Sebagai seorang putra mahkota Kekaisaran Tang, sudah selayaknya Tang Xie Fu meneruskan estafet kepemimpinan dari ibunya, Ratu Tang Xie Juan.
Namun takdir tidak berpihak kepadanya. Pada hari ulang tahun dan penobatannya sebagai seorang kaisar, terjadi kudeta yang dipimpin oleh seorang jenderal istana. Keluarga besarnya tewas, ibunya dieksekusi mati, dan kultivasinya dihancurkan.
Dengan cara apa Tang Xie Fu membalaskan dendamnya?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muzu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama di Penginapan
“Apa tujuan kedatanganmu untuk memasuki portal Gerbang Naga Utara?” tanya pria yang di pakaiannya tercetak gambar phoenix api. “Sampah tak tahu diri!” imbuhnya geram.
Xie Fu hanya tersenyum menanggapinya.
“Sombong sekali sampah ini,” kata salah satu murid senior dengan nada mengancam. “Bagaimana kalau kita pukuli saja sampah tak tahu diri ini?”
“Ha-ha-ha! Sampah teriak sampah,” kelakar seorang pemuda yang duduk di pojokan.
Sontak saja semua mata langsung melirik ke arah si pemuda. Mereka terlihat begitu geram, tetapi setelah mengetahui siapa sosok pemuda itu, nyali mereka menciut. Tidak ada yang berani bertindak.
“Sampah-sampah dari sekte wilayah barat hanya berani merundung pemuda tanpa kultivasi. Dasar sampah!” ejeknya. Dari pakaiannya terlihat ia merupakan seorang kultivator yang berasal dari sekte Mo Lang, salah satu sekte sesat yang paling diwaspadai oleh semua sekte lurus di wilayah barat.
Seketika udara di ruangan berubah tegang. Aura spiritual mulai berkumpul di sudut-sudut ruangan. Sebagian besar dari mereka memilih mundur agar tidak berurusan dengan si pemuda dari sekte Mo Lang itu. Dan di antara para murid sekte, terdapat beberapa tetua yang hanya melirik tanpa berusaha mencampuri urusan para murid.
Salah satu murid sekte mengacungkan jarinya ke wajah Xie Fu. “Hari ini kau beruntung bisa lolos dari kematian, tetapi nanti …,” ancamnya lalu kembali ke barisan.
Setelah semua orang yang mengurungnya membubarkan diri, Xie Fu menangkupkan kedua tangan seraya mengangguk ke arah pemuda sekte Mo Lang sebagai bentuk terima kasih. Namun, yang dilakukannya hanya ditanggapi sinis oleh si pemuda. Xie Fu tak ambil pusing. Ia melanjutkan langkahnya menghampiri seorang pelayan.
"Apa masih ada kamar kosong untukku?" tanya Xie Fu dengan tenang.
Si pelayan penginapan—seorang pria berusia setengah baya dengan rambut diikat seadanya—mengangguk kecil, tetapi tatapannya menunjukkan keraguan. "Ada, Tuan Muda ... tetapi harganya tinggi. Banyak tamu dari sekte-sekte besar yang telah memesan sejak jauh hari," jawabnya menjelaskan.
Xie Fu hanya tersenyum tipis. "Tak masalah. Sebutkan saja harganya!"
"Seratus tael emas, hingga malam purnama tiba."
Alis Xie Fu sedikit terangkat. "Kau tahu, kapan purnama akan muncul?"
"Kurang lebih tiga hari lagi, Tuan Muda,"
Tanpa menawar atau menundanya, Xie Fu mengeluarkan kantong kecil dari cincin spasialnya. Suara gemerincing logam mulia terdengar saat ia menyerahkannya ke tangan si pelayan yang langsung membungkuk dalam-dalam, matanya berbinar melihat tumpukan koin emas yang berkilauan.
"Ikuti saya, Tuan Muda. Saya sendiri yang akan mengantar Tuan Muda ke kamar terbaik yang ada di penginapan."
Dengan langkah ringan, Xie Fu mengikuti pelayan menaiki tangga kayu yang berderit pelan. Sementara itu, di balik meja-meja kayu tempat para kultivator berkumpul, beberapa pasang mata memperhatikannya dengan tajam.
“Dia bukan seorang kultivator, tetapi sepertinya dia seorang saudagar kaya. Kita tidak boleh melepaskannya,” ujar pemuda dari sekte Phoenix Api kepada teman-teman seperguruannya. Dan mereka mengangguk setuju.
***
Menunggu tiga hari memasuki portal Gerbang Naga Utara membuat Xie Fu memiliki cukup waktu untuk bermeditasi. Ia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan lekas menutup kedua matanya dalam posisi lotus.
“Penyusup! Tangkap!” Terdengar teriakan dari lantai bawah penginapan. Sesosok bayangan hitam melayang ke atas atap dengan begitu cepatnya hingga membentuk gumpalan kabut yang tertiup angin.
“Jangan biarkan dia lolos!” teriak seorang tetua kepada murid-murid sekte yang berlarian keluar dari kamar.
Mereka pun serentak melayang mengejar kabut hitam yang semakin jauh meninggalkan area penginapan.
“Sialan, jejaknya menghilang!” geram seorang murid sekte yang melayang di atas gedung penginapan seraya memindai area di sekelilingnya.
