[BIJAK LAH DALAM MEMBACA] yang menceritakan tentang Jian yu seorang pekerja biasa Dengan gaji yang pas-pasan , dan saat dia pulang dia malah dihadang oleh sekelompok preman yg mabuk dan membentak nya untuk menyerahkan uang nya ,Jian yu yang tidak bisa melawan pun lari bukan Karena takut tapi Karena di sendirian dan mereka bertiga, mau tidak mau tidak ia harus melarikan diri tapi, pelarian nya itu sia sia Karena salah satu preman berhasil memukul nya dan membuat nya jatuh dan setelah itu dia di buang oleh Meraka , dan saat Jian yu membuka matanya kembali dia sudah tidak berada di bumi kagak melainkan berada di dunia yg tidak dia kenal dan mendapatkan sistem terkuat yg akan merubah hidup nya kedepan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAUZAL LAZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
Jian Yu masih berdiri di tengah hutan yang sepi ketika panel sistem tiba-tiba muncul dan memberi tahu bahwa misi tersembunyi telah selesai.
Jian Yu langsung diam dan bengong. “Perasaan tadi tidak ada misi tersembunyi,” gumam Jian Yu, namun panel sistem kembali muncul di hadapannya.
[“Selamat, karena tuan telah berhasil menyelesaikan misi tersembunyi, maka diberi hadiah berupa:
1 Pil Terobosan tingkat menengah,
5 Pil Penyembuhan tingkat menengah,
dan satu artefak Cincin Ruang Tanpa Batas yang langsung terhubung dengan inventori sistem. Cincin ini akan memudahkan tuan mengambil barang di depan umum tanpa menimbulkan kecurigaan siapa pun yang melihatnya.”]
Jian Yu pun langsung tersenyum dan mengambil cincin ruang yang ada di inventori sistem, lalu memakainya di jarinya. “Lumayan juga, ada misi tersembunyi seperti ini,” ucapnya puas.
Ketika hendak meninggalkan hutan, ia tiba-tiba teringat pada mayat Ling Dong dan lima mayat lainnya. Jian Yu mengangkat tangannya, menyalakan Api Surgawi miliknya, lalu membakar mereka. Sempat ia berpikir untuk menggunakan api biasa, tapi itu akan memakan waktu terlalu lama. Dengan Api Surgawi, dalam sekejap mayat-mayat itu langsung berubah menjadi abu dan lenyap tertiup angin.
Setelah selesai, Jian Yu segera meninggalkan hutan dan kembali menuju kota Tianlong. Saat ia sampai di gerbang kota, matahari sudah terbit. Perutnya yang kosong membuatnya memutuskan untuk mencari makanan.
Udara pagi di kota Tianlong masih dipenuhi aroma hangat dari roti panggang dan sup daging yang dijajakan pedagang kaki lima. Jalanan mulai ramai, para kuli pelabuhan berangkat bekerja, ibu-ibu membuka lapak sayuran, dan sekelompok anak kecil berlarian sambil membawa layangan bambu kecil. Jian Yu berjalan perlahan sambil menutup mulutnya yang menguap. Matanya agak merah karena semalaman tidak tidur, namun langkahnya tetap ringan.
“Perut dulu, baru urusan lain,” gumamnya.
Ia menemukan sebuah kedai sederhana di tepi jalan, terbuat dari kayu dengan atap genteng merah yang sudah sedikit kusam. Aroma kuah kaldu yang kental membuat perutnya langsung berbunyi. Seorang pria paruh baya berkepala plontos menyambutnya dengan ramah.
“Silakan duduk, tuan muda. Mau pesan apa?” tanyanya sambil tersenyum.
“Semangkuk mie kuah dan teh hangat,” jawab Jian Yu singkat.
Pelayan itu segera berlari ke dapur, meninggalkannya sendirian di meja kayu. Jian Yu meraba cincin ruang di jarinya, benda baru yang ia dapat dari sistem. Kini ia bisa menyimpan dan mengeluarkan barang tanpa takut dicurigai orang lain. Senyum tipis pun muncul di wajahnya.
Tak lama kemudian, semangkuk mie kuah panas dengan irisan daging asap dan sayuran hijau diletakkan di hadapannya. Uapnya mengepul, aroma gurihnya menusuk hidung. Jian Yu langsung melahap tanpa basa-basi.
“Hah… akhirnya makanan normal,” gumamnya puas.
Namun ketenangan itu terusik oleh suara gaduh di luar kedai. Seorang pemuda berpakaian mahal berwarna biru laut mendorong seorang penjual sayur hingga jatuh. Keranjang sayurnya tumpah berantakan.
“Berani sekali kau berjualan di jalanku! Semua lapak di sini sudah diatur keluarga Ming. Kalau tidak bayar upeti, jangan harap bisa jualan!” bentaknya.
Penjual sayur itu memohon, “Tuan muda, aku hanya rakyat miskin. Kalau bayar lagi, keluargaku tak bisa makan…”
“Diam!” Pemuda itu menghunus cambuk kulit dari pinggangnya. “Kalau bukan karena ayahku, kau sudah mati kelaparan sejak lama!”
Orang-orang di kedai menunduk, pura-pura tidak melihat. Nama keluarga Ming memang terkenal. Walau hanya bangsawan kecil, mereka punya banyak pengikut bayaran.
Jian Yu meletakkan sumpitnya. Matanya menatap lurus. “Hei, kalau mau jadi bajingan, jangan di depan orang yang sedang makan. Selera makan bisa hilang.”
Kedai seketika sunyi. Pemuda berbaju biru menoleh, matanya marah. “Siapa kau berani bicara begitu padaku?”
“Orang yang ingin sarapan tenang,” jawab Jian Yu santai sambil meneguk teh.
Pemuda itu menghampiri, cambuknya diayunkan ke arah wajah Jian Yu. Cambuk melesat seperti ular. Namun Jian Yu berdiri, mengangkat tangan, dan mencengkeram cambuk itu dengan satu gerakan ringan. Tarikannya membuat pemuda itu hampir jatuh tersungkur.
“Lepaskan! Berani sekali kau menyentuhku! Aku Ming Zhan, putra kedua keluarga Ming!”
“Tidak peduli kau anak siapa. Kalau mau memukul orang, lakukan di tempat lain,” jawab Jian Yu dingin.
Ming Zhan menghunus belati pendek, mencoba menusuk perut Jian Yu. Namun dengan Langkah Bayangan Angin, Jian Yu bergerak cepat menghindar. Ia membalas dengan telapak tangan ke dada Ming Zhan.
Booom!
Tubuh Ming Zhan terpental, menabrak meja hingga pecah berserakan.
Orang-orang panik, segera berhamburan keluar.
Ming Zhan bangkit, darah mengalir dari bibirnya. “Bajingan! Berani sekali kau melawan keluarga Ming! Kau akan menyesal!” teriaknya, lalu kabur terhuyung keluar kedai.
Jian Yu hanya kembali duduk dan melanjutkan mie-nya yang sudah setengah dingin.
Pemilik kedai mendekat dengan wajah khawatir. “Tuan muda… kau tidak seharusnya melawan keluarga Ming. Mereka sering membuat onar, tapi punya backing kuat.”
“Kalau semua orang diam saja, mereka akan semakin menjadi-jadi,” jawab Jian Yu. Ia menaruh beberapa koin perak di meja. “Untuk makanannya.”
Sebelum pergi, ia menepuk bahu penjual sayur. “Lain kali kalau diperas lagi, lawan. Kalau tidak bisa, setidaknya jangan biarkan dirimu diinjak.”
Penjual sayur itu menunduk, matanya berkaca-kaca. “Terima kasih, tuan muda…”
Jian Yu keluar dari kedai. Udara pagi terasa segar. Namun ia tahu, tindakannya tadi pasti menimbulkan masalah baru.
Panel sistem muncul.
[“Tuan, karena telah menegakkan keadilan, hadiah login hari ini ditingkatkan. Hadiah: 1 Pil Penguatan Tubuh tingkat menengah dan 50 poin pengalaman.”]
Jian Yu tersenyum tipis. “Sepertinya sarapan pagi ini tidak sia-sia.”
Ia pun melangkah menuju jalan utama kota Tianlong. Namun pikirannya sudah memutuskan: pergi ke hutan timur, yang terkenal dengan nama Hutan Kematian.
Menurut warga, siapa pun yang masuk ke hutan itu tidak pernah keluar lagi. Hilang tanpa jejak, bahkan ada yang mengatakan iblis tinggal di dalamnya. Meski berbahaya, Jian Yu sudah bulat tekad. “Mungkin ada sesuatu yang menarik di sana,” pikirnya.
Orang-orang yang melihatnya berjalan ke arah timur terkejut.
“Dia gila atau apa? Mau masuk ke Hutan Kematian?” bisik salah satu warga.
“Entahlah, tapi tujuannya jelas ke sana,” sahut yang lain.
“Dia pasti tidak akan kembali dengan selamat…”
Mereka hanya bisa menghela napas melihat Jian Yu menjauh.
Sekarang Jian Yu sudah berada di luar gerbang kota, melanjutkan perjalanan ke arah Hutan Kematian.
Panel sistem kembali muncul.
[“Misi baru: Jelajahi Hutan Kematian dan buktikan rumor tentang orang-orang yang menghilang secara misterius.
Hadiah jika misi selesai: kenaikan 2 ranah kultivasi dan Teknik Ruang-Waktu, yang bisa mengendalikan waktu dan cuaca dalam area luas tanpa batas.”]
Jian Yu membaca itu dengan semangat. “Mantap! Hadiah sebesar ini… aku harus cepat masuk!”
Ia mempercepat langkahnya, memasuki jalan menuju Hutan Kematian.