Terlambat menyatakan cinta. Itulah yang terjadi pada Fiona.
ketika cinta mulai terpatri di hati, untuk laki-laki yang selalu ditolaknya. Namun, ia harus menerima kenyataan saat tak bisa lagi menggapainya, melainkan hanya bisa menatapnya dari kejauhan telah bersanding dengan wanita lain.
Ternyata, melupakan lebih sulit daripada menumbuhkan perasaan. Ia harus berusaha keras untuk mengubur rasa yang terlanjur tumbuh.
Ketika ia mencoba membuka hati untuk laki-laki lain. Sebuah insiden justru membawanya masuk dalam kehidupan laki-laki yang ingin ia lupakan. Ia harus menyandang gelar istri kedua, sebatas menjadi rahim pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. MENUNAIKAN
"Walaupun kamu menikahi Fiona hanya karena permintaan Agnes, tapi Mama harap kamu tetap memperlakukan dia dengan baik. Dan kalaupun kamu memang akan menceraikannya nanti, Mama juga berharap semuanya berakhir dengan baik-baik pula," pesan sang mama.
"Betul apa yang dikatakan Mamamu, kamu harus tetap berlaku adil pada kedua istrimu. Papa sebenarnya keberatan dengan keputusan Agnes, tapi Papa juga gak mau menentang dan membuatnya semakin bersedih. Mungkin dengan ini dia bisa melupakan kesedihannya. Tapi satu hal yang harus kamu ingat, Fiona juga tidak pernah menginginkan hal ini terjadi. Jangan karena Fiona hanya dianggap sebagai rahim pengganti, kamu jadi mengabaikannya. Ingat, Nak, Fiona akan menjadi Ibu dari anakmu nanti."
Teddy duduk termenung di atas sajadah usai melaksanakan sholat isya. Pesan kedua orang tuanya saat diperjalanan menuju rumah Aidan kembali terngiang. Ia juga bingung untuk melakukan apa nanti. Dan yang jelas, mengikuti nasihat kedua orang tuanya akan membuat Agnes cemburu bila melihatnya terlalu dekat dengan Fiona, sementara ia tidak ingin membuat sang istri terluka.
Lelaki itu meraup wajah seiring menghela nafas panjang. Ia kemudian melipat sajadah, meletakkan di atas nakas bersama kopiahnya lalu beranjak keluar dari kamar dan menuju dapur untuk makan malam.
Fiona sedang membantu bi Ira menata makanan di meja saat ia datang. Asisten rumah tangganya tersebut langsung meninggalkan ruangan itu ketika melihatnya.
Langkahnya terhenti sejenak, tiba-tiba saja ada perasaan gugup yang ia sendiri tidak mengerti kenapa. Padahal ia sudah meyakinkan hatinya bahwa Fiona sudah ia buang jauh dari hati dan pikirannya, dan sudah tergantikan oleh Agnes istrinya pertamanya.
"Mas, ayo duduk." Fiona menarik kursi untuk Teddy. Berusaha terlihat biasa saja meski sebenarnya ia pun merasa gugup saat ini.
Teddy hanya mengangguk, lalu duduk di kursi tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Gak usah, aku bisa ambil sendiri," tolaknya ketika Fiona hendak mengambilkan nasi untuknya.
"Sebaiknya kamu juga makan sekarang," ucapnya kemudian saat melihat perubahan raut wajah Fiona yang terlihat kecewa atas penolakannya barusan. Ia tidak bermaksud untuk menyinggung perasaannya, ia hanya ingin membiasakan diri untuk tidak terlalu dekat dengan istri keduanya itu.
Fiona pun duduk. Setelah Teddy mengambil nasi, ia pun mengisi piringnya dengan nasi dan lauk, makan dalam diam dan tak lagi menatap suaminya. Dan tanpa ia sadari Teddy sesekali memperhatikannya.
"Kamu semakin cantik dengan penampilan kamu sekarang," tanpa sadar Teddy memuji dalam hati. Ia sendiri tak menyangka akan dipertemukan lagi dengan Fiona yang telah merubah penampilannya. Dulu, wanita yang ia cintai itu selalu tampil cetar dengan dandanan khas wanita sosialita.
"Apa yang aku pikirkan." Ia menggeleng pelan ketika tersadar dari kekagumannya itu. Mengambil segelas air putih dan meminum hingga setengahnya. Kemudian beranjak dari tempat duduknya dan langsung pergi tanpa menghabiskan makanannya.
Fiona menatap punggung lelaki itu hingga hilang dari pandangannya. Entah kenapa ada perasaan sedih dihatinya atas sikap Teddy. Lelaki yang dulu selalu mengejarnya, kini begitu acuh padanya. Mungkin ini adalah timbal balik dari sikapnya dulu yang selalu mengabaikan Teddy.
Ia pun makan seorang diri dalam kesunyian. Matanya terpejam disela-sela mengunyah makanan, teringat suasana harmonis ketika makan bersama orang tuanya.
"Jangan, Non, biar Bibi saja. Sebaiknya Non Fiona balik ke kamar istirahat," ucap bi Ira ketika istri kedua majikannya itu hendak membantunya membersihkan dapur.
"Gak apa-apa, Bi. Lagian aku gak ada kerjaan dan belum ngantuk juga."
