NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Pernah Ia Sangka

Cinta Yang Tak Pernah Ia Sangka

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Cintapertama
Popularitas:703
Nilai: 5
Nama Author: Ayunda nadhifa akmal

Rio seorang master chef yang menyukai seorang wanita penyuka sesama jenis
bagaimana perjuangan Rio akankah berhasil mengejar wanita yang Rio cintai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayunda nadhifa akmal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 11

Sudah beberapa minggu aku tidak melihat keberadaan Rey. Gadis tomboy itu memang membuatku kecewa, tapi jauh di lubuk hati, aku justru merindukannya.

Entah bagaimana, langkahku membawa tubuhku menuju bar tempat Rey bekerja. Namun sesampainya di sana, aku tak menemukannya. Hanya ada seorang bartender baru yang sibuk merapikan gelas.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.

“Kak Rio mencari Rey, ya?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk.

“Rey tidak berpamitan pada kakak? Dia sudah resign beberapa minggu lalu.”

Deg.

Aku tertegun. Jantungku seolah jatuh begitu saja. Aku mencoba menghubungi nomor Rey, tapi tidak aktif. Dengan kasar aku mengusap wajahku. Kini aku benar-benar kehilangan gadis yang aku cintai.

“Aku percaya Rey bukan seperti yang ada di foto itu,” ujar seorang gadis tak kukenal. “Aku mengenalnya sejak SMP.”

Setelah selesai bekerja, aku langsung pergi ke apartemen Rey. Namun saat sampai, apartemennya sudah kosong. Tidak ada satu barang pun yang menandakan Rey pernah tinggal di sana.

Aku menunduk kecewa. Kenapa aku begitu mudah mempercayai rumor? Kenapa aku tidak mau mendengar penjelasan Rey?

Sekarang kamu di mana, Rey…?

Aku pergi ke klub malam, berusaha melupakan sejenak semua penyesalan yang menyesakkan dada. Malam itu aku minum sampai mabuk, sampai aku kehilangan kendali dan terus memanggil nama Rey. Hingga akhirnya aku tidak sadarkan diri.

Ketika terbangun, aku tidak tahu berada di mana. Kepalaku berdenyut sakit. Aku berjalan sempoyongan mencari mobilku. Seseorang membantuku pulang ke apartemen, dan setibanya di sana, aku langsung muntah-muntah.

Hidupku terasa berantakan tanpa Rey. Aku memeluk topi hitam miliknya—satu-satunya benda yang tersisa darinya.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Aku dibawa ke rumah sakit terdekat karena demam tinggi. Selama seminggu aku dirawat di sana. Setiap hari aku hanya memandangi foto Rey di gawalku. Air mataku menetes tanpa bisa kutahan.

Rey… maafkan aku.

Setelah benar-benar pulih, aku kembali bekerja. Dapur kembali diselimuti asap dan aroma masakan yang mengepul. Pesanan demi pesanan ku selesaikan seperti biasa.

Saat waktu istirahat tiba, kulihat Alana berdiri mematung di lobi, seperti sedang menunggu seseorang.

“Rio,” panggilnya.

Aku mengabaikannya, berjalan melewatinya. Namun ia mengejarku dan menggenggam tanganku. Aku menepisnya dengan kasar.

“Rio, kembalilah padaku,” ucapnya lirih.

“Cih. Aku tidak akan pernah kembali pada wanita sepertimu,” balasku, tatapanku penuh jijik.

“Kamu berharap apa dari Rey? Dia selingkuh, kamu tahu. Dan kamu perlu tahu, dia penyuka sesama wanita.”

“Tapi ia tetap lebih baik darimu, Alana. Aku tahu kamu wanita seperti apa.”

“Jangan sok tahu, Rio!” sergahnya sinis.

“Aku tahu kamu menjual dirimu pada pria hidung belang.”

“Jaga ucapanmu, Rio!” bentaknya sambil menampar wajahku keras-keras.

“Tapi itu kenyataannya,” ucapku sebelum berlalu meninggalkannya begitu saja.

Tamparan Alana masih terasa panas di pipiku, tapi itu tidak sebanding dengan nyeri yang menyesak di dadaku. Aku berjalan kembali ke dapur, mencoba mengalihkan pikiranku pada pekerjaan, namun fokusku buyar. Suara panci, aroma bawang tumis, bahkan teriakan pesanan dari para koki lain… semuanya terasa jauh.

Aku menarik napas panjang, menahan gejolak hatiku.

Namun, langkahku terhenti ketika ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

“Kalau kau ingin tahu di mana Rey… datanglah ke tempat ini.”

Sertai dengan sebuah lokasi.

Aku menatap layar itu lama. Tanganku bergetar. Antara harapan dan ketakutan bercampur menjadi satu.

Apa ini jebakan? Atau benar ada yang tahu di mana Rey berada?

Namun pikiranku cuma satu: Rey.

Tanpa menunggu lebih lama, aku melepas apron dan berjalan cepat keluar dapur.

“Kepala chef! Mau ke mana?” teriak salah satu staff.

“Ambil alih dapurnya. Aku harus pergi,” jawabku singkat.

Aku menuju parkiran, membuka pintu mobil dan menyalakan mesin. Suara gemuruhnya memecah keheningan hatiku. Aku mengikuti titik lokasi yang terpampang di ponsel. Jalanan malam terasa panjang dan dingin.

Lokasi itu membawaku ke sebuah daerah pinggiran kota, jauh dari pusat. Gedung-gedung tua berdiri di sisi kiri-kanan, lampu jalan redup, dan angin malam menghembuskan hawa yang tidak menyenangkan.

Aku turun dari mobil, memastikan alamat yang tertera di pesan.

