Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 : Gimana Kalau Calonnya...Nayura!
Di ruangan bernuansa putih yang maskulin—berkat beberapa properti dekorasi seperti rak kayu, lampu gantung minimalis, dan jam dinding logam—Gavian menjatuhkan tubuhnya ke kasur king size nan empuk.
Kedua tangannya ia lipat dan ia taruh di belakang kepala sebagai bantalan. Matanya ketap-ketip memperhatikan langit-langit kamar yang sebenarnya nggak ada yang menarik, cuman polos dan kosong melompong, doang!
Memang yang dilihat kosong melompong tapi, justru pikirannya sibuk memutar wajah cantik Nayura. Azeekkkkkkkkkkkkkkkkk!
Entah pelet apa yang di gunakan gadis cantik itu, hingga membuat Gavian begitu sulit untuk melupakan paras cantik tersebut. Setiap kali mengingat senyuman Nayura saat pamit tadi, sukses membuat jantung Gavian berdebar-debar seolah tercubit oleh senyuman manis itu.
“Astaga, ada apa sih sama, gue!” gumam Gavian, mengusap wajahnya dengan kasar lalu, mengubah posisi menjadi duduk.
“Mending gue mandi deh, dari pada terus mikirin tuh, cewek.” Putus Gavian bangkit dari duduk dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Sekitar sepuluh tahun kemudian...
Ehh…lama benget! Sekitar sepuluh menit kemudian maksudnya :D. Mandi apaan sampai sepuluh tahun, cewek aja mandi cuman beberapa jam, itupun kalau nyalon sekalian. 😁🤭
Gavian keluar dari kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar. Wajahnya yang sedikit basah di tambah dengan rambut setengah kering dan acak-acakkan.Tapi justru itu yang bikin aura ketampanannya makin terpancar. Auranya itu kian menguar dan siapa saja yang melihatnya pasti akan jatuh hati. Sumpah, ketampanannya tuh kayak naik level!
Nggak heran sih, SMA Kalijo ngasih dia gelar Most Wanted. Cewek-cewek klepek-klepek, bahkan guru BK yang katanya galak juga sering senyum-senyum sendiri kalau ngobrol sama dia.
Selain paras yang tampan Gavian juga pintar, paket komplit banget nggak, sih! Kurangnya cuman satu, Gavian ketua geng motor yang pernah terlibat tawuran. Namanya juga ketua geng, ada yang nyenggol dikit, ya nggak terima. Wajar, kan?
Gavian membuka pintu kamar kemudian menuruni anak tangga, menuju ruang makan. Meski dikenal sebagai ketua geng dan beberapa kali terlibat dalam tawuran, Gavian tetap menjadi anak yang baik di rumah. Salah satunya menaati aturan di rumah yaitu makan malam keluarga.
Ayahnya, Ismail, adalah CEO dari ‘Ismail Campany’ yang bergerak di bidang industri dan tentunya perusahaan itu miliki Ismail sendiri. Tau sendirilah CEO itu gimana sibuknya, kan. Oleh sebab itu, Ismail membuat aturan di rumah jika mereka wajib makan bersama. Mengganti waktunya untuk berkumpul bareng keluarga.
Gavian menarik kursinya dan duduk, melirik kursