NovelToon NovelToon
Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Bad Boy / Trauma masa lalu / Barat / Mantan
Popularitas:602
Nilai: 5
Nama Author: Yellow Sunshine

Ketika cinta pertama kembali di waktu yang salah, ia datang membawa hangatnya kenangan sekaligus luka yang belum sembuh.
Nora tak pernah menyangka masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam muncul lagi, tepat saat ia telah memulai kisah baru bersama Nick, pria yang begitu tulus mencintainya. Namun segalanya berubah ketika Christian—cinta pertamanya—kembali hadir sebagai kakak dari pria yang kini memiliki hatinya.
Terjebak di antara masa lalu dan cintanya kini, sanggupkah Nora memilih tanpa melukai keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yellow Sunshine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Pertama di Kampus Baru

Langit Florida pagi ini nyaris tak berawan. Hanya semburat jingga tipis yang memudar di antara bayangan jendela, seakan malam sebelumnya tidak pernah terjadi. Tapi bagiku, semuanya terasa seperti sebuah titik awal—di kampus baru, kota baru dan hidup baru yang entah akan membawaku kemana.

Aku terbangun lebih awal dari Nina. Kamar asrama kami masih setengah gelap, janya diterangi sinar matahari yang menyelinap malu-malu dari sela tirai. Di atas nakas samping tempat tidurku, ponselku tergeletak persis seperti semalam—saat terakhir kali kutinggalkan. Mengingatkanku akan pesan balasan dari Jenny yang belum sempat kubaca semalam.

Aku menyambar ponsel milikku. Dengan gerakan cepat kuketuk layarnya agar menyala, lalu memeriksa pesan balasan dari Jenny.

'Hai, Nora! Aku juga merindukanmu. Sangat. Aku juga tidak sabar menunggu libur musim dingin akhir tahun nanti. Pergi berlibur berdua kedengarannya menyenangkan. Semoga hari-harimu disana menyenangkan. Meskipun, disini tanpamu rasanya sedikit membosankan. Aku menyayangimu.'

Pesan dari Jenny yang terasa begitu hangat menjadi penyemangat di pagi ini. Aku memandangi pantulan diriku di cermin. Rambutku cukup berantakan, tapi mataku tampak tidak terlalu lelah. Aku bergegas menuju kamar mandi di ujung ruangan, untuk membasuh seluruh tubuhku, wajahku, juga menggosok gigiku. Setelah itu, aku melangkahkan kaki menuju lemari untuk memilih pakaian apa yang akan kukenakan di hari petamaku ini.

Setelah cukup lama berpikir. Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada sebuah kaos lengan panjang berwarna putih dan celana jeans berwarna abu-abu. Bukan pakaian yang mencolok, tapi cukup baik untuk menunjukkan bahwa aku bukan seorang mahasiswa baru di kampus itu.

Nina terbangun lima belas menit kemudian, menguap lebar sambil menatapku heran. "Selamat pagi, Roomie? Sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk berkuliah di kampus barumu.", katanya, menggodaku.

Aku tersenyum, tanpa menatapnya. "Benarkah? Apa aku terlihat seperti itu?"

"Ya. Kurang lebih begitu.", Nina bangkit dari posisi tidurnya, lalu bergegas menuju kamar mandi.

"Mau pergi membeli sarapan dulu? Atau langsung ke kelas?", tanya Nina, yang kini tengah berpakaian—mengenakan sebuah hoodie dan rok yang tampak manis.

"Langsung ke kelas saja. Semalam aku sudah terlalu banyak makan.", kataku.

"Baiklah, kalau begitu."

Kami keluar dari asrama sekitar pukul tujuh lewat sepuluh menit. Sementara kelas pertama hari ini akan dimulai pukul setengah delapan. Lorong asrama dipenuhi suara langkah kaki, pintu yang dibuka-tutup, juga aroma wangi dari lotion atau parfum yang bercampur di udara. Ini semacam kekacauan yang hidup—dunia yang belum sepenuhnya kukenal, tapi perlahan mulai terasa nyata.

Kami menuju gedung fakultas bisnis di sisi timur—tampak begitu megah dari kejauhan.

"Kelas pertama. Pemasaran. Banyak yang bilang dosennya menyenangkan, tapi sedikit tegas.", kata Nina.

"Benarkah? Hmm, kelas pembuka yang tidak terlalu buruk.", komentarku.

Kami menyusuri trotoar kampus yang lebar, diapit pepohonan yang besar dan bangku-bangku kayu yang sudah mulai dipenuhi mahasiswa. Beberapa di antaranya menyapa Nina. Mungkin mereka teman satu angkatan, atau mungkin hanya kenalan Nina saja.

Kelas pertama kami berlangsung di sebuah ruangan yang cukup besar—mungkin menampung sekitar empat puluh orang. Aku dan Nina duduk di barisan tengah, sebab di barisan depan sudah terisi penuh oleh para mahasiswa yang dugaku pasti termasuk ke dalam daftar mahasiswa teladan. Kami menatap layar proyektor yang sudah menyala, menampilkan nama dosen kami dan materi kuliah pagi ini—Dr. Marriane Gantt–Prinsip-Prinsip Pemasaran.

