 
                            Setelah kematian bayi malangnya yang baru saja lahir, tepat 2 jam setelah itu Ayu Maheswari tewas secara tragis ditangan suaminya sendiri. Jiwanya menolak mendapat perlakuan keji seperti itu. Ayu tidak terima. Ia berdoa kepada Tuhan-nya, meminta dibangkitkan untuk membalaskan dendam atas ketidak adilan yang ia terima.
Begitu terbangun, Ayu tersentak tetiba ada suaminya-Damar didepan matanya kembali. Namun, Damar tidak sendiri. Ada wanita cantik berdiri disampingnya sambil mengapit lengan penuh kepemilikan. 
"Tega sekali kamu Damar!"
Rupanya Ayu terbangun diraga wanita lemah bernama Rumi. Sementara Rumi sendiri adalah adik angkat-Raisa, selingkuhan Damar.
Ayu tidak terima! Ia rasa, Rumi juga pasti ingin berontak. Dendam itu semakin tersulut kuat. Satu ambisi dua tujuan yang sama. Yakni ingin melihat keduanya Hancur!
Rumi yang semula lemah, kini bangkit kuat dalam jiwa Ayu Maheswari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
"Ayu... Katakan? Apa yang terjadi dengan dirimu? Kenapa setelah kepergianmu, muncul perasaan yang begitu sulit aku ungkapkan. Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Afan sudah kembali. Bagaimana jika dia tahu perihal kematianmu?!"
Kalimat itu tercekat dalam tenggorokan Damar. Ia membeku. Bersimpuh dengan tatapan mata kosong.
Setelah cukup berdiam. Damar langsung bangkit. Tega tak tega, pria itu mencabut nisan kayu sang Istri, dan langsung menaruhnya kearah rumbukan barang-barang di dalam gudang. Di pemakaman keluarga besr Adipati terdapat gudang kecil, tempat penyimpanan barang-barang yang biasa tukang gali kubur gunakan.
Setelah selesai, Damar langsung melenggang keluar begitu.
Namun sialnya, pria itu lupa dengan gundukan tanah basah milik sang Istri, yang begitu usang tanpa taburan bunga. Jika saja kematian Ayu murni takdir dari Tuhan-nya, mustahil wanita cantik itu di kubur dalam pemakaman keluarga besar Adipati. Meski begitu, pusara Ayu berada di pojok sendirian. Seolah, Ayu bagaikan tiada harga di sandingkan keluarga besar itu.
Mobil Damar kembali melesat menerjang keramaian kota Jogja. Dalam pandangannya kini, suara bayi dan suara erangan kesakitan Ayu saling berputar memenuhi isi kepalanya.
Damar merasakan kesulitan akhir-akhir ini. Ia baru menyadari, betapa pentingnya keluarga kecil yang telah ia musnahkan.
****
Sementara di kediaman Adipati, Afan buru-buru menuruni anak tangga, sambil menggulung lengan kemejanya.
Pria itu sudah rapi mengenakan kemeja hitam, dan celana chinos bewarna coklat susu. Setibanya di ujung tangga, suara Bu Fatma berhasil menghentikan langkahnya.
"Afan, kamu mau kemana rapi begini?" Bu Fatma memegang lengan putranya, menatap penuh selidik. Apalagi, Afan memakai kemeja bewarna hitam. Bu Fatma takut jika putranya akan berziarah kemakam keluarga besar.
Afan melepaskan pegangan tangan Ibunya. Wajahnya tenang serta sorot mata itu seakan tak mudah dihasut. "Aku akan ke kantor pagi ini." Jawab Afan tanpa mau menatap. Namun kesekian detik ia baru menoleh Ibunya. "Kenapa Ibu gugup sekali?" kedua mata Afan memicing.
Bu Fatma cepat-cepat mengontrol ekspresinya. "Gugup? Siapa yang gugup, Afan. Kamu ini ada-ada saja," dalihnya menahan gugup.
Afan tak lagi menghiraukan. Ia lebih memilih melenggang begitu saja tanpa pamitan terlebih dulu.
Bu Fatma mendesah dalam. Entah mengapa rasa gusar itu tidak dapat ia kontrol ketika dihadapkan langsung dengan sang Putra. Merasa curiga, setelah itu Bu Fatma berjalan kedepan terlihat mengotak atik gawai untuk menghubungi seseorang.
Dan benar, wanita setengah baya itu berdiri di teras samping tampak berbincang disebrang telfon.
"Andi, ada kerjaan buat kamu. Putra saya, Afan... Dia baru saja keluar. Entah pergi kemana, tapi feeling saya megatakan jika dia akan ke pemakaman untuk berziarah. Halangi dia untuk masuk! Dia saat ini pasti akan keluar untuk mencari tahu keberadaan Ayu."
Setelah mengatakan itu, Bu Fatma langsung mengakhiri panggilan telfonnya. Ia masih berdiri ditempat, jelas sekali menahan cemas sambil menimang gawainya.
