Aku tidak pernah tahu tentang bagaimana akhirnya. Mencintaimu adalah sesuatu tanpa rencana yang harus kutanggung segala konsekuensinya. Jika di izinkan Tuhan untuk bersama, aku bahagia. Tapi jika tidak, aku terima meski terluka. -Alea-
**
Hamil diluar nikah memang sebuah aib, tapi kenapa harus perempuan yang menanggung lebih banyak sikap dan penilaian buruk dari setiap orang.
Lalu, bagaimana dengan Alea? Dia hamil oleh kekasihnya, tapi tidak mendapatkan tanggung jawab dari pria yang telah menodainya.
Di hari pernikahan, Alea harus menerima jika dia harus menikah dengan Rean, suami pengganti untuknya. Kakak dari pria yang membuatnya hamil.
Lalu, pernikahan seperti apa yang akan dia jalani?
Aku hanya suami pengganti untukmu, kau harus pergi dari kehidupanku setelah bayi ini lahir. -Rean-
Bisakah aku memperjuangkanmu sebagai suamiku? -Alea-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Harapan Semu
Saat tatapan mereka terlalu lekat, Alea menyadari debaran di dadanya. Dia segera berpaling dari wajah suaminya, tapi tidak bisa melepaskan diri dari Rean juga, karena dia takut jika dia akan tenggelam.
"Tuan, saya ingin naik saja. Aku benar-benar tidak bisa berenang" Cengkraman tangan Alea semakin erat di bahu Rean.
Rean sedikit mengangkat alisnya, ada sedikit perasaan berbeda sejenak yang dia rasakan. "Kau pasti bisa, kalau tidak berani belajar, mana mungkin bisa"
Saat Rean ingin melepaskan pegangan tangannya di pinggang Alea, istrinya itu malah semakin panik, dia memeluk leher Rean dengan erat, sudah terasa jika kakinya tidak sampai ke dasar kolam, itu artinya jika kakinya sampai, maka di akan benar-benar tenggelam.
"Tenang hey, tenang"
"Tidak mau Tuan, aku mau naik. Tolong jangan lepaskan aku Tuan Rean, aku mau naik. Aku takut... Hiks"
Rean sedikit tertegun saat melihat Alea sampai menangis dengan pelukan tangannya yang semakin erat. Rean akhirnya menggendong Alea dan membawanya naik dari kolam. Rean memberikan handuknya pada Alea yang duduk di sebuah bangku di pinggir kolam.
"Mandilah, kau bisa masuk angin" ucap Rean.
Alea menarik kedua sisi handuk untuk semakin menutupi tubuhnya. Dia menoleh pada Rean, tangannya masih begitu gemetar. "Tuan, masih ingin berenang?"
"Iya, kau mandi saja"
Alea mengangguk saja, dia berjalan ke dalam rumah dan kembali ke kamarnya. Berendam dengan air hangat di dalam bak mandi, Alea masih merasakan tangannya gemetar setelah belajar berenang dengan Rean.
"Aku masih takut, bayangan itu masih sama. Kak Arthur, apa dia mengingatnya? Tapi melihat dia yang biasa saja, pasti dia melupakannya. Hana aku yang ingat disini"
Alea menyandarkan kepalanya di sisi bak mandi, memejamkan mata sejenak untuk menenangkan pikirannya sendiri.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Alea keluar kamar. Hari ini dia tetap bekerja, sekarang motornya sudah kembali dan dia bisa pergi lebih leluasa.
Saat Alea baru saja ingin pergi menuju ke dapur, seseorang datang menghampirinya. Alea terdiam melihat perempuan yang sekarang berdiri di depannya.
"Hai Alea, apa kabar?"
Alea tidak menjawab, mengabaikan begitu saja perempuan itu. Namun, saat dia ingin melangkah pergi, ucapannya membuat langkah Alea terhenti seketika.
"Kamu tahu, malah itu aku dan Rean melewati malam yang indah sekali. Meski akhirnya di ganggu oleh Arian, tapi itu tidak masalah karena kami sudah menyelsaikannya. Jadi Alea, jangan berharap lebih pada kekasihku"
Alea berbalik, menatap Riska dengan lekat. Tidak menunjukan rasa takut sedikit pun. "Harusnya aku yang bicara seperti itu, Tuan Rean sudah menjadi suamiku. Kami sudah resmi menikah, apapun alasannya. Dan seharusnya aku yang berkata padamu, jangan berharap lebih pada suamiku!"
Tangan Riska mengepal kuat di sisi tubuhnya, wajahnya terlihat sangat kesal atas ucapan Alea barusan. "Tapi kau akan diceraikan setelah anakmu lahir, dan Rean akan kembali padaku"
"Ya, itu setelah anakku lahir. Tapi masih beberapa bulan lagi, jadi selama Tuan Rean masih menjadi suamiku, maka kamu jangan terlalu dekat dengannya. Karena dia suamiku!"
