Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.
Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.
Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.
Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : 70%
Mata Luna yang tajam langsung menemukannya. Di antara hamparan semanggi berdaun tiga yang hijau, ada satu yang menonjol dengan empat helai daunnya yang sempurna, seolah memanggilnya.
Dengan jantung berdebar, ia mengeluarkan smartphone-nya. KLIK!
"Dapat satu bukti pencapaian!" batinnya girang, naluri seorang candu sosial media yang suka mendokumentasikan segalanya muncul ke permukaan. Luna tertawa kecil.
Setelah itu, dengan hati-hati, Luna berjongkok dan memetik semanggi berdaun empat itu. Saat tangkainya patah, sebuah layar sistem berwarna biru lembut muncul di hadapannya.
[Anda memetik item langka: Semanggi Berdaun Empat!]
[Status Keberuntungan (LUCK) meningkat +1%!]
[Ingin menambahkan status Keberuntungan Anda sekarang?]
"Oh, untuk yang satu ini layarnya muncul?" Luna sedikit bingung.
Dia pernah membaca beberapa Novel dimana karakter utamanya punya sistem seperti di dalam game, tetapi tidak ada satu pun yang sama seperti yang ia alami.
Dia tidak punya sesuatu seperti sistem. Dia pun tidak bisa memanggil jendela status atau mengakses fitur game lainnya seberapa keras pun ia mencoba. Namun, layar ini kadang muncul, khususnya ketika ia berada di kuil mimpi.
Luna menekan kolom 'gunakan' dan layar baru pun muncul.
[Dikonfirmasi.]
[Memproses penambahan status....]
[Proses Selesai!]
[Keberuntungan saat ini: 71%]
Luna terdiam. Matanya terpaku pada angka itu. Bukan pada kenaikan 1%, tapi pada angka dasarnya.
"Tunggu... 71%? Itu artinya keberuntungan awalku... 70%!? Setinggi itu!?"
Ia termenung sejenak, lalu semua kepingan puzzle menyatu. Kecantikan yang memikat, kekayaan tak terbatas, keluarga yang harmonis. Tentu saja keberuntungan dasar Luna Velmiran setinggi itu. Ia dilahirkan di garis finis kehidupan bahkan karakter ini tidak punya ending buruk di dalam game.
Karakter Sempurna.
Tiba-tiba, sebuah penyesalan yang tajam menusuk hatinya. Pikirannya tertuju pada Riven. Pria yang hampir memiliki segalanya, tetapi takdirnya begitu kelam dan tidak beruntung.
"Seandainya aku tahu... seandainya aku bisa memberikan ini padanya..." gumamnya pelan.
Untuk menghibur dirinya, Luna mengambil selfie sekali lagi, kali ini dengan semanggi di samping wajahnya. Tanpa sadar, ibu jarinya bergerak di layar, mencari ikon aplikasi media sosial untuk diunggah.
Ia berhenti saat menyadari kebodohannya. "Bodoh! Tidak ada Instagram di sini, Aluna!"
DONG! DONG! DONG!
Lonceng besar dari menara utama akademi berbunyi nyaring. Suaranya keras, tetapi nyaman di telinga.
"Ah, benar juga," pikir Luna. "Upacara penyambutan murid baru. Aku harus segera ke aula utama!"
Aula utama Akademi Trisula adalah sebuah ruangan megah yang bisa menampung ratusan orang. Langit-langitnya dibuat melengkung tinggi, dihiasi lukisan konstelasi bintang yang bergerak perlahan.
Puluhan siswa baru sudah berkumpul, suara mereka berdengung menciptakan atmosfer yang ramai. Luna, bersama Garam yang berhasil ia temukan di tengah keramaian, berdiri di barisan tengah.
"Hah... pidato lagi. Membosankan. Kapan kita bisa makan?"
"Ssst! Jaga sikapmu."
Seorang pria paruh baya yang tampak bijaksana naik ke atas panggung. Dia adalah Kepala Akademi Trisula, Sang Archmage, Dekan Oldyang.
"Selamat datang, para tunas harapan kekaisaran, di Akademi Trisula," sapanya, suaranya yang tenang menggema ke seluruh aula berkat sihir amplifikasi.