Dalam perjalanannya, Afan melajukan mobilnya ke pemakaman keluarga besar Adipati, sekedar berziarah ke pusara sang Eyang, sama seperti yang ia lakukan waktu-waktu lalu setelah kepulangannya ke tanah air.
Dan benar saja, sebuah mobil mewah berhenti di sebrang jalan. Afan segera turun dan bergegas berjalan mendekat kearah gerbang pemakaman.
Akan tetapi, di depan gerbang terdapat seorang pria yang tampak berdiri berjaga. Ia adalah Andi, pria yang ditugaskan untuk mengurus pemakaman keluarga besar Adipati. Andi sudah mengenali satu persatu keluarga besar Adipati. Jadi ia kini harus mempersiapkan strategi, agar ucapanya nanti di percaya oleh sang Tuan Muda.
"Andi? Ngapain kamu berdiri di sini?" Afan baru saja tiba. Ia memicingkan matanya sambil membuka kacamata hitamnya.
Andi tersenyum sumbing. Lalu membuka suara, "Den Afan, ini... Di dalam ada renovasi buat kamar mandi. Jadi area pemakaman agak sedikit berdebu akibat pemasangan keramik. Mendingan, Aden kesini besok-besok saja selagi areanya sudah bersih."
Afan agak kurang yakin dengan ucapan Pria muda didepanya kini. Meskipun sorot matanya menolak, namun wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun. Jadi, lawan bicaranya tidak dapat menebak, apakah Afan tenggelam, atau sekedar hanyut saja.
"Saya ingin melihat proses renovasinya!" tekan Afan.
Mendapat tatapan intimidasi seperti itu, membuat Andi kesulitan untuk bernafas. Menelan ludah saja ia tidak mampu. Wajahnya mendadak cemas, hingga pikirannya tidak mampu mengolah kalimat kembali.
Baru saja Afan akan masuk, namun dengan cepat Andi menghadang jalan Tuan mudanya.
"Ada apa dengan kamu, Andi? Jangan menghalangi langkah saya, atau ku patahkan lengan lembekmu itu!" gertak Afan sambil menghempaskan pundak Andi ke samping.
Afan kembali melanjutkan jalannya sambil membuka gerbang didepan. Akan tetapi, jika terdapat renovasi didalam, mengapa tidak ada sama sekali suara mesin, atau pun orang yang bekerja. Suasana makam itu tampak senyap, tidak ada satu pun orang di dalamnya.
Begitu berhasil masuk, Afan tercengang. Suasana makam tampak sepi, dan tidak ada jejak aktivitas apapun di dalamnya. Kedua tangan Afan terkepal erat. Baru saja ia akan menoleh, namun sosok Andi tadi sudah berlari menjauh menghidupkan motornya.
Afan mencoba melerai emosinya sendiri. Entah mengapa ada sesuatu yang di tutupi pria tadi. Dan Afan yakin, itu semua pasti campur tangan orang tuanya. Hal itu membuatnya semakin ingin masuk kedalam, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Di dalam sudah terdapat 10 pusara yang posisinya hampir berdekatan. Akan tetapi, di pojok dekat gudang, terdapat gundukan tanah yang masih begitu basah, sama sekali belum di tumbuhi oleh rumput. Pusara itu cukup berjarak dari pusara milik kedua eyangnya.
Tapi, tida ada nisan sebagai tanda siapa pemilik pusara itu.
Afan berjalan mendekat keatah gundukan tanah itu. Ia duduk bersimpuh, terdiam sejenak, berpikir siapa pemilik makam tanpa nisan itu.
"Atau mungkin ada pelayan dari keluarga Paman Cakra? Mungkin nisannya belum jadi," gumam Afan seraya bangkit. "Tapi, sebentar-sebentar? Apa alasan Andi mencegahku untuk tidak masuk kesini. Apa ada hubunganya dengan makam baru ini? Jika iya, lalu siapa yang di makamkan disini?" Afan masih berasumsi tanpa ia tahu jawaban yang sebenarnya.
Setelah itu Afan bangkit. Ia berjalan kearah pusara kedua eyangnya, untuk sekedar mendoakan sejenak.
Barulah, setelah itu ia keluar lagi setelah menutup pintu pagar.
Afan melajukan kembali mobilnya, menuju perusahaan sang Ayah. Dalih kembali bekerja, Afan akan mencari tahu tentang Ayu melalui para karyawan kantor.
Namun, baru setengah perjalanan, mobilnya hampir menabrak seseorang, seban gadis tadi juga terkejut, kala ia akan menyebrang, tiba-tiba saja mobil hitam itu melaju kembali.
Ckit!
Dint!
Afan menekan kuat rem mobilnya, hingga membuat jantungnya berpacu lebih kuat.
ayu itu istrinya damar yang sudah di bunuh mertuanya sendiri kak. lalu Ayu bertransmigrasi ke tubuh Rumi.
sementara Rumi, dia adik angkat Raisa, selingkuhanya Damar. apa masih bingung kak🤗😍
Rumi nich knp jga.