Saat Dr. Gantt memasuki ruangan, suasana kelas langsung berubah hening. Ia tampak anggun dengan balutan blazer cokelat muda dan kacamata bulat.

"Selamat datang di semester baru!", sapanya. "Saya tahu kalian pasti masih terbawa dalam suasana liburan musim panas. Tapi, pemasaran tidak akan menunggu kalian kembali dari pantai.", lanjutnya.

Tawa para mahasiswa pun pecah, menyebar ke seluruh ruangan. Sungguh kelas pembuka yang menyenangkan.

Kelas pertama berakhir sekitar pukul sembilan lewat dua puluh menit. Dilanjut kelas kedua— Statistik Bisnis oleh Prof. Dr. Isaac Webster, yang dimulai sekitar lima belas menit setelahnya. Suasana kelas kedua jauh berbeda dengan kelas pertama. Hening dan kaku. Prof. Isaac adalah tipe dosen senior yang sangat tegas dan serius. Aku masih menyukai kelasnya, sebab Prof. Isaac bukanlah dosen killer atau semacamnya.

Setelah kelas kedua berakhir sekitar hampir pukul dua belas siang, Nina langsung bergegas untuk mengikuti perkumpulan klub fotografi. Aku juga baru tahu kalau Nina ternyata memiliki hobi fotografi.

Saat aku baru saja mengemasi buku-bukuku ke dalam tas, tiba-tiba ponsel yang ada di dalam saku celanaku berdering. Kukeluarkan ponsel itu dari saku celana, lalu kuperiksa identitas pemanggil yang ada pada layar ponselku. Ternyata Nick.

"Hai, Nora!", seru Nick dari balik panggilan telepon.

"Hai, Nick!", balasku.

"Sudah selesai kelas?"

"Ya. Barusaja."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi ke kantin sekarang?"

"Ehm, boleh."

"Baiklah, aku akan menyusulmu kesana."

"Hei, Nick! Kurasa tidak perlu. Tunggu aku di depan kantin saja. Aku akan segera kesan."

"Ehm, baiklah."

Setelah obrolan kami berakhir. Aku segera bergegas menuju kantin—dengan jantung yang entah kenapa mulai berdetak cepat, perasaan gugup yang tiba-tiba datang, dan sedikit perasaan senang karena akan bertemu dengan Nick.

Dari kejauhan tampak sosok Nick tengah duduk di bangku kayu di halaman depan kantin kampus—mengenakan kaos polo berwarna abu-abu dan celana jeans gelap. Ia menatap serius ponsel di tangannya, hingga tak menyadari kedatanganku.

"Hai!", sapaku, yang kini sudah berdiri tepat di depannya.

Nick sedikit terkejut, lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku celana dan tersenyum padaku. "Hai, Nora!"

"Ehm, apa aku mengganggumu, Nick?", tanyaku, mencoba memastikan, barangkali kehadiranku memang benar mengganggu kesibukannya.

"Tidak, Nora. Aku hanya membaca pesan grup dari Student Government."

Aku mengangkat alis dan membulatkan mata—tidak menyangka ternyata Nick mengikuti organisasi formal semacam itu. Benar-benar mencerminkan seorang mahasiswa populer, teladan dan pintar. "Kamu bergabung di Student Government?"

"Ya. Sebagai senator fakultas hukum.", jawabnya.

"Wah, pantas saja kamu sangat populer dan dikagumi banyak mahasiswi disini, Nick."

Nick tertawa. "Siapa yang mengatakannya, Nora?"

Aku mendekat padanya, berbicara setengah berbisik. "Tidak perlu mununggu seseorang untuk mengatakannya, Nick. Lihat saja sekelilingmu! Banyak mahasiswi yang sedang memperhatikanmu saat ini. Dan berani taruhan, mereka pasti juga sedang membicarakan kita."

"Hmm, mungkin mereka sedang bertanya-tanya, siapa perempuan cantik yang sedang bersamaku sekarang.", godanya.

Aku menahan senyum— mendengar Nick memujiku cantik seperti itu. Baru pertama kali aku mendengarnya. Mungkin, saat ini pipiku sudah semerah tomat.

Nick mungkin menyadari aku yang sedang tersipu. Lalu, ia mengajakku masuk ke dalam kantin untuk menunjukkanku berbagai makanan yang ia rekomendasikan padaku—makan terbaik di kantin kampus.

Setelah itu, kami memesan salah satu dari beberapa makanan yang sudah Nick rekomendasikan. Satu sandwich ayam panggang untukku, dan taco isi daging untuk Nick. Kami sengaja memesan dua menu yang berbeda, agar aku bisa mencicipi keduanya.

Kami memilih tempat duduk di dekat jendela—saling berhadapan, dengan sinar matahari yang menyinari meja kami—membuat nampan berisi makanan yang sudah kami pesan tampak lebih berwarna.

