(Novel ini adalah Novel pertama ku, jadi mohon maaf jika penulisnya masih sangat berantakan. tapi Author akan menyempatkan waktu untuk merevisi total hampir keseluruhan dari isinya, walaupun bertahap.)
"Jadilah Istri ku selama satu tahun Naya, semua pengobatan nenek mu akan ku tanggung, dan kau juga bisa menikmati uang ku selama itu" ucap Arjuna sembari mengulurkan tangannya kepada Naya.
air mata Naya menetes sembari menoleh ke dalam ruangan ICU tersebut, dalam hatinya ia sangat ingin menampar pria di hadapannya itu karena telah merendahkannya dengan menawarkan Nikah kontrak, namun di sisi lain ia juga tidak bisa munafik bahwa ia benar-benar tengah membutuhkan uang untuk pengobatan Neneknya. Naya menoleh kearah Juna.
"baik lah tuan aku bersedia" ucap Naya membuat bibir Juna tersungging.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon picisan imut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hari berkabung
Setelah Arjuna mengurus administrasinya dan semua prosedur sudah di urus Nenek Naya pun di bawa ke ruangan operasi, dengan sangat cemas ia terus mengikuti laju bed neneknya itu di dorong hingga masuk kedalam ruangan operasi, ia terdiam di depan pintu tersebut yang lantas melangkah mundur dan duduk di sebuah kursi panjang sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, hatinya sangat tidak menentu ia sangat mencemaskan kondisi neneknya itu bagaimana tidak? Jika neneknya sampai pergi ia benar-benar sebatang kara walaupun ibunya masih hidup namun ia sudah tidak berharap lagi untuk ibunya bisa kembali, Air mata Naya menetes sesaat seseorang mengulurkan saputangan ke arahnya, membuatnya segera mendongak ke atas.
"Raihan? Apa yang kau lakukan disini? Kalau ibu mu tau bagaimana?" tanya Naya tidak percaya.
"Naya aku tidak peduli itu, dan ini" Raihan menyerahkan amplop coklat ke arahnya membuat Naya mematung tidak mengerti.
"Ini uang untuk biaya operasi nenek mu Naya" Ucap Raihan, mendengar itu air mata Naya kembali menetes andai saja Raihan bisa lebih cepat mungkin ia tidak akan menerima perjanjian konyol itu. Dengan cepat Naya menyeka air matanya sendiri, dan mendorong uang yang ada di hadapannya itu pelan, Raihan menatapnya bingung saat Naya menolak uang darinya.
"Naya, ada apa? Ibu ku tidak tau hal ini kok, jadi Terima saja ya" Ucap Raihan.
"Tidak usah Raihan terimakasih, aku? Aku sudah menemukan pinjaman lain" Ucap Naya dengan bibir yang berusaha tersungging itu.
"Kau sudah menemukannya? Siapa yang memberikan pinjaman itu pada mu? Apa Dodit?" Tanya Raihan sedangkan Naya hanya menggeleng.
"Intinya ada, seseorang, aku meminjam uang darinya" Jawab Naya.
"Rentenir? Jangan bilang Kau meminjamnya dari rentenir?" tanya Raihan, Naya pun kembali menggeleng.
'Ia lebih kejam dari Rentenir Raihan karena jaminannya adalah diriku' gumam Naya dalam hatinya,
"Naya katakan pada ku? Kau meminjamnya dari siapa?" Raihan terus mendesak agar Naya mau menjawabnya namun bibir Naya tetap membisu ia tidak ingin Raihan sampai tau.
"Naya?"
"Sudahlah Raihan kau tidak perlu tahu, intinya saat ini nenek sedang dioperasi dan pikiran ku kini penuh dengan nenek jadi aku tidak ingin membahas masalah pinjaman itu, tolong jangan paksa aku untuk berbicara, saat ini aku tengah takut Raihan... Aku takut" Naya pun terisak dengan cepat Raihan meraih kepala Naya dan mendekatkan nya ke dadanya.
"Baiklah Naya maafkan aku ya?" Ucap Raihan yang masih berusaha menenangkan Naya.
Disisi lain Arjuna berniat menemui Naya sebelum ia pulang namun langkahnya terhenti di ujung lorong rumah sakit saat mendapati Naya tengah di peluk oleh seorang pria.
"Siapa pria itu? Apa dia kekasih Naya?" Gumam Arjuna, ia masih belum memahami wajahnya kalau Raihan adalah salah satu karyawannya juga.
"Tidak penting siapa dia, saat ini biarkan saja mereka seperti itu karena besok Naya harus sudah putus dengannya, aku tidak ingin ada rumor bahwa aku merebut pacar orang lain" Gumam Arjuna yang lantas membalik badannya.
Arjuna pun melenggang pergi karena hari ini ia sudah membuang waktu banyak untuk mengurus Naya, sebenarnya agak konyol demi Naya ia sampai membatalkan beberapa meeting nya, malam ini juga ia akan berangkat ke Swedia hingga beberapa hari kedepan saat hari itu datang ia akan kembali menemui Naya untuk segera melamarnya, bagaimana pun juga ia tidak ingin ada cacat sedikit pun di pernikahannya, dan pernikahan kontrak ini harus Naya dan dirinya lah yang tau, maka Arjuna benar-benar mengurus semuanya sesempurna mungkin sampai hari H tiba.
Di sisi lain Lifia terus mencari tau tentang kebenaran hubungan mereka berdua dengan mencari tau latar belakang Nayaka, gertakan Arjuna sama sekali tidak membuatnya takut untuk terus mendekatinya.
"Nayaka? aku berpuluh-puluh kali lebih unggul, maka Aku tidak akan kalah dari mu, walaupun pernikahan itu tetap terjadi aku akan tetap merebut posisi mu sebagai istri Arjuna" Gumamnya sembari menatap ke arah jendela apartemennya.
Di rumah sakit....
Lampu ruang operasi sudah redup menandakan operasi sudah selesai, seorang dokter keluar dengan sangat lesu.
"Dokter? Apa operasinya berjalan lancar?" tanya Naya.
"Maaf Nona, pasien mengalami komplikasi gagal jantung, seharusnya operasi ini belum selesai, tapi?"
"Tapi apa dok?" tanya Naya.
"Nenek anda sudah menghembuskan nafas terakhirnya, sepuluh menit yang lalu" Ucap dokter tersebut yang lantas membuat Naya merasa tersambar petir, tubuhnya melemas rasanya ia tidak sanggup lagi menopang tubuhnya saat dokter mengatakan itu. Raihan yang menyadari tubuh lemas Naya langsung memeganginya.
"Yang tabah ya Nona, kalau begitu saya permisi dulu" Ucap dokter tersebut.
"Terimakasih dokter" Ucap Raihan karena Naya masih mematung.
"Raihan... Nenek? Nenek ku Raihan?" Suara Naya mulai berat, dadanya mulai sesak, air mata pun mulai kembali tumpah di pipinya dan mengalir deras.
"Tidak! Tidak mungkin Raihan, nenek ku..." Seru Naya yang mulai histeris dan berlari menghampiri tubuh neneknya yang sudah tertutupi kain putih seluruhnya di atas bed yang sedang di dorong keluar dari ruang operasi tersebut.
Naya terus histeris memeluk tubuh neneknya yang sudah terbujur kaku tersebut, Raihan pun memeluk Naya menenangkan Naya.
"Naya tenang lah, kau harus kuat" Ucap Raihan, sedangkan Naya terus terisak dengan tangisnya yang terdengar sesak itu.
***
Hari pemakaman sudah terlewati, genap satu minggu neneknya meninggalkan Naya namun ia masih merasa sedih karena itu, bahkan dirinya masih terus melamun sampai-sampai ia mendapat teguran dari supervisor nya karena kerja Naya yang tidak profesional.
Sore beranjak ia meraih jaket dan tasnya dari dalam lokernya dan mengenakannya sejenak Naya menghela nafas panjang.
"Saat ini aku sendirian di rumah, pulang pun rasanya hanya membuat ku sedih" Gumam Naya. Ia pun kembali menutup lokernya dan menguncinya.
Langkah lunglai nya terus terayun mengikuti jalur lorong kantor yang mulai gelap itu.
"Naya ayo kita pulang" Seru Raihan yang pantas membuat kepala Naya terangkat dan tersenyum.
"Iya Raihan" Balas Naya mereka pun berjalan beriringan turun kebawah dan keluar dari kantor tersebut.
Dengan menaiki motor matic Raihan, Naya masih terus terlihat sendu sama sekali tak bersemangat.
'Ini malam minggu kan? Apa sebaiknya aku ajak Naya jalan-jalan saja ya?' gumamnya, dalam hati.
"Naya? Aku mau mengajak mu ke taman kota, mau tidak?" Ucap Raihan.
"Mau apa kita kesana?" Tanya Naya.
"Di taman kota ada panggung hiburan, katanya sih ada artis, setidaknya kau kita bisa melihatnya sebentar dan jajan es krim di sana bagaimana?" tanya Raihan.
"Terserah kau saja Raihan, aku mengikut saja, lagi pula sudah tidak ada yang menanti kepulangan ku" Ucap Naya lirih.
"Ya sudah kalau begitu kita jalan ya, tapi kau jangan murung terus ya janji?" Tanya Raihan.
"Iya..." Jawab Naya pasrah, Raihan pun tersenyum, motornya mulai melaju kearah taman kota.