"Gak usah, Non. Biar Bibi aja, ini sudah tugasnya Bibi. Nanti ditegur sama Tuan kalau Bibi membiarkan Non di sini. Sebaiknya Non balik ke kamar, pasti sudah ditungguin sama Tuan."
Fiona terdiam, ia tidak yakin jika malam ini Teddy akan berada di kamarnya. "Ya udah, Bi, kalau begitu aku balik ke kamar," pamitnya kemudian.
Bi Ira menatap kepergian wanita berhijab itu sembari tersenyum. Ia pikir istri kedua majikannya akan seperti wanita perebut suami orang pada umumnya, yang suka sok berkuasa. Tapi ternyata tak jauh berbeda dengan Agnes, tak hanya cantik tapi juga baik dan memiliki sifat yang lembut.
Baru beberapa menit masuk ke kamarnya, terdengar suara ketukan dari balik pintu. "Masuk aja, Bi. Gak dikunci, kok," sahut Fiona hang tengah duduk di tepi ranjang sembari melepas pengait hijabnya.
Pintu pun terbuka, memunculkan sosok Teddy yang seketika membuatnya gelagapan. Hijab yang hampir terlepas itu, dengan cepat ia rapikan kembali. Ia pikir bi Ira yang mengetuk pintu kamarnya.
"Mas...." Ia seakan membeku, bingung harus berbuat apa. Ingin mempersilahkan suaminya masuk tapi tak yakin lelaki itu akan tidur di kamarnya malam ini.
"Apa kamu sudah mengantuk?" tanya Teddy.
"Belum, Mas."
Teddy terdiam sejenak, seperti ada yang ingin dikatakannya namun terlihat ragu. "Boleh aku masuk?" tanyanya kemudian.
"Silahkan, Mas," ucap Fiona sedikit terbata.
Teddy melangkah masuk ke dalam kamar Fiona. Sebelum menuju ranjang dimana istri keduanya itu berada, tangan yang masih berada di handle pintu kembali mendorong pintu hingga tertutup rapat.
Fiona masih membisu, membiarkan Teddy terus melangkah menuju ranjangnya. Dadanya tiba-tiba saja berdebar, tubuhnya menegang saat Teddy semakin memangkas jarak, hingga lelaki itu duduk di hadapannya.
"Aku tau, Fio, kamu bersedia menjadi istri keduaku hanya untuk memenuhi permintaan Agnes, kamu ingin menebus rasa bersalah kamu terhadapnya. Dan kamu juga tau, kalau aku menikahi kamu juga karena menuruti permintaan istriku. Jadi, aku rasa kita tidak perlu memperlakukan satu sama lain seperti pasangan suami istri pada umumnya."
Fiona terdiam mendengar setiap kalimat yang terucap dari bibir suaminya itu. Entah untuk alasan apa, ada perasaan tak nyaman di hatinya yang ia sendiri juga tak mampu memahami.
"Tapi, malam ini ada hal yang harus kita tunaikan. Aku tentu tidak perlu menjelaskannya, kan?"
Fiona menatap suaminya. Jelas ia paham apa maksud lelaki itu. Malam ini ia dan Teddy harus menunaikan seperti apa yang diinginkan Agnes, menjadi rahim pengganti untuk memberikan mereka keturunan.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi, kedua tangan Teddy terulur membuka satu persatu kain yang melekat di tubuh Fiona. Membaringkan perlahan yang kemudian disusul oleh dirinya.
Fiona hanya dapat memejamkan mata kala bibir lembut Teddy menyentuh keningnya, meski pelan tapi masih dapat ia dengar lelaki itu mengucapkan sebaris doa sebelum memulainya.
Bibirnya terkatup rapat, keduanya tangannya menggenggam sprei, sekuat tenaga menahan rintihan tidak keluar saat sesuatu berusaha menerobos masuk ke inti tubuhnya.
Hingga berpuluh-puluh menit berlalu, peluh dari keduanya bercucuran membasahi bedcover putih yang sudah terlihat acak-acakan, padahal pendingin ruangan menyapa. Dan kegiatan panas itupun berakhir, Teddy kembali melabuhkan kecupan di kening istri keduanya itu seraya membaca sebaris doa saat telah mencapai puncaknya.
Masih dengan nafas yang tersengal, Teddy melepaskan diri dari Fiona lalu turun dari ranjang. Dengan terburu-buru ia memunguti pakaiannya yang sudah berserakan di lantai kamar, lalu gegas mengenakannya kembali tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.
Fiona masih tergeletak lemas di atas ranjang, menggenggam erat selimut yang kini membungkus tubuhnya. Ia menatap nanar laki-laki yang terlihat begitu terburu-buru ingin keluar dari kamarnya.
Yah, hanya kamarnya seorang, bukan kamarnya bersama Teddy. Sebab mungkin setelah ini suaminya itu tidak akan memasuki kamarnya lagi. Terlebih, setelah Agnes kembali dari rumah sakit.
Ia menepuk dada ketika Teddy keluar dan menutup pintu kamarnya. Ia yakin telah melupakan lelaki itu, tapi kenapa rasanya sakit sekali ditinggal begitu saja setelah memberikan kesuciannya.
kasih faham thor ... /Angry/