"Hmm, aku lupa mengambil minuman untuk kita. Kamu mau apa? Soda dingin? Jus jeruk?", tanya Nick, hendak bangkit dari tempat duduknya.

"Soda saja."

"Baiklah. Tunggu sebentar!", katanya, lalu melangkahkan kaki menuju lemari pendingin untuk membeli dua kaleng soda dingin.

"Cobalah!", seru Nick, saat sudah duduk krmbali di atas kursinya.

Aku mencoba makanan yang sudah kupesan. Rasanya enak sekali. Kurasa rekomendasi Nick benar-benar tepat.

"Hmm, enak. Jauh lebih baik dari makanan di kampus lamaku."

"See? Florida punya keunggulan juga.", katanya. "Mau mencoba punyaku?", tawarnya.

Aku mengangguk, lalu mencoba makanan yang sudah dipesan Nick. "Hmm, enak sekali. Wah, aku jadi tidak sabar ingin mencoba makanan lainnya yang sudah kamu rekomendasikan, Nick.", komentarku, membuat Nick tertawa.

Beberapa kali sepanjang makan siang, aku merasakan lirikan mata dari meja-meja sekitar. Ada yang mencuri pandang dengan raut penasaran. Ada juga yang menatapku dari ujung kaki sampai kepala, lalu tiba-tiba memalingkan pandangan saat aku balik menatapnya. Aku mencoba bersikap biasa, tapi ini bukan hal yang biasa untukku.

Sejujurnya, aku pernah mendapakatkan hal yang sama persis dengan apa yang terjadi saat ini. Dimana banyak pasang mata yang menjadikanku pusat perhatian, karena sedang bersama seoang pria populer, yang selama ini mereka kagumi. Ya, aku pernah merasakannya saat bersama Christian dulu—sosok siswa populer di SMA yang banyak dikagumi banyak siswa perempuan disana. Apalagi dulu aku hanya gadis culun, kutubuku dan membosankan. Jelas, hal tersebut memunculkan ribuan tanda tanya di benak mereka.

"Bagaimana hari pertamamu berkuliah disini?", tanya Nick. Membuyarkan lamunanku.

"Tidak seburuk bayanganku. Sepertinya aku mulai menyukai tempat ini.", kataku.

"Benarkah? Aku tidak menyangka kamu akan secepat itu menyukainya.", balasnya, tersenyum padaku.

"Ya. Aku juga.", kataku, ikut tersenyum. "Oh ya, aku hampir melupakannya lagi. Trims karena sudah meminjamkannya padaku hari itu.", Aku mengeluarkan kemeja milik Nick dari dalam tasku, lalu mengembalikannya pada Nick.

"Sama-sama, Nora.", balas Nick, sambil tersenyum.

Setelah menepati janjinya, Nick kembali ke fakultasnya untuk melanjutkan kelas berikutnya. Begitupun denganku. Kelas terakhir yang dimulai sekitar pukul dua siang membuatku sedikit mengantuk. Entah karena memang materi atau penjelasan dosennya yang kurang menarik dan membosankan, atau karena aku yang terlalu banyak mengisi perutku saat jam istirahat tadi. Tapi sepertinya alasan pertama lebih tepat. Sebab, kulihat beberapa mahasiswa tampak menguap dan seperti tidak bersemangat, termasuk Nina yang duduk di sebelahku.

Kelas berakhir sekitar satu setengah jam setelahnya. Aku memutuskan untuk langsung kembali ke asrama. Sementara Nina melanjutkan perkumpulan klub fotografinya.

Aku melangkahkan kaki menuju kamar asrama dengan langkah ringan. Teringat saat makan siang bersama Nick di kantin kampus tadi yang menyenangkan. Mungkin karena merasa puas dengan makanan yang kami pesan, atau mungkin karena caranya memandangku dengan senyuman hangat itu—membuatku merasa seperti menjadi seseorang yang memiliki arti baginya.

Begitu pintu kamar tertutup di belakangku, aku merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamar yang masih terasa asing. Di luar jendela, cahaya matahari mulai meredup, tak seterang pagi, tak seterik siang. Hari ini memang bukan awal yang sempurna. Tapi, rasanya cukup baik untuk sebuah permulaan.

1
Yellow Sunshine
Halo, Readers? Siapa disini yang kesel sama Alice? Angkat tangan 🙋‍♂️🙋‍♀️. Author juga kesel nih sama Alice. Kira-kira rencana Alice untuk menggoda dan mengejar Nick akan berlanjut atau berhenti sampai sini ya? Coba tebak 😄
Arass
Lanjutt thorr🤩
Yellow Sunshine: Siap. Semangat 💪🫶
total 1 replies
Yellow Sunshine
Hai, Readers? Siapa nih yang nggak sabar liat Nora sama Nick jadian? Kira-kira mereka jadian di bab berapa ya?
Aimé Lihuen Moreno
Wih, seruu banget nih ceritanya! Jangan lupa update ya thor!
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. Author jadi makin semangat nih buat update 😍
total 1 replies
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. It means a lot 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!