Sebuah rumah kecil berwarna pucat, jendelanya tertutup rapat, tetapi ada cahaya lembut di dalamnya.

Aku mengetuk pelan.

Tok… tok…

Tidak ada jawaban.

Kuketuk lagi sedikit lebih keras.

Tok… tok… tok…

Tiba-tiba pintu terbuka sedikit, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan mata sembab seperti habis menangis.

“Rio Adikara?” tanyanya lirih.

Aku mengangguk cepat. “Saya. Anda tahu di mana Rey? Tolong katakan pada saya.”

Wanita itu terdiam beberapa detik, lalu membuka pintu lebih lebar.

“Masuklah… aku sudah menunggu.”

Nadanya membuat tengkukku meremang.

Aku masuk perlahan. Ruangan itu sederhana—bau obat-obatan tercium samar, sofa tua, gelas yang masih berisi teh setengah dingin.

Wanita itu duduk perlahan, seakan lelah menanggung sesuatu.

“Rey… menitipkan sesuatu sebelum dia pergi,” katanya.

Napas-ku tercekat. Pergi? Pergi ke mana?

Wanita itu mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Di atasnya tertulis huruf R dengan tinta silver.

“Tapi sebelum kamu membuka ini… ada hal yang harus kamu dengar, Rio.”

Aku duduk di depannya, jantungku berdebar keras.

“Bukankah Rey hanya resign dan pindah apartemen? Apa maksud Anda?”

Wanita itu menatapku, matanya perlahan berkaca-kaca.

“Rey pergi karena dia ingin melindungimu.”

Aku tersentak. “Melindungi aku? Dari siapa?”

Wanita itu menelan ludah, suaranya bergetar.

“Dari Alana… dari orang-orang yang membencinya… dan dari sesuatu yang selama ini tidak pernah dia ceritakan padamu.”

Darahku seperti berhenti mengalir.

“Tolong… katakan semuanya.”

Wanita itu menunduk, air matanya akhirnya jatuh.

“Rey… sebenarnya tidak pergi karena rumor selingkuh itu. Rey pergi karena dia tahu nyawanya dalam bahaya.”

Tanganku gemetar saat memegang kotak kecil itu. Kotaknya dingin, seolah menyimpan sesuatu yang jauh lebih berat daripada ukurannya.

Dengan napas tercekat, aku membuka tutupnya perlahan.

Di dalamnya… ada tiga benda.

Sebuah cincin perak sederhana.

Bukan cincin mewah—justru cincin yang tampak sudah lama dimiliki Rey.

Di bagian dalamnya terukir kecil:

“Untuk Rio.”

Jantungku seperti ditikam sesuatu.

Rey… menyimpan ini?

Sebuah foto kecil.

Foto itu memperlihatkan aku dan Rey di belakang bar—Rey tersenyum lebar, memakai topi hitamnya sambil mengangkat dua jari tanda damai. Aku tampak sedang mencuri pandang padanya.

Foto yang bahkan aku tidak ingat pernah diambil.

Dan di belakang foto itu tertulis tulisan tangan Rey:

“Maaf kalau aku harus pergi duluan. Terima kasih sudah membiarkan aku merasakan bahagia.”

Sebuah surat yang terlipat rapi.

Kertas putih itu tampak kusut di beberapa bagian, seolah Rey menulisnya sambil menahan emosi.

Wanita itu mengangguk lirih.

“Surat itu… Rey menulisnya semalam sebelum dia menghilang.”

Aku menelan ludah, lalu perlahan membuka lipatan surat itu.

 

Surat Rey

“Rio…

Kalau kamu membaca ini, berarti aku sudah tidak ada di kota itu lagi.

Aku pergi bukan karena aku ingin menjauh, tapi karena aku takut kamu terluka gara-gara aku.”

Tulisan Rey bergetar di beberapa baris, tintanya sedikit luntur seperti terkena air mata.

“Rio, ada orang yang mengincarku.

Aku tahu foto itu jebakan, aku tahu orang-orang ingin membuatmu membenciku.

Aku bisa menerima kalau seluruh dunia melawanku… tapi aku tidak bisa menerima kalau kamu ikut terluka.”

Aku merasakan dadaku mengencang. Surat itu terus berlanjut.

“Maaf karena aku tidak pamit.

Maaf karena aku membuatmu ragu.

Tapi aku harus pergi sebelum mereka menyentuhmu.”

Lalu kalimat terakhir…

“Kalau suatu hari aku kembali… dan kamu masih di sana…

aku berharap aku masih punya tempat di hatimu.”

Di bawahnya, Rey menggambar satu simbol kecil:

Sebuah topi hitam.

 

Aku menutup mulutku dengan tangan. Napasku tercekat.

Air mataku jatuh begitu saja tanpa bisa kutahan.

Wanita paruh baya itu memandangku dengan iba.

“Rey memintaku menjaga itu… kalau sesuatu terjadi padanya.”

Aku mengepalkan surat itu di dada, tubuhku bergetar hebat.

“Di mana Rey sekarang?” tanyaku dengan suara pecah.

Wanita itu menatapku… ragu… lalu akhirnya menjawab pelan:

“Rio… Rey belum hilang.

Dia… pindah ke kota lain.”

1
Dede Jangkung
mulai jatuh cinta
Blueberry Solenne
wah berarti sudah mapan ni
Dede Jangkung
bagus,semangat
Alna
salam kenal juga🙏
Alna
karena sekarang akhir zaman, jadi kita akan kembali ke zaman jahiliyyah kalo gak salah
Alna
mksud saya banyak temen saya yg buci
Alna
kalo aku biasa aja karena banyak yg jadi buci
Alna
gimana kalo sama adikku😬
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!