Seorang mafia ayam 🐓
Renardo adalah seorang pria yang baru saja bekerja di perusahaan mafia yang aneh. sistemnya menggunakan ayam, jadi setiap pekerja punya rekan kerja ayam masing-masing untuk menjalankan tugas.
ayam-ayam bisa dilatih dan dilengkapi senjata. Para ayam juga bisa memakan obat tertentu untuk mendapat kekuatan.
Renardo yang saat itu hanya disuruh membawa ayam tanpa informasi tambahan membawa ayam jagonya yang berasal dari perternakan biasa bernama Kibo.
Akankah Renardo dan Kibo melakukan pekerjaan mereka dengan baik?
🥚 Peringatan Organisasi Ayam: Segala perdagangan obat-obatan ayam, undian ayam, atau pemerasan peternak dalam cerita ini hanya terjadi di dunia fiksi. Jika Anda mencoba di dunia nyata, Anda bukan mafia ayam… Anda hanya mencari masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perampokan di Bank
Mobil kami terparkir rapi di depan bank yang kami tuju beberapa menit kemudian.
"oke teman-teman, seugal-ugalan apapun kita, kita harus buat rencana dulu, gimana jadinya?" tanya Vin, kami masih berada di dalam mobil.
"begini saja. Vin, kamu jaga pintunya, Van buka berangkasnya, dan yang lain jaga orang-orang di delam banknya agar tidak mengganggunya." Bruno berkata.
Kami semua mengangguk setuju. Itu ide yang bagus.
"sebelum itu, kita semua pakai ini dulu." Van menyerahkan empat pasang sarung tangan dan memakaikan satu pasang sarung tangan ke dirinya sendiri.
Aku dan lain menerimanya lalu memakainya. Sarung tangan berwarna hitam polos dari kain, jadi cukup lentur dan nyaman.
Kami semua keluar dari mobil. Lalu berjalan ke arah bank, orang-orang juga mulai memperhatikan kami karena pakaian kami unik dan serasi.
"kalau begini kan jadinya malah cepat ketauan." bisikku ke Vin.
"disitu letak asiknya." jawab Vin sambil menyeringai.
Sebenarnya aku juga tidak masalah, asalkan tidak malah kena tangkap polisi lagi.
Sampai akhirnya Vin membukakan pintu. Kami semua masuk. Vin menutup pintu kacanya, berjaga.
"ini perampokan!" teriak Van.
Membuat para warga disini langsung panik. Mereka berkumpul di sudut dinding sisi kanan. Aku mencari Kibo, seharusnya dia di dekatku, tapi ternyata tidak. Dahiku mengerut, apa dia ketinggalan diluar? Tapi saat kulirik ke lapangan parkiran tidak ada.
"Aw! Aw! Singkirkan ayam menjengkelkan ini dariku." teriak salah satu petugas bank, membuatku meliriknya.
Ternyata yang mematuk-matuknya Kibo, petugas lain dengan cepat menangkap Kibo. Tapi sayangnya ayam Vin, Van, Bruno, dan Lola sudah tertarik ikut, jadi mereka semua maju, mematuk-matuk para petugas disana membuat kericuhan.
"bagus!" seru Lola.
"oke, sekarang giliran kita yang maju, Renardo, tolong aku." kata Van.
Aku mengangguk mendekatinya. Kami berdua mendekati para petugas itu. Lalu kami berdua mengikat tangan para petugas itu ke belakang dengan tali. Ada tiga petugas bank yang terikat.
"beritahu pada kami, apa kode berangkasnya?" tanya Van kepada salah satu petugas itu.
"tidak." jawab petugas itu.
"apa kodenya?" Van mengulang pertanyaannya.
"tidak akan kuberitahu." jawab petugas itu.
"oke... Baiklah kalau begitu, Bruno, lepas brangkasnya." kata Van sambil menunjuk dinding depan bagian kiri yang ada berangkas besinya.
"siap." Bruno dengan semangat mendekati pintu itu.
Lalu saat Bruno mulai menarik tuas putar dari brangkas itu. Pintunya langsung terlepas, engsel pintunya juga, membuat Bruno hampir tertimpanya karena pintu itu jatuh ke arahnya. Tapi Bruno sudah dengan cepat mundur.
Salah satu petugas bank tertawa. "kalian kira akan semudah itu?" katanya.
"oh... Pintar juga ternyata ya." kata Van ketika melihat ke dalam berangkas itu.
Ada lapisan lain lagi, kayu. Kalau dipakai bom atau senjata api jelas malah uang di dalamnya yang kebakar.
Bruno mencoba mendorong kayu itu, tapi tidak bisa. Lola, Van, dan aku juga ikut mendorongnya. Tapi tetap, kayu itu hanya bergerak sedikit.
