Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 12_Kebenaran yang Terungkap
Pukul 19:00, Kirana tiba di lobi apartemen mewah yang sudah sangat ia kenal. Jantungnya berdebar kencang, tidak hanya karena bertemu Arjuna, tetapi karena tempat ini adalah saksi bisu malam kelam itu. Ia memasuki lift pribadi, dan menuju unit apartemen Arjuna.
Begitu ia masuk, aroma cleaner mahal dan suasana dingin dari unit itu langsung menyeruak. Tempat ini terlihat persis seperti yang ia ingat, mewah, sunyi, dan seolah tidak pernah dihuni.
Arjuna sudah menunggu di ruang tengah. Ia mengenakan celana kain dan kaus polo, tampak lebih santai, namun ketegangan di antara mereka tetap terasa tebal.
"Bersihkan kekacauan di meja bar dan siapkan minuman sesuai daftar ini," perintah Arjuna, menyerahkan secarik kertas.
"Jangan sentuh minuman yang kamu larang kemarin. Setelah selesai, kamu bisa menunggu di ruang kerja kecil itu, sampai tamu-tamuku datang."
Kirana mengangguk dan segera bekerja. Ia berusaha bergerak secepat mungkin, membersihkan sisa makanan dan minuman dari pertemuan sebelumnya. Setiap sudut ruangan ini mengingatkannya pada kecerobohannya.
Saat Kirana sibuk di dapur, Arjuna memperhatikan setiap gerakannya dari sofa. Ia melihat Kirana sesekali memegang perutnya, bergerak lambat, dan bahkan nyaris terhuyung saat mengangkat wadah es yang cukup berat. Matanya menyipit saat mengamati. Kecurigaannya semakin kuat.
Arjuna sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ia harus membuktikan dugaannya, demi kepastian, demi rencana pernikahannya.
Saat Kirana pergi ke kamar kecil, Arjuna melancarkan aksinya. Ia bangkit dan menuju meja bar di mana Kirana tadi bekerja. Di sana, ia melihat tas tangan Kirana tergeletak. Ini adalah pelanggaran privasi yang besar, tetapi Arjuna tidak peduli. Baginya, ini adalah masalah bisnis dan integritasnya.
Ia membuka tas Kirana, tangannya yang besar dengan cepat mengaduk-aduk isinya dompet tipis, ponsel, buku catatan kerja, dan... sebuah kantong plastik kecil.
Di dalam kantong plastik itu, terdapat dua benda yang membuat tangan Arjuna langsung membeku alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang jelas dan sebotol kecil suplemen asam folat.
Arjuna menjatuhkan tas itu kembali ke meja. Napasnya tercekat.
Dua garis merah.
Kecurigaannya kini berubah menjadi kepastian yang brutal. Kirana Aulia, Asisten Pribadinya, wanita yang ia tiduri karena kesalahan satu malam, sedang hamil anaknya.
Wajah Arjuna menjadi sangat gelap. Bukan karena marah, tetapi karena guncangan. Rencana sempurnanya untuk mengendalikan situasi kini hancur berkeping-keping. Situasi ini tidak lagi tentang pernikahan kontrak demi menghindari orang tua, tetapi tentang warisan dan harga dirinya.
Ia adalah Arjuna Mahesa. Ia tidak akan pernah membiarkan darah dagingnya lahir di luar nikah dan dibesarkan oleh wanita yang hidup dalam kemiskinan dan ketidakstabilan.
Saat Kirana keluar dari kamar kecil, ia melihat ekspresi Arjuna yang mengerikan. Wajahnya keras, matanya memancarkan kemarahan yang luar biasa, menatapnya lurus.
"Sudah selesai, Pak?" tanya Kirana, suaranya pelan.
Arjuna tidak menjawab. Ia hanya berjalan perlahan mendekati Kirana, aura bahaya menguar di sekelilingnya. Ia berhenti tepat di depan Kirana, dan matanya turun sejenak ke perut Kirana.
"Kita bicara sekarang, Nona Aulia. Tamuku tidak akan datang malam ini," kata Arjuna.
"Apa yang Bapak mau bicarakan?" tanya Kirana, pura-pura tidak mengerti, meskipun ia bisa merasakan bahaya yang mendekat.
"Aku akan memberitahumu apa yang kita bicarakan," kata Arjuna. Ia meraih tas Kirana, mengeluarkannya.
"Kita akan bicara tentang ini, Kirana."
