Bismillah karya baru FB Tupar Nasir
WA 089520229628
Sekuel dari Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten
Kapten Excel belum move on dari mantan istrinya. Dia ingin mencari sosok seperti Elyana. Namun, pertemuan dengan seorang perempuan muda yang menyebabkan anaknya celaka mengubah segalanya. Akankah Kapten Excel Damara akan jatuh cinta kembali pada seorang perempuan?
Jangan lupa ikuti kisahnya, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Zinni Takut Gelap
Deru nafas Excel sudah tidak beraturan, ketika tubuh Zinni benar-benar menempel memeluknya. "Tubuh kamu ini, kenapa nempel begini? Kita nggak bisa jalan dong." Excel protes, dia kesel plus takut hawa nafsunya terpancing. Maklum sudah mau dua tahun dirinya menjadi duda.
"Hiks, hiks, hiks, maafin saya, Pak. Saya sangat takut dengan gelap," ujar Zinni terisak sembari perlahan mengurai pelukan di tubuh Excel.
Tapi Zinni tidak melepaskan pegangannya di tangan Excel, dia mencengkram dengan kuat tangan duda tampan bertubuh atletis itu.
"Lagian ngapain sih kamu panik begitu? Bikin celaka saja," dumel Excel sembari berjalan menuju sofa ruang tamu diterangi sisa sorot senter Hp nya.
"Duduklah di sini. Saya tidak akan ke mana-mana," ucap Excel. Zinni patuh, tapi tetap saja tangannya tidak melepaskan Excel.
"Ya ampun, ini kenapa lampunya mati? Apa tiang listriknya ada yang kena petir? Gawat, bisa semalaman mati lampu kalau gini," dumel Excel, sembari mencoba menghubungi PLN.
"Selamat malam, Pak. Saat ini di komplek Amandamai, terjadi mati lampu, apa karena petir tadi?" Excel mencoba menghubungi pihak PLN.
"Selamat malam juga, Pak. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Betul sekali Bapak, tiang listrik di gardu delapan dan sembilan atau di komplek Amandamai dan Sejahtera, kena dampak sambaran petir, sehingga menyebabkan listrik mati total. Kemungkinan sampai besok siang," jawab petugas PLN.
"Haduhhh. Oh, iya, Pak. Terimakasih atas informasinya, semoga pihak PLN bisa segera mengatasi masalah listrik mati ini," balas Excel sembari menutup sambungan telpon. Bersamaan dengan itu Hpnya mati karena habis batre.
"Ya ampun, mati. Aku harus cari lilin. Bi Ocoh nyimpan lilin di mana lagi?" gerutu Excel sembari bangkit.
"Pak, Bapak mau ke mana?" tahan Zinni risau sembari memegangi lengan Excel.
"Ya ampun Zinni, tunggu di sini, saya mau cari lilin ke dapur. Biasanya Bi Ocoh menyimpan lilin di laci rak yang ada di dapur. Tetaplah di sini. Kalau kamu takut, kamu tinggal baca ayat kursi saja. Kamu suka sholat, bukan?" sentak Excel. Tanpa Excel sadari sentakannya membuat Zinni sedih.
Dengan terpaksa, Zinni membiarkan Excel melangkah pergi menuju dapur, sementara Zinni tetap di sofa ruang tamu dengan perasaan takut karena gelap. Tubuh Zinni mulai gemetar, dia memang trauma dengan kegelapan.
Zinni mengenang kembali saat ibunya meninggal dua tahun lalu. Saat itu mati lampu, ketika ibunya melangkah meraba-raba tembok, tiba-tiba kakinya kepleset dan jatuh sampai nyawanya tidak tertolong.
Setelah ibunya Zinni meninggal, enam bulan kemudian bapaknya Zinni menyusul. Pak Zainal meninggal karena sakit sesak yang tiba-tiba menyerang, dan tidak keburu dilarikan ke rumah sakit. Nasib baik, lima bulan sebelum meninggal, Pak Zainal tiba-tiba saja mengalihkan kepemilikan sertifikat tanah atas nama Zinni sang anak, sehingga ketika Pak Zainal meninggal, Zinni sudah memegang sertifikat itu.
"Bapak, ibu, Zinni kangen kalian," isaknya sambil menyebut-nyebut kedua orang tuanya yang sudah tidak ada.
Sementara itu, Excel masih mencari lilin di dapur. Senter di Hpnya sebentar lagi juga sepertinya akan mati, karena batrenya sudah sangat rendah.