Luna harus menahan senyum saat melihat Kepala Akademi. Bukan karena pidatonya, tapi karena kepalanya yang botak benar-benar bersinar di bawah cahaya sihir, persis seperti ilustrasi di game. "Gila... Aku pikir itu hanya efek berlebihan untuk memperkuat penokohannya,"
"Kalian semua berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada putra seorang Duke, ada putri seorang Baron, dan ada juga anak-anak berbakat dari kalangan rakyat biasa yang hadir di sini berkat beasiswa. Tapi ingatlah, di dalam gerbang ini, gelar dan nama keluarga kalian tidak ada artinya. Yang ada hanyalah potensi kalian."
Luna membuka kipasnya, menyembunyikan senyum sinis. "Pembohong. Perbedaan status itu tetap ada. Bahkan jika gelar dan keluarga tidak ada artinya di sini, tapi para bangsawan punya sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh orang biasa, dan itu adalah uang saku. Begitulah game kikir ini memeras dompet player. Fitur topup uang saku."
Dekan melanjutkan, "Akademi ini didirikan oleh Kaisar Thalor Charcarion atas satu tujuan mulia: untuk membebaskan kalian, para generasi muda, dari belenggu tradisi dan ekspektasi keluarga. Di sini, kalian tidak akan dipaksa untuk perjodohan politik atau pernikahan dini. Di sini, kalian akan menemukan mimpimu sendiri!"
Pidato itu menjelaskan banyak hal tentang dunia ini. Sebuah dunia di mana anak muda bangsawan seringkali menjadi alat. Luna tidak bisa membantah untuk yang satu ini.
"Selama tiga tahun ke depan," kata Dekan, "kalian dibebaskan untuk mempelajari berbagai bidang yang sesuai dengan minat kalian. Ilmu pedang, ilmu sihir, strategi militer, hingga tata kelola wilayah. Gunakan waktu kalian di sini sebaik-baiknya, karena dari tempat inilah para pemimpin masa depan kekaisaran akan lahir!"
Setelah pidato panjang itu selesai, para siswa diberikan selebaran berisi denah kelas dan daftar dapartemen, mereka diminta untuk berbaris di taman belakang sekolah setelah selesai memilih dapartemen pilihan mereka.
Suasana menjadi sedikit kacau karena pidato Kepala Akademi soal kebebasan. Anak-anak bangsawan yang selalu dikekang pasti dilema antara menuntaskan kewajiban dari keluarga atau menempuh jalur baru yang ia secara pribadi impikan.
Luna menggunakan kesempatan ini untuk memindai kerumunan, mencari sosok berambut platinum, tapi ia tidak bisa menemukannya di antara lautan siswa.
Tiba-tiba ia melihat seorang gadis berambut lavender sebahu mendekati mereka.
Punggung Luna merinding.
"Ah, ini dia," batinnya, jantungnya berdebar bukan karena kaget, tapi karena antisipasi. "Cutscene perkenalan Valen dan Garam. Adegan ini... aku sudah melihatnya puluhan kali."
Luna, Valen, dan Garam. Mereka bertiga ditakdirkan untuk menjadi sahabat dekat Iselyn di masa depan.
Gadis berambut lavender itu, Valen Caelmyr, tampak cemas. Ia membuka mulutnya untuk berbicara kepada Garam.
"Permisi," kata Luna dalam hati, menyuarakan dialog game itu di kepalanya sepersekian detik sebelum Valen mengucapkannya.
"Permisi," sapa Valen dengan suara lembut. "...apakah kau melihat seorang gadis dengan rambut perak dan mata merah muda? Namanya Iselyn."
Garam, yang sedang mengamati barisan departemen kuliner, menoleh dengan tatapan bingung.
"Selanjutnya, respons Garam yang blak-blakan," pikir Luna. "...Siapa itu?"
"Ise... Apa? Siapa itu?" tanya Garam, nadanya datar. Hampir tidak peduli.
Valen tampak semakin khawatir. Ia mulai menjelaskan dengan cepat, tangannya sedikit meremas ujung seragamnya.
"Dia temanku," Luna melanjutkan skrip di kepalanya. "...dia orang yang sangat baik... mungkin terlalu baik untuk tempat seperti ini. Aku khawatir dia tersesat atau diganggu."
"Dia temanku," kata Valen, kata-katanya persis seperti yang Luna parodikan. "Dia baru pertama kali ke ibu kota, dan dia orang yang sangat baik... mungkin terlalu baik. Aku khawatir dia tersesat."