Namun, hilangnya jejak dari penyusup itu hanyalah sebuah pengalihan. Dalam pekatnya malam, si penyusup yang bersembunyi tidak jauh dari posisi para murid sekte, tengah bersiap untuk melancarkan serangan. Dan pada saat angin menderu keras, sang penyusup melesat seraya menghunuskan pedang, lalu menyerang dengan sekali tebasan kilat.
Slash!
Kepala salah seorang murid sekte terpenggal hingga tubuhnya meluncur jatuh menabrak genteng, lalu menggelinding dan berdebam keras di atas tanah. Sontak saja hal itu mengejutkan semua orang yang menyaksikannya, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang dapat melihat serangan si penyusup.
Empat murid sekte yang masih melayang di udara tampak begitu gusar, dan mereka bergegas membentuk formasi untuk melindungi satu sama lain. Sementara sang tetua yang berdiri di bawah mulai tersulut emosi setelah melihat salah satu muridnya tewas begitu saja.
“Brengsek! Kami datang bukan untuk mencari musuh, mengapa kami diserang?” desisnya penuh amarah. Ia kemudian melayang dan memancarkan auranya ke segala arah untuk mendesak keberadaan si penyusup. Hening. Tidak ada jejak dari keberadaan si penyusup yang pandai menyembunyikan diri. Tetua Sekte menggeram keras dan akhirnya ia mengerahkan seluruh kekuatannya hingga membuat beberapa bangunan di Kota Xing bergetar keras.
Gedung penginapan yang berada tepat di bawahnya tak luput mengalami goncangan hebat sampai-sampai seluruh penghuninya keluar meninggalkan kamar. Xie Fu yang sedang bermeditasi pun akhirnya membuka mata.
“Hem, mengganggu saja,” keluhnya, lalu keluar meninggalkan kamar.
Terlihat olehnya ratusan orang dari berbagai sekte dan klan sudah berkumpul di luar penginapan. Mereka semua mendongak ke atas, menyaksikan beberapa orang yang melayang terbang mencari keberadaan musuhnya. Akan tetapi, tatapan Xie Fu justru tertuju pada tubuh seorang murid yang tergeletak tanpa kepala.
“Bukannya orang ini yang tadi mengancamku?” gumam Xie Fu setelah mengingatnya dari pakaian yang dikenakan.
Dari atas, sang tetua makin beringas mengerahkan kemampuannya. Berbagai jurus pamungkas ia kerahkan untuk membuat si penyusup menampakkan diri, tetapi sang penyusup tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.
“Keluar kau, Bajingan! Berhentilah jadi pengecut!” teriak Tetua Sekte, suaranya menggema ke seluruh kota.
Whuzz!
Angin menderu cepat bersama dengan munculnya gumpalan kabut hitam yang melesat dari kejauhan. Sosok yang disebut penyusup itu akhirnya menampakkan diri di hadapan sang tetua dan murid-muridnya. Sosok itu bertubuh tinggi, ramping, mengenakan hanfu hitam dan wajahnya tertutupi masker dengan warna serupa. Sorot matanya yang berwarna merah gelap tampak begitu menakutkan.
“Aura iblis,” kata si tetua, “siapa kau sebenarnya? Dan apa yang membuatmu menyerang kami?”
Slash!
Tanpa bisa dilihat oleh mata Tetua Sekte, kepala empat murid sekte yang berdiri di belakangnya telah terpenggal lalu meluncur jatuh. Kini yang tersisa hanyalah dirinya dan sosok mengerikan yang berdiri angkuh di hadapannya..
“Ba … bagaimana mungkin aku tidak bisa me ....”
Slash!
Belum sempat ia menyelesaikan ucapan, kepalanya sudah lebih dahulu terlepas dari tubuhnya. Ia pun tewas menyusul murid-muridnya. Kini, sang penyusup yang tak lain merupakan seorang kultivator jalur iblis menatap semua orang yang berada di bawahnya seraya merentangkan kedua tangan. Hal itu ia lakukan sebagai pernyataan keras kepada seluruh kultivator jalur lurus untuk mengurungkan niatnya mencari sumber daya di Gerbang Naga Utara.
Bisik-bisik terdengar semakin riuh di antara para tetua sekte dan ketua klan yang kebingungan menentukan sikap. Rata-rata dari mereka yang datang merupakan kultivator ranah Master yang membawa murid dari ranah Mahir dan Pendekar. Tujuan kedatangan mereka jelas untuk meningkatkan ranah kultivasi. Namun, keberadaan kultivator jalur iblis atau biasa disebut aliran sesat membuat mereka menemui dinding tebal yang sulit ditembus.
“Gerbang Naga Utara bukan untuk kalian yang lemah,” sindir seorang pemuda dari sekte Mo Lang dengan angkuh.
Sontak saja sindirannya itu membuat semua murid sekte mendengus kesal. Andai kekuatan mereka setara, mungkin mereka akan mencabiknya dengan brutal. Namun sayangnya, mereka semua harus menahan diri dari keinginannya itu.
“Apa kalian pikir dengan berdiam diri di sini akan membuat kalian selamat?” Pemuda itu kembali membuka mulut bernada ancaman.
jawab gitu si Fan ini tambah ngamuk/Facepalm/