"Ya ampun, di mana Bi Ocoh menyimpan lilin itu? Laci rak ini tidak ada. Duhhh, gelap begini. Mana si Zinni penakut lagi," gerutu Excel kesal dengan lilin yang masih belum ia temukan.
Setelah ngubek-ngubek laci rak dan kitchen set, Excel menyerah. Dia kesal sekaligus bingung. Sejenak Excel berdiri menghela nafas dalam.
"Ampun, di mana lilin itu? Kalau aku menghubungi Bi Ocoh, bisa-bisa batre Hp ini habis dan kosong. Sialan," rutuknya benar-benar kesal.
Excel membalikkan badan, lalu menghampiri kulkas, dia meraih minuman dingin di sana, karena rasa haus, tiba-tiba saja menjalar.
"Glegek glegek." Suara air dingin memasuki tenggorokan terdengar. Excel benar-benar kehausan, lalu dia masukkan kembali minuman itu ke dalam kulkas.
"Lho, di sini rupanya kamu lilin, aku sudah kesal mencarimu di laci rak, di kitchen set, tahunya di atas kulkas. Kenapa juga kamu tidak ngomong?" Excel ngumpat-ngumpat lilin yang ternyata berada di atas kulkas. Padahal dari tadi Excel cuma melewati kulkas itu.
Excel buru-buru menyalakan satu lilin, lalu ia letakkan di tengah-tengah meja makan, tidak lupa bawahnya dialasi piring seng, sehingga lelehan lilin itu tumpahnya pada piring seng tersebut.
Setelah dapur diterangi oleh cahaya lilin, Excel bergegas menuju ruang tamu. Dia teringat Zinni yang masih di sana ketakutan.
"Zinni, kamu masih di sana?" Excel mencari sosok Zinni. Zinni menutupi kepalanya dengan bantal karena takut.
Ruang tamu itu seketika terang dengan cahaya lilin. Lumayan untuk penerangan sampai besok pagi.
"Zinni, kamu kenapa? Ini sudah terang tidak gelap lagi. Sekarang sebaiknya kamu pergi tidur dan bawa lilin ini ke kamar kamu. Pasang di dalam kamar, tapi alasi dengan piring seng ini. Awas, pasangnya di tempat yang tidak bisa menjangkau kain apapun termasuk gorden," urai Excel.
Zinni bukan senang mendengar kamarnya bisa terang kembali karena lilin. Sesungguhnya dia tidak berani tidur dalam keadaan temaram cahaya lilin. Tetap saja dia takut dan tidak berani.
"Iya, Pak," jawab Zinni seraya meraih lilin dan piring seng pemberian Excel.
"Ya sudah, sekarang kamu pergi ke kamar, dan istirahat," titah Excel.
Zinni mulai melangkah perlahan sembari memegang lilin dan piring panci.
"Ya ampun, tega banget Pak Excel membiarkan aku tidur di kamar dalam keadaan seperti ini. Meskipun ada cahaya lilin, aku lebih memilih lampu kamar mati, tapi ruangan lain terang. Tapi, bukan lilin," gumamnya dalam hati, menolak lilin di dalam kamarnya ketika tidur.
"Kenapa kamu malah berdiri di situ?" heran Excel.
"Sa~saya takut, Pak. Itu ada bayangan yang ikut berjalan mengiringi saya," ujar Zinni soak, karena ia melihat bayangan yang ikut.
Excel geleng kepala, Zinni memang benar-benar penakut. Bayangan yang ikut itu nyatanya bayangannya sendiri.
"Ya ampun Zinni, lihat itu! Itu adalah bayangan tubuh kamu sendiri. Kamu ini penakut, ya?"
"Tidak, Pak. Saya tidak mau tidur di kamar saya dengan cahaya lilin. Saya takutttt."
"Ck, kamu ini takut hantu. Di sini mana ada hantu. Tiap malam Jumat, Bi Ocoh dan suaminya rajin baca surat Al-Kahfi dan Yaasin. Hantu mana betah kalau dengar orang baca Al-Quran."
"Tapi, saya takut," ringis Zinni sembari berlari menuju Excel dan kembali memegang lengannya.
"Lalu mau kamu apa?" Zinni tidak menjawab, dia bingung harus jawab apa. Dia bisa tidur dan tidak takut lagi, asal ada yang menemani. Tapi siapa? Andai ada Bi Ocoh, Zinni pasti akan memilih ditemani Bi Ocoh.
"Baiklah, kamu ikut saya," ujar Excel seraya menarik lengan Zinni ke atas menuju kamarnya.
kawal si exel sm zinni sampai ke pelaminan