Alea berlalu ke dapur setelah mengatakan itu, dia duduk di kursi meja makan dengan menghembuskan napas kasar. Mengambil gelas dan mengisinya dengan air. Dia butuh minum untuk meredakan emosinya.
*
Rean yang baru selesai bersiap, menatap Riska yang duduk menunggu di sofa ruang tamu dengan tatapan datar.
"Untuk apa kau datang kesini?"
"Rean, kamu kok gitu. Padahal kamu sudah tidak ada kabar sejak kemarin"
Rean melepaskan tangan Riska yang merangkul tangannya. "Aku sibuk dan banyak pekerjaan"
Riska cukup tertegun saat Rean tiba-tiba berlalu pergi meninggalkannya, tidak memperdulikan keberadaannya. Segera dia mengejar, tentu Riska tidak mau jika Rean menjadi dingin padanya.
"Rean, kamu kenapa? Dingin sekali padaku?"
Rean menoleh dan menatap kekasihnya dengan lekat, tatapan yang cukup tajam sebenarnya. "Apa telah kita lakukan malam itu? Jawab aku dengan jujur"
Riska terdiam sejenak, lalu dia tersenyum tipis. "Ya, melakukan itu. Masa kamu tidak ingat sih, aku saja masih mengingatnya sampai sekarang"
Rean terdiam, kedua tangannya mengepal tanpa sadar di kedua sisi tubuhnya. Ada perasaan bergemuruh di hatinya, yang seolah memang Rean tidak pernah menginginkan kejadian ini.
"Jadi, kamu akan menikahiku? Bukankah kau sudah melakukannya? Kamu merenggut kesucianku, Rean"
Lagi-lagi Rean melepaskan rangkulan tangan Riska. "Aku masih mempunyai istri, dan mungkin tidak akan menikahimu sekarang, jika memang aku telah melakukan itu padamu. Tunggu saja sampai aku berpisah dengan Alea"
Deg... Seseorang yang berdiri di ambang pintu, terdiam mendengarnya. Tangannya meremas celana panjang yang dia pakai, air mata menggenang di pelupuk dan akhirnya meluncur juga yang segera dia usap dengan kasar.
Baru sejenak dia merasakan ada sebuah harapan untuk memperjuangkan. Tapi ternyata, harapan itu hanya semu dan tidak akan pernah dia dapatkan.
Tidak akan ada kesempatan baginya yang sejak awal bukan tokoh utama dalam cerita hidup Rean.
Alea mengusap air matanya, menghembuskan napas kasar untuk menenangkan perasaannya sendiri. Alea berjalan menghampiri dua orang yang masih berada di teras rumahnya. Mencoba untuk tetap terlihat biasa saja.
"Kau mau kemana?" tanya Rean saat menyadari kehadiran Alea.
"Pergi bekerja"
"Kau masih bekerja? Kehamilanmu itu sudah memasuki bulan ke 3 dan kan masih ingin bekerja?"
Alea menatap suaminya dengan tenang, meski sebenarnya hatinya bergemuruh. Kenapa Rean harus seolah menunjukan sebuah kepedulian, jika sebenarnya dia tidak pernah peduli sama sekali padanya. Itu hanya menyakiti Alea, karena harapannya sendiri.
"Aku akan berhenti setelah perutku mulai terlihat besar. Sekarang masih bisa, lagi pula aku perlu menabung"
"Menabung?" tanya Rean dengan kening berkerut. "Untuk apa?"
"Aku perlu menabung untuk hidupku nanti. Karena aku tidak punya siapa-siapa selain bayi dalam kandunganku" ucap Alea yang langsung berlalu dari hadapan Rean dan Riska.
Rean menatap kepergian Alea dengan tatapan yang sulit di artikan. Lagi, dadanya terasa bergemuruh dan itu tidak nyaman. Rean masih belum bisa jelas menafsirkan perasaannya sendiri.
"Sudahlah Sayang, ayo kita pergi" Riska sudah ingin merangkul lengan Rean, tapi Rean menghindar dengan sengaja.
"Kau pergi duluan saja, aku ada yang ketinggalan"
Riska menatap Rean yang kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Seolah tidak mengizinkan Riska untuk masuk kembali ke dalam rumahnya.
"Ish, dia ini kenapa sih? Kenapa jadi aneh begitu?"
Riska menghentakan kaki kesal, dia turun dari tangga dan segera pergi. Tidak sengaja melihat Alea yang sudah pergi melewatinya dengan motornya.
"Sial, perempuan itu mulai merusak segalanya" umpat Riska.
Bersambung
pasti arina dapetin bukti2 dr sam dgn syarat arina harus nikah deh sm sam,,,,
jika ada selain samuel membantu Arin,,berarti itu nanti yg menjadi kekasih nya,,,tapi aku besar kemungkinan bahwa Samuel lah yg memberikan itu bukti🤣🤣🤣🤣🤣
cowok badboy nih bos..senggol dong....