NovelToon NovelToon
Ketika Dunia Kita Berbeda

Ketika Dunia Kita Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:582
Nilai: 5
Nama Author: nangka123

Pertemuan Andre dan fanda terjadi tanpa di rencanakan,dia hati yang berbeda dunia perlahan saling mendekat.tapi semakin dekat, semakin banyak hal yang harus mereka hadapi.perbedaan, restu orang tua,dan rasa takut kehilangan.mampukah Andre dan fanda melewati ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nangka123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15: Kebahagiaan

Setelah ayahnya Fanda pergi, mereka berdua kembali masuk ke dalam ruangannya dan mulai membicarakan hal-hal tentang pernikahan mereka.

“Benar kamu cuma mau nikah di kantor agama aja? Kamu nggak nyesal?” tanya Andre sambil menatapnya lembut.

“Iya, Mas. Aku nggak mau membuat kamu merasa terbebani. Lebih baik kita adakan di kantor agama aja,” jawab Fanda sambil tersenyum.

“Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang pengertian,” ucap Andre, mengusap pelan kepala Fanda dengan penuh kasih.

“Ngomong-ngomong… kamu mau maharnya apa?”

“Seperangkat alat salat aja gimana?” jawab Fanda.

“Baiklah, kalau itu keinginanmu, Sayang.”

“Mas, teleponlah Ibu dan adikmu. Mereka harus tahu kabar bahagia ini secepatnya.”

Andre mengangguk. Dengan tangan sedikit bergetar, ia menarik ponselnya dan menekan nomor yang sangat akrab di hatinya, yaitu nomor ibunya di kampung.

Beberapa detik nada sambung terdengar sebelum suara yang sangat ia rindukan muncul di seberang.

“Halo… Andre? Nak, apa kabar? Tumben pagi-pagi telepon Ibu. Kamu nggak kerja?”

Andre menahan haru, suaranya bergetar. “Ibu… Alhamdulillah, Andre baik. Andre udah berhenti kerja di perusahaan itu.”

“Kenapa, Nak? Apa kamu bikin kesalahan? Bosnya galak, ya?”

“Enggak, Bu. Andre udah balik kerja di tempat lama, jadi sopirnya Mbak Fanda lagi.”

“Memangnya kalian udah baikan lagi?”

“Iya, Bu. Kami udah baikan.”

“Ibu, aku mau ngomong sesuatu.”

“Ya, ngomonglah, Nak.”

“Ibu… insyaAllah sebentar lagi Andre akan menikah.”

“Menikah? Dengan siapa? Dengan Mbak Fanda?” tanya ibunya setengah tak percaya.

“Iya, Bu. Dengan Mbak Fanda.”

“Nak… kita nggak punya uang, Nak. Pasti orang tuanya Mbak Fanda nggak mau kalau cuma nikah di kantor agama. Mereka pasti pengin pesta besar, dan kita nggak sanggup buat itu.”

“Ibu tenang aja. Mbak Fanda nggak mau dibuatkan pesta. Dia cuma pengin nikah sederhana, di kantor agama aja.”

“Benarkah?”

“Iya, Bu.”

Terdengar suara isak tangis bahagia di seberang.

“Alhamdulillah, Nak… Ibu nggak nyangka.”

Dari belakang terdengar suara adik perempuannya yang ikut heboh.

“Mas! Serius nih? Mas mau nikah? Sama Mbak Fanda?”

“Iya, Dik. Besok kalian harus segera ke Jakarta. Ayah Fanda ingin pernikahan kami dilangsungkan secepatnya. Katanya beliau akan segera kembali ke Eropa karena sudah lama meninggalkan pekerjaannya.

Mas nggak bisa tanpa kalian di sini.”

Adiknya bersorak kecil, suaranya terdengar jelas.

“Ya Allah, akhirnya, Mas! Baik, besok aku temenin Ibu ke Jakarta. Kita berangkat secepatnya!”

“Aku akan transfer uangnya, Bu, buat beli tiket.”

“Tidak perlu, Nak. Kebun baru aja panen, jadi Ibu masih ada uang.”

“Baiklah, Bu. Kalau begitu, Andre tunggu kedatangan Ibu dan Rani, ya.”

Telepon ditutup. Andre menatap layar ponselnya lama. Fanda menggenggam tangannya erat.

“Mas… mereka pasti bahagia banget dengar kabar ini.”

“Iya, Sayang. Suara mereka tadi terdengar bahagia banget.”

“Mas, setelah pulang kantor, kita ke butik, ya. Buat cari pakaian yang akan kita pakai nanti.”

“Iya, Sayang. Aku keluar sebentar, ya, mau duduk sama security, sekalian ngopi.”

Fanda memicingkan mata manja.

“Mas, di sini aja, temani aku,” ujarnya sambil meraih lengan Andre.

Andre tertawa kecil melihat sikap manja kekasihnya.

Di sisi lain, Pak Hendra baru saja pulang dari kantor. Jasnya masih rapi. Ia letakkan tas di meja, lalu melangkah ke ruang keluarga tempat istrinya Bu Rita, tengah membaca majalah.

“Sudah selesai urusan dengan andrenya, Mas?” tanya Bu Rani lembut.

Pak Hendra duduk di sampingnya, menarik napas dalam.

“Iya, tapi ada hal penting yang mau aku sampaikan.”

Nada suaranya membuat Bu Rani mengernyit.

“Ada apa? Kok serius sekali?”

“Aku sudah bicara dengan Andre di kantor tadi. Dia anak baik, bertanggung jawab, dan aku tahu dia sungguh mencintai Fanda. Aku pikir tidak ada alasan lagi untuk menunda. Aku ingin segera menikahkan Fanda dengan Andre.”

Mata Bu Rani terbelalak.

“Menikahkan? Mas sudah yakin dengan keputusan ini?”

“Tentu saja aku yakin. Aku kasihan kalau Fanda harus sendirian terus. Paling tidak, kalau dia sudah punya suami, ada yang menemani.”

Ia melanjutkan,

“Lagi pula, dia menolak dijodohkan dengan Stevan. Jadi, lebih baik kita turuti saja keinginannya untuk bersama dengan Andre.”

Bu Rani menghela napas pelan dan tersenyum.

“Baiklah, Mas… kalau itu memang keputusanmu.”

Sore itu, setelah urusan kantor selesai, mobil mereka melaju pelan menuju sebuah butik yang elegan di pusat kota. Jalanan masih ramai, tapi suasana di dalam mobil terasa penuh kehangatan.

Setelah beberapa saat, mobil yang dikendarai Andre berhenti di depan butik yang bercahaya lembut dari luar. Fanda menoleh sambil tersenyum tipis.

“Mas, aku ingin yang sederhana aja, ya. Jangan yang berlebihan.”

Andre mengangguk sambil menggenggam tangannya.

“Iya, Sayang. Yang penting kamu nyaman dan suka. Aku pengin lihat kamu bahagia.”

Mereka pun masuk ke dalam butik. Seorang karyawan menyambut ramah.

“Selamat sore, silakan Mbak, Mas. Ada yang bisa saya bantu?”

Fanda menjawab pelan,

“Saya sedang mencari gaun untuk acara akad nikah.”

Karyawan itu tersenyum.

“Wah, selamat ya, Mbak. Mari saya antar ke koleksi kami.”

Fanda mulai mencoba beberapa pilihan. Ada gaun putih polos dengan renda lembut, juga kebaya sederhana warna gading. Andre sesekali tersenyum melihat calon istrinya berputar di depan cermin.

“Mas, gimana? Bagusan yang ini atau yang tadi?” tanya Fanda, sedikit bingung.

Andre melangkah mendekat, menatapnya dalam balutan kebaya gading.

“Kalau menurutku, apa pun yang kamu pakai, kamu tetap cantik. Tapi yang ini pas banget sama kamu. Sederhana, tapi anggun.”

Fanda tersipu, pipinya memerah.

“Ah, Mas bisa aja…”

Setelah beberapa saat, Fanda akhirnya memilih kebaya gading itu dengan selendang tipis. Sementara itu, Andre memilih kemeja putih dengan jas abu-abu muda sederhana untuk acara akad nanti.

Ketika mereka keluar dari butik, udara sore menyambut dengan hangat. Fanda menggenggam tangan Andre erat.

“Mas, aku nggak percaya semua ini beneran terjadi. Aku takut kalau ini cuma mimpi.”

Andre berhenti, menatapnya serius. Ia mengusap lembut pipi calon istrinya.

“Ini bukan mimpi, Sayang. Aku janji, kali ini aku nggak akan ninggalin kamu lagi. Kita akan jalani semua bersama-sama.”

Fanda menunduk, menahan air mata haru yang hampir jatuh. Di kejauhan, matahari mulai tenggelam, Momen itu menjadi saksi bisu cinta mereka yang akhirnya dipersatukan kembali.

1
Nurqaireen Zayani
Menarik perhatian.
nangka123: trimakasih 🙏
total 1 replies
pine
Jangan berhenti menulis, thor! Suka banget sama style kamu!
nangka123: siap kak🙏
total 1 replies
Rena Ryuuguu
Ceritanya sangat menghibur, thor. Ayo terus berkarya!
nangka123: siap kakk,,🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!