"kalian pikir itu akan bekerja? Kayu itu tebal, juga bagian atas dan bawahnya tertanam ke dinding dan lantai seperti bentuk cengkraman, jika di dorong dia tidak akan hancur." kata petugas tadi sambil kembali tertawa.
"dan kamu pikir kami akan menyerah hanya karena itu?" Van menyeringai, mengeluarkan kapak dari tas ranselnya.
Lola dan Bruno juga mengeluarkan kapak dari tas ransel mereka.
"ini Ren, ambil aja." kata Bruno sambil memberiku satu kapak.
Aku mengangguk menerimanya, aku belum bawa alat seperti mereka walau punya ransel. Tapi setidaknya jika begini aku bisa ikut membantu.
Kami semua memotong kayunya dengan membentuk persegi empat. Kayunya cukup tebal, tapi masih bisa dipotong dengan cukup mudah.
"cih, sialan." gerutu salah satu petugas lalu kakinya menendang sebuah tombol di bawah sisi meja.
Kami semua tau itu tombol apa. Itu tombol darurat untuk memanggil polisi.
"bagaimana ini?" tanyaku sambil terus memotong kayunya.
"tidak masalah, kita akan urus nanti, fokus ke tujuan kita dulu." jawab Van.
Aku mengangguk.
Kami lanjut memotong kayu itu. Sampai akhirnya berbentuk perseginya tembus ke sisi lain.
Sirine mobil polisi terdengar dari kejauhan. Pas sekali saat kami semua sudah memotong kayunya.
"cepat." seru Van.
Aku dan yang lain mengangguk. Kami semua mendorong kayu yang terpotong itu sampai akhirnya bisa masuk ke dalam brangkasnya
"ambil uang 1 miliar, jangan kurang maupun lebih." kata Lola.
Aku dan yang lain mengangguk, kami semua mendekat ke salah satu tumpukan uang Rp.100.000.
Setiap uang Rp. 100.000 disini sudah diikat menjadi Rp. 10.000.000 per ikatan. Jadi masing-masing dari kami berempat mengambil 25 ikatan uang.
"semuanya! Polisi datang!" seru Vin.
Aku dan yang lain langsung keluar dari berangkas, menyimpan kapak masing-masing.
"Maju!" Van berseru, mendobrak pintu.
Lalu Van mengambil sebuah bom di saku ranselnya dengan cepat, lalu melemparkannya ke bagian tengah parkiran bank.
Itu bukan bom api, itu bom pelontar, semua yang di sekitarnya akan terdorong menjauh. Seperti polisi yang barusan hendak menangkap Van, terdorong.
Ada polisi yang jatuh ke permukaan parkiran, ada yang terlontar menghantam mobil polisinya.
Aku, Bruno, Lola, dan Vin ikut bergabung ke dekat Van. Ayam-ayam kami juga ikut bergabung termasuk Kibo.
Tapi masalahnya jelas belum selesai, mobil kami diangkut oleh sebuah truk derek polisi. Kami tidak akan bisa lari tanpa itu.
"bagaimana ini?" tanyaku.
"kita bisa bertarung dengan para polisi ini sampai dapat kendaraan baru. Jelas kita tidak bisa kabur hanya dengan berlari." jawab Vin.
Aku mengangguk.
Para polisi tadi mulai bangkit, mengitari bagian depan kami, membarikade jalan kami. Ujung barikade itu adalah di kaca depan bank.
Ada sekitar lima belas polisi yang membarikade kami. Itu jumlah yang lumayan banyak, tapi belum cukup banyak untuk membarikade kami semua dengan sempurna. Jalan yang dibarikade mereka masih punya sela untuk kami terobos.
"kalian semua menyerahlah! Kami akan tangkap kalian baik-baik jika kalian menyerahkan diri." kata salah satu polisi di tengah barikade itu dengan menggunakan speaker.
"jangan harap!" jawab Van sambil menyeringai.
"baiklah, kalian yang memaksa. Semuanya, tangkap paksa mereka!" seru polisi tadi.
Para anggotanya langsung maju ke arah kami. Pertempuran dimulai. Kali ini kami tidak memakai bom lagi, karena tidak ada gunanya, kami juga belum tau harus lari kemana.
adu tinju dan tendangan terjadi. Para polisi dengan cepat mengambil arah belakang kami agar bisa memborgol kami dengan cepat.
Seperti saat ada polisi yang datang kearahku dari samping, dia pindah ke belakangku. Aku langsung balik badan, dia hendak memukulku tapi aku tahan.
Para ayam juga ikut membantu, mereka mematuk-matuk beberapa petugas polisi.
Pertempuran ini sepertinya akan berlangsung cukup lama. Karena kami belum punya cara untuk kabur, sepertinya kami baru akan memikirkannya ketika para polisi ini sudah mundur.