Terjebak Pernikahan Dengan Musuh

Hari berganti. Maureen bekerja seperti biasa walau hatinya dalam keadaan gundah gulana, namun apa daya dia hanya seorang pekerja biasa yang harus siap bekerja dalam keadaan apa pun. Selama kakimu bisa berdiri kau harus tetap bekerja, itulah kiranya selogannya.

“Reen kenapa lu kaya lemes banget sih hari ini?” tanya Vanya sejak tadi dia memang memperhatikan sikap Maureen yang tampak tak bersemangat.

“Gak papa Vany, gue cuma gak enak badan aja ko,” sahut Maureen, dia enggan menceritakan yang sebenarnya pada sahabatnya itu karena dia merasa malu dengan apa yang terjadi padanya.

Saat Maureen sedang fokus bekerja tiba-tiba ponselnya menyala, ia sengaja mebisukan ponselnya saat bekerja, namun dia tetap memantaunya dan menaruhnya di samping komputernya.

Sang pemanggil tak ada di daftar kontaknya membuat Maureen memilih untuk mengabaikannya.

Beberapa saat kemudian panggilan pun berhenti, namun ada sebuah pesan yang muncul di layar atas gawai-nya.

‘Ini dengan Mbak Maureen kan? Saya Aisyah, istrinya Mas Arkan. Saya ingin bertemu, apa bisa?’

Isi pesan tersebut membuat Maureen terkejut, jantungnya berpacu dengan cepat perlahan dia membuka layar ponselnya dengan tangan gemetar.

‘Ya Tuhan, aku harus bagaimana?’ Maureen menggigit bibir bawahnya, jujur dia tak berani untuk menemui Aisyah, dia takut sekaligus malu juga atas perbuatannya.

Maureen kembali mematikan layar ponselnya dia tak berani membalas pesan dari Aisyah. Namun sebuah pesan kembali ia dapatkan.

‘Mbak, menghindari maslah bukanlah solusi. Saya disini ingin bicara baik-baik sama Mbak, saya tahu Mbak juga korban, ayo kita bertemu dan luruskan masalah ini.’ Tambahnya lagi.

Melihat itu Maureen sedikit mendapat keberanian, dia mengetik pesan balasan untuk Aisyah.

‘Baik, jam berapa dan dimana tempatnya?’ balas Maureen.

‘Di kafe dekat kantor Mbak waktu jam istirahat, nanti saya search lokasinya. Tapi Mbak, saya mohon jangan sampai Mas Arkan tahu kalau kita ketemuan.’ pintanya.

‘Tenang aja Mbak, saya pasti akan merahasiakannya.’

Jam istirahat pun tiba, Maureen lekas memasukkan barang-barangnya ke tas bersiap untuk pergi karena Aisyah sudah mengirimkan lokasinya.

“Mau kemana lu Reen, makan siang bareng si Arkan ya, ikut dong.” Ujar Vanya.

“Lu mau jadi obat nyamuk? Pergi ama pacar lu sana, gangguin gue aja lu,” tepis Maureen dia sengaja melakukan itu agar Vanya tak terus merengek minta ikut.

“Ck, Ayang gue mah sibuk, kerjanya jauh pula mana mungkin kita makan siang bareng, ikut ya Reen, please,” bujuknya.

“Gak bisa Vany, dah ah gue pergi dulu, baye.” Maureen pun langsung pergi, dia sengaja memutus percakapannya segera, mana mungkin dia akan memberikan Vanya tahu tentang kebenaran hubungannya dengan Arkan.

Maureen sampai di Kafe tempat dia dan Aisyah membuat janji temu. Seorang wanita dengan pakaian syar'i berwarna hitam begitu mencolok di antara banyaknya wanita berpakaian biasa disana. Ternyata dia begitu cantik dengan busana tertutupnya, lain dengan dirinya yang membiarkan rambutnya tetap tergerai meski pakaiannya juga tidak terbilang seksi sama sekali.

Maureen mematung di tempat, dia begitu terpana akan sosok Aisyah yang nampak bersahaja, wajah putih bersihnya nampak meneduhkan mata, tapi kenapa Arkan sampai hati menyelingkuhi wanita seperti itu?

“Mbak, butuh sesuatu?” seorang pelayan datang menegurnya.

“Saya sedang mencari teman saya Mbak,” dusta Maureen.

“Apa dia sudah memesan meja sebelumnya?” tanya sang pelayan.

“Belum Mbak, mungkin dia belum datang,” dalihnya.

“Oh, jika begitu silahkan anda duduk lebih dulu sambil menunggu temannya datang,” ucapnya mempersilahkan.

Aisyah menangkap keberadaan Maureen kemudian melambaikan tangannya kearah Maureen.

‘Haish, seharusnya aku tak menyanggupi pertemuan ini. Sekarang mundur pun tidak akan sempat lagi.’

Maureen berjalan mendekati meja tempat Aisyah berada, dia benar-benar merasa gugup dahinya sampai berkeringat dan jantungnya berdetak seakan hampir melompat dari sarangnya.