Arjuna melemparkan alat tes kehamilan dan botol asam folat itu ke lantai, tepat di kaki Kirana.
Kirana terkesiap. Ia menatap benda-benda itu, lalu menatap wajah Arjuna yang penuh amarah. Air matanya langsung menggenang. Rahasianya terbongkar.
"Bapak... Bapak melanggar privasi saya!" protes Kirana dengan suara bergetar.
"Privasi? Kamu pikir ini tentang privasimu?! Ini tentang anakku!" bentak Arjuna, suaranya meninggi, meledakkan keheningan apartemen itu.
"Kamu hamil. Kamu hamil anakku, dan kamu berusaha menyembunyikannya!"
Kirana tahu, tidak ada gunanya berbohong lagi. Ia menutup matanya, menyerah pada takdir.
"Ya. Saya hamil. Dan ya, ini anak Bapak. Tapi Bapak tidak perlu khawatir. Saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya tidak akan pernah bilang ke siapa pun siapa Ayahnya. Saya akan membesarkannya sendiri," kata Kirana, memaksakan ketegaran.
Tawaran Kirana semakin membuat Arjuna murka. Ia tidak bisa menerima putra atau putri Mahesa hidup dalam kemiskinan dan anonimitas.
"Jangan bodoh, Kirana! Kamu pikir kamu bisa membesarkan anak Mahesa sendirian? Di kos-kosan sempit itu? Anakku berhak atas nama, kehormatan, dan kenyamanan!" kata Arjuna, suaranya menusuk.
Ia kemudian berjalan ke meja kerjanya, mengambil amplop tebal. Kali ini, bukan uang tunai, tetapi Kontrak Pernikahan yang sudah diperbarui.
"Ini adalah akhirnya, Kirana. Kamu tidak punya pilihan lagi. Aku tahu kamu menolakku kemarin. Tapi sekarang, kondisinya berubah."
Arjuna melempar kontrak itu ke meja, kertas-kertas itu berserakan.
"Aku tidak memintamu menikahiku lagi. Aku memerintahkanmu," kata Arjuna, nadanya final.
"Kamu akan menikahiku. Sekarang. Besok. Lusa. Kapan pun itu. Aku akan memastikan anakku lahir dengan nama Mahesa di belakangnya."
"Saya tidak mau pernikahan kontrak! Saya tidak mau anak saya tumbuh dalam sandiwara!" seru Kirana, air matanya kini mengalir deras, membela satu-satunya hal yang ia miliki.
Arjuna menyeringai dingin.
"Sandiwara adalah harga yang harus kamu bayar untuk keamanannya. Dengar, Kirana. Kamu harus menikahiku. Jika kamu menolak, aku akan menggunakan pengacaraku untuk mengambil hak asuh anakku. Aku memiliki bukti finansial dan status sosial yang tak tertandingi. Aku akan merenggut anak itu darimu, dan kamu tidak akan pernah melihatnya lagi."
Ancaman Arjuna menghantam Kirana hingga ke inti jiwanya. Ia tahu, pria ini tidak main-main. Di mata hukum, seorang CEO kaya raya akan selalu lebih diuntungkan daripada seorang asisten junior yang tinggal di kos. Ia tidak akan sanggup kehilangan bayinya.
Kirana tersungkur ke lantai, menatap kontrak yang berserakan. Kekuatan yang selama ini ia kumpulkan untuk melawan, kini luruh tak bersisa. Ia kalah.
"Baiklah, Pak Arjuna," bisik Kirana, suaranya pecah.
"Saya akan menikah dengan Bapak."
Ia menatap Arjuna dengan mata penuh kepedihan.
"Tapi ingat. Saya hanya melakukannya demi anak ini. Hanya demi anak ini." tekan Kirana.
Arjuna menghela napas, lega karena kemenangan strategisnya, meskipun ada rasa kosong di dalam dirinya. Ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan: pengantin kontrak dan kepastian tentang warisannya.
"Bagus," kata Arjuna, tanpa emosi, mengulurkan tangannya pada Kirana.
"Anggap ini sebagai kesepakatan bisnis terpenting dalam hidupmu. Kita akan menikah minggu depan, Kirana. Bersiaplah."
Ia tidak tahu, ia baru saja menikahi wanita yang mengandung bayi yang akan menjadi satu-satunya kelemahan yang ia miliki di dunia yang dingin ini.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal