Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbalik Arah
Kenzo masih terpaku di tempat duduknya, matanya menatap kosong ke arah pintu kantin yang baru saja dilewati Azzura dan Sania. Egonya tak bisa menerima bahwa seorang gadis baru, yang bahkan menolaknya mentah-mentah, berani bicara seperti itu di depan umum.
Reno duduk dengan kesal, bibirnya manyun tak suka. “Sombong banget sih itu cewek.”
Bobby mengangguk cepat. “Padahal juga gak secantik itu.”
Tiba-tiba, Johan sahabat Kenzo yang dari tadi diam membelalak pelan sambil menatap layar ponselnya.
“Eh … Eh, tunggu!” serunya pelan, tapi cukup memecah percakapan.
Mereka semua menoleh.
“Ada apa?” tanya Kenzo dengan nada kesal.
Johan menunjuk layar ponselnya. “Ini ... gue lagi scroll Instagram-nya Sania, terus ... coba lihat deh ini.”
Dia menyodorkan layar ponsel ke arah Kenzo dan yang lainnya.
Tertampang jelas sebuah foto yang baru diunggah beberapa jam lalu. Sania dan Azzura berfoto bersama di depan butik, tertawa lepas dengan senyum menawan. Yang paling mengejutkan adalah caption yang tertulis:
"Shopping bareng sepupu cantikku yang udah di-makeover 💚✨"
Kenzo menegang.
Boby yang ikut menengok, langsung menepuk jidatnya. “Ya ampun ... itu Azzura?!”
Reno menutup mulutnya dengan tangan, tak percaya. “Tunggu ... yang barusan itu ... Azzura si cupu? Azzura si kutu buku?!”
Bobby menatap layar dengan mata membelalak. “Kok bisa secantik itu sekarang?!”
Kenzo menggeleng keras. “Enggak, enggak mungkin! Itu bukan Azzura!”
“Lo bisa lihat sendiri,” kata Johan pelan. “Dari bentuk wajahnya, bentuk senyumnya. Itu dia, bro. Dia cuma gak pakai kacamata dan baju cupu kayak biasanya. Plus matanya gak berwarna hitam tapi hijau.”
Wajah Kenzo memucat. Seluruh kenangan tentang Azzura berkelebat dalam pikirannya, bagaimana Azzura selalu mengerjakan tugasnya, memberikan bekal, membawa tas, bahkan uang jajannya.
Dan kini—gadis itu berdiri jauh lebih tinggi dari yang pernah dia bayangkan.
“Gak mungkin ....” gumamnya lirih.
Boby melipat tangan di dada dan menatap Kenzo dengan sinis. “Lo ngerasa udah menangin permainan, ternyata lo yang paling tolol, bro.”
Rica yang baru saja tiba bersama kedua temannya juga terkejut mendengar percakapan para pria itu.
Rica berdiri dengan gusar. “Dia cuma bohong! Dia pasti operasi plastik!” serunya langsung karena merasa tak terima.
Mona menyikutnya. “Sadar diri, Rica. Bahkan operasi plastik gak bisa bikin aura orang berubah kayak gitu.”
Rica menatap tajam sahabatnya. "Apa yang gak mungkin."
Johan lalu menyahut. "Ya, gak mungkin. Mana ada, oplas dalam sehari. Minimal 6 bulan bukan?"
Kenzo menggertakkan giginya. Untuk pertama kalinya, hatinya bergetar bukan karena amarah tapi rasa kehilangan akan sesuatu yang dulu dia abaikan.
"Anj*r ternyata dia secantik itu kalau di-makeover," celetuk Bobby semakin membuat hati Kenzo semakin panas.
***
Kelas Kenzo sedang kosong. Beberapa mahasiswa terlihat duduk santai, ada yang bermain ponsel, ada pula yang bercanda satu sama lain. Namun di bangku paling belakang, seorang pemuda berambut klimis duduk melamun sambil menatap kosong ke arah luar jendela.
Bahkan sang kekasih di dekatnya yang sedang berceloteh panjang lebar tidak didengarnya.
Kenzo.
Pikiran pemuda itu tidak berada di kelas. Pikirannya sedang berputar liar, memutar kembali adegan di kantin tadi siang. Tatapan dingin Azzura, cara bicara gadis itu yang cuek, serta penampilannya membuat jantungnya berdetak tak menentu.
“Azzura ... secantik itu sekarang, kenapa aku gak sadar dia emang dari dulu udah cantik?” gumamnya lirih tanpa sadar.
“Kenzo!”
Suara melengking itu membuat Kenzo terkejut. Tapi bukan suaranya yang membuatnya berkedip pelan, melainkan tangan Rica yang kini mengguncang bahunya dengan kesal.
Kenzo mengerjap. “Hah?”
Rica menatapnya tajam. Wajah cantiknya kini merah padam karena emosi. “Dari tadi aku ngomong, kamu denger gak sih?!”
Kenzo mengerutkan kening, bingung. “Kamu bilang apa tadi, sayang?”
Nada suaranya sedikit gugup, berusaha meredakan amarah Rica. Tapi yang ditanya justru semakin naik darah.
“Kok kamu melamun terus, hah?! Kamu mikirin siapa?” serangnya. “Apa Azzura tadi? Iya, kan?!”
Telunjuk Rica mengarah tepat ke dada Kenzo. Nada suaranya tinggi, penuh kecurigaan dan amarah.
Kenzo langsung mengangkat tangan, gelagapan. “Enggak, sayang … sumpah, aku gak mikirin dia kok.”
“Tapi tadi kamu bengong setelah dia pergi. Terus sekarang juga kamu diem aja,” bentak Rica, cemberut. “Aku gak suka kamu kayak gini, Kenzo!”
Kenzo menarik napas panjang dan mengusap wajahnya. “Rica, please ... jangan ribut di kelas.”
Namun, Rica sudah terlanjur terbakar api cemburu. Apalagi sejak Azzura muncul dengan penampilan barunya, banyak mahasiswa yang mulai memperbincangkan kecantikannya. Bahkan beberapa junior laki-laki terlihat terang-terangan mencari tahu tentang gadis itu.
Dalam hati Rica bergemuruh.
Tidak. Aku gak akan biarkan Azzura merebut segalanya dariku. Gelar primadona kampus ini, popularitas, bahkan Kenzo...
Mata Rica mengerjap licik. Ia akan pastikan gadis itu tak akan bersinar lebih lama.
****
Langit sore mulai berubah jingga ketika para mahasiswa Asteria satu per satu meninggalkan area kampus. Angin sejuk menerpa pepohonan di tepi gerbang utama, membuat dedaunan bergoyang pelan.
Di depan gerbang, seorang pria berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Kenzo. Ia tampak gelisah, menoleh ke kanan dan kiri, seolah mencari seseorang.
Baru saja ia mengantar Rica pulang ke mansionnya, tapi pikirannya masih tertinggal di kampus. Lebih tepatnya pada gadis yang wajahnya kini selalu hadir di benaknya, Azzura. Makanya Kenzo kembali ke kampus dengan tujuan bertemu dengan Azzura.
Dan seperti yang ia harapkan, tak lama kemudian muncul dua gadis dari arah gedung utama. Azzura dan Sania.
Azzura tertawa kecil mendengar celetukan Sania tentang dosen yang salah masuk kelas, namun tawanya langsung lenyap begitu langkahnya terhenti karena seorang pria berdiri tepat di hadapannya.
Kenzo.
Dengan senyum yang dibuat se-cool mungkin, Kenzo menyapa, “Azzura, kamu udah mau pulang ya?”
Sania mengerutkan alisnya.
“Yuk, bareng aku aja,” lanjut Kenzo sambil sedikit menyender di dinding gerbang, ekspresinya percaya diri, seolah itu tawaran yang tak mungkin ditolak.
Azzura hanya berdiri diam beberapa detik, menatap pria di depannya dengan sorot mata datar. Tidak ada binar kagum. Tidak ada gejolak. Tidak seperti dulu.
Sania, di sisi lain, menahan muntah dengan menatap Kenzo dari atas sampai bawah. “Wow ... luar biasa cepat ya perubahan sikapmu,” gumamnya sinis.
Kenzo berpura-pura tidak mendengar dan tetap menatap Azzura, menunggu jawaban.
Azzura akhirnya membuka mulut, dengan suara yang tenang namun dingin, “Gak usah. Aku pulang sama Sania.”
Kenzo sempat tersenyum kaku. “Gak apa-apa, aku bisa anter kalian berdua.”
Azzura menggeleng. “Aku lebih nyaman jalan kaki bareng sepupuku.”
“Zura ....” Kenzo mulai melunak, wajahnya tampak bingung, seperti tidak terbiasa ditolak.
Azzura menatapnya lurus, senyumnya tipis, tapi bukan senyum yang ramah. “Kamu lupa ya? Aku bukan pelayan kamu lagi, Kenzo. Jadi, tolong jangan sok akrab.”
Setelah mengatakan itu, Azzura menggandeng tangan Sania dan berjalan pergi tanpa menoleh sedikit pun.
Kenzo masih berdiri di tempat, tubuhnya membeku. Untuk pertama kalinya, kata-kata seseorang mampu menamparnya lebih keras dari apa pun.
Sania sempat melirik ke belakang, lalu terkekeh kecil. “Dulu dia cuek kamu abaikan. Sekarang kamu kejar, dia bahkan gak peduli. Karma yang manis, ya?”
Kenzo hanya menunduk. Matanya mengikuti punggung Azzura yang semakin menjauh, terasa semakin sulit digapai. Kenzo harus menahan malu karena beberapa mahasiswa melihatnya ditolak.
"Sialan kau Azzura!" desis Kenzo.
kenzo aja aneh g nagaca kan hadeh munafik bget deh si kenzo ini
dia baik tp baik sm siap.dlu
lah ini apaaaaa
zanaya sm penduduk kecil baik g pelit kasih modal usaha dan pelatihan
lah manusia jmn skrg yg ada iri dengki dan tamak
bukan nya tau tata krama tp mlh ngelunjak
yaa nikmati aja cara mu didik anak wkwkwk mampus kau slh cari lawan
nahh blm tau azura aja sok2an loe.