengandalkan koneksi, ya."

Anjani menatap Clara dengan tenang. "Saya di sini untuk bekerja, bukan untuk mengandalkan siapa pun."

Clara mendengus sebelum melangkah pergi, meninggalkan tatapan meremehkan. Anjani menarik napas dalam, menyadari bahwa pekerjaannya tidak hanya akan berhadapan dengan tugas-tugas administratif, tetapi juga dengan orang-orang yang meragukannya.

Dari balik pintu kaca kantornya, William memperhatikan interaksi itu. Ia tahu Anjani bisa menangani dirinya sendiri, tapi melihatnya diperlakukan seperti itu tetap membuatnya ingin turun tangan.

Namun, ia memilih menunggu—ingin melihat sejauh mana Anjani bisa membuktikan dirinya tanpa campur tangan darinya.

Pagi itu, Anjani sibuk mengatur jadwal William untuk pertemuan dengan klien penting. Ia baru saja selesai mengecek ulang dokumen ketika telepon di mejanya berdering.

"Anjani, bawa laporan keuangan bulan ini ke ruang rapat sekarang," suara William terdengar tegas.

Tanpa menunda, Anjani mengambil dokumen yang dimaksud dan berjalan cepat menuju ruang rapat. Begitu masuk, ia melihat William duduk di ujung meja bersama beberapa petinggi perusahaan, termasuk Clara.

"Ini laporannya, Pak," ujar Anjani sambil menyerahkan dokumen dengan sopan.

William mengangguk dan mulai membaca. Namun, tiba-tiba Clara menyela, "Tuan Muda, sepertinya ada kesalahan dalam angka ini. Bagaimana mungkin asisten Anda tidak memeriksa ulang sebelum membawa laporan sepenting ini?"

Anjani terkejut. Ia yakin sudah mengecek semua angka dengan teliti. Dengan cepat, ia meminta izin untuk melihat dokumen tersebut. Setelah mengecek, ia segera menyadari sesuatu.

"Maaf, Bu Clara, tapi ini bukan laporan yang saya siapkan. Sepertinya ada dokumen yang tertukar," kata Anjani dengan tenang.

Clara tersenyum sinis. "Oh? Jadi sekarang kamu menyalahkan orang lain?"

William menutup berkasnya dan menatap Clara tajam. "Clara, Aku yang meminta Anjani membawa laporan dari meja sekretaris lama, karena aku ingin membandingkannya. Laporan yang dia siapkan ada di tanganku sekarang, dan ini yang benar."

Clara terdiam, sementara Anjani menatap William dengan heran. Rupanya William sudah mengantisipasi bahwa seseorang akan mencoba menjatuhkannya.

Setelah rapat selesai, William menoleh ke Anjani. "Mulai sekarang, pastikan setiap dokumen yang kau bawa hanya berasal dari mejamu sendiri. Jangan biarkan orang lain mencampurinya."

Anjani mengangguk. Ia sadar bahwa bekerja di perusahaan ini tidak hanya soal kinerja, tetapi juga politik kantor. Namun, ia tidak akan menyerah. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan dirinya, dan ia tidak akan mundur hanya karena ada orang seperti Clara yang ingin menjatuhkannya.

Saat makan siang tiba, Anjani masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia belum sempat pergi ke kantin ketika Anita, teman sekantornya, menghampiri dengan senyum ramah.

"Anjani, ayo makan siang bareng. Di  kantin  banyak  makanan enak  lo," ajaknya.

Anjani menatap layar komputernya sejenak sebelum mengangguk. "Boleh, aku juga sudah mulai lapar."

Mereka berjalan bersama menuju kantin kantor yang cukup luas dan nyaman. Setelah mengambil makanan, mereka duduk di sudut yang agak sepi.

"Gimana kerjaanmu? Kayaknya tadi pagi cukup menegangkan di ruang rapat," tanya Anita sambil menyuap makanannya.

Anjani menghela napas. "Ya, sedikit kacau. Tapi untungnya Pak William tahu apa yang terjadi, jadi aku nggak kena masalah."

Anita terkekeh. "Clara memang selalu begitu. Dia nggak suka kalau ada orang baru yang lebih kompeten darinya."

Anjani mengangkat alis. "Maksudmu?"

Anita menatapnya dengan serius. "Clara sudah lama bekerja di sini dan terbiasa mengendalikan keadaan. Dia nggak suka kalau ada yang bisa mengancam posisinya. Kamu harus hati-hati."

Anjani mengangguk pelan. Ia mulai memahami bahwa pekerjaan ini tidak hanya soal keahlian, tetapi juga soal menghadapi orang-orang seperti Clara.

Tiba-tiba, suara seseorang terdengar dari belakang mereka. "Sepertinya kalian sedang membicarakan sesuatu yang menarik."

Mereka menoleh dan melihat William berdiri di samping meja mereka dengan ekspresi tenang. Anjani langsung merasa sedikit canggung.

"Pak William, Anda mau duduk di sini?" tanya Anita dengan ramah.

William mengangguk dan tanpa ragu menarik kursi. "Kenapa tidak? Aku juga butuh makan siang."

Anjani hanya bisa terdiam. Makan siang bersama bos? Ini bukan hal yang ia bayangkan akan terjadi hari ini.

Anjani berusaha tetap tenang saat William duduk di hadapan mereka. Sementara Anita tampak santai, Anjani sedikit canggung, terutama karena ia masih baru di perusahaan dan belum terlalu mengenal William secara pribadi.

"Bagaimana kerjaanmu hari ini?" tanya William sambil membuka kotak makanannya.

Anjani mengangkat wajah, lalu menjawab sopan, "Sejauh ini lancar, Pak. Saya masih menyesuaikan diri dengan ritme kerja di sini."

William mengangguk. "Bagus. Kalau ada kesulitan, jangan ragu bertanya. Aku tidak suka melihat timku bekerja dalam tekanan berlebihan."

Anjani mengangguk. "Terima kasih, Pak."

Anita tersenyum melihat interaksi mereka. "Pak William memang bos yang perhatian, ya? Kalau semua atasan seperti ini, dunia kerja pasti lebih menyenangkan." candanya.

William tertawa kecil. "Aku hanya ingin memastikan timku bekerja dengan baik. Kalau mereka nyaman, hasil kerja juga pasti lebih baik."

Percakapan mereka berlanjut dengan lebih santai. Anjani mulai merasa sedikit nyaman, meskipun tetap menjaga sikap profesionalnya.

Namun, dari kejauhan, ada seseorang yang menatap mereka dengan sinis. Clara, senior di kantor yang disebut Anita tadi, tampak tak senang melihat William makan bersama Anjani.

"Anjani... kau pikir bisa mendekati William hanya karena dia bersikap ramah?" gumamnya pelan dengan tatapan tajam.

Sepertinya, masalah baru akan segera muncul bagi Anjani di kantor ini. setelah selesai dengan makanan nya mereka segera kembali ke meja masing masing.

Anjani segera merapikan dokumen yang sedang diperiksanya. Dengan cekatan, ia mengambil laporan yang diminta William dan berjalan menuju ruangannya.

Sesampainya di depan pintu, ia mengetuk pelan. "Pak William, ini laporan yang Anda minta."

"Masuk." Suara William terdengar dari dalam.

Anjani masuk dan meletakkan dokumen di meja William. Pria itu mengambil laporan tersebut, lalu mulai membacanya. Sesekali, matanya melirik ke arah Anjani yang berdiri dengan rapi menunggu instruksi lebih lanjut.

"Bagus. Kau kerja cepat," puji William tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.

Anjani mengangguk. "Saya hanya berusaha melakukan pekerjaan sebaik mungkin, Pak."

William tersenyum kecil. "Itu sikap yang bagus. Tapi jangan terlalu keras pada diri sendiri. Kalau butuh istirahat, istirahatlah. Aku tidak mau ada karyawanku yang sakit karena bekerja berlebihan."

Anjani terkejut dengan perhatian William. Ini berbeda dari yang ia bayangkan tentang seorang atasan. Biasanya, bos hanya peduli dengan hasil tanpa memperhatikan kondisi karyawan.

"Terima kasih, Pak," jawabnya singkat.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka tanpa diketuk. Clara masuk dengan wajah sedikit tegang.

"Maaf mengganggu, Pak William, tapi ada hal penting yang perlu kita bahas," ucapnya, lalu melirik tajam ke arah Anjani.

William melirik jam di tangannya. "Baik, Clara. Anjani, kau bisa kembali ke mejamu."

Anjani mengangguk dan segera keluar. Namun, sebelum pintu tertutup, ia sempat mendengar suara Clara yang terdengar sinis.

"Karyawan baru harus tahu batasannya, Pak. Jangan sampai mereka merasa terlalu istimewa hanya karena Anda terlalu baik."

Anjani berhenti sejenak di depan pintu. Ia bisa merasakan bahwa Clara tidak menyukainya. Namun, ia tak mau ambil pusing. Yang penting baginya adalah bekerja dengan baik dan tidak melibatkan diri dalam drama kantor.

Tapi ia tahu, ini baru permulaan.

Anjani baru saja selesai mengecek proposal ketika ponselnya berdering. Nama William muncul di layar. Ia segera mengangkatnya.

"Halo, Pak William?" tanyanya dengan sopan.

"Nanti pulang bareng aku. Papi dan Mami ingin bertemu denganmu. Kita sekalian makan malam di rumah," kata William dengan nada santai, tapi tegas.

Anjani mengernyit bingung. "Maaf, Pak? Kenapa tiba-tiba?"

"Tidak ada yang tiba-tiba. Mereka hanya ingin mengenal lebih dekat asisten sekretarisku," jawab William ringan.

Anjani terdiam sejenak, merasa ragu. Namun, sebagai bawahan, menolak ajakan bosnya bukanlah pilihan yang mudah.

"Baik, Pak. Kalau memang begitu," jawabnya akhirnya.

"Bagus. Saya tunggu di lobi setelah jam kerja."

Telepon pun terputus. Anjani menghela napas panjang. Dalam pikirannya banyak sekali pertanyaan . Kenapa pak robet ingin bertemu dengan nya ? Apakah Wiliam yang memberitahu kalau dia bekerja di sini?  Tapi ia berusaha menyimpan pertanyaan itu di dalam hati nya.

Saat sampai di depan lobi perusahaan banyak pasang mata yang menatap Anjani dengan banyak pertanyaan .saat Wiliam menunggu dan mempersilahkan Anjani masuk ke mobil.

“ kenapa karyawan baru yang baru bekerja seharian ini bisa pulang dengan bos perusahan mereka? “ Tapi pertanyaan mereka hanya bisa di simpan dan tak bisa di utarakan .

Mobil melaju dengan kecepatan  sedang ,Anjani hanya mampu diam tak berani membuka pembicaraan. Sesekali Wiliam melirik ke arah Anjani dengan rasa penasaran.

Tak lama setelah perjalanan di tempuh lumayan jauh sebuah mesion megah terlihat. Tak bisa di sembunyikan nya rasa kagum atas kemegahan bangunan di depan nya.

Begitu tiba di rumah keluarga William, seorang pelayan segera membuka pintu mobil. Rumah itu besar, mewah, tapi tetap terasa nyaman. Saat Anjani melangkah masuk, ia langsung disambut oleh Pak Robert dan Bu Rose yang sudah menunggu di ruang makan.

"Anjani, akhirnya kau datang juga," kata Pak Robert dengan senyum hangat.

Bu Rose pun tersenyum lembut. "Kami sudah lama ingin bertemu denganmu lagi, Nak. Terakhir kali, kondisimu masih di rumah sakit."

Anjani sedikit canggung, tapi ia tetap tersenyum sopan. "Selamat malam, Pak, Bu. Maaf baru bisa berkunjung sekarang."

William yang berdiri di sampingnya menepuk bahu Anjani ringan. "Sudah, ayo duduk dulu. Makanannya sudah siap."

Anjani menurut dan duduk di kursi yang telah disiapkan. Pak Robert dan Bu Rose tampak ramah, berbeda dari bayangannya tentang keluarga orang kaya yang dingin dan arogan.

"Bagaimana pekerjaanmu di perusahaan?" tanya Bu Rose sambil menyendokkan sup ke piringnya.

Anjani tersenyum kecil. "Sejauh ini baik, Bu. Saya banyak belajar, terutama dari Pak William."

Pak Robert tertawa. "William memang keras dalam bekerja, tapi kalau kau bisa menghadapinya, berarti kau punya potensi besar."

Anjani hanya tersenyum, sementara William mendengus kecil. "Papi, jangan menakutinya."

Bu Rose menatap Anjani penuh arti. "Kami senang kau bekerja dengan William, Anjani. Kami percaya padamu."

Anjani mengangguk pelan, tapi hatinya bertanya-tanya. Apakah makan malam ini hanya untuk berbincang santai, atau ada sesuatu yang lebih besar yang ingin keluarga William sampaikan padanya?

1
Arsyi Aisyah
Ya Silahkan ambillah semua Krn masa lalu Anjani tdk ada hal yang membahagiakan kecuali penderitaan jdi ambil semua'x
Arsyi Aisyah
katanya akan pergi klu udh keguguran ini mlh apa BKIN jengkel tdk ada berubahnya
Linda Semisemi
greget ihhh.... kok diem aja ya diremehkan oleh suami dan keluarganya....
hrs berani lawan lahhh
Heni Setianingsih
Luar biasa
Petir Luhur
seru banget
Petir Luhur
lanjut.. seru
Petir Luhur
lanjut kan
Petir Luhur
lanjut thor
Petir Luhur
bagus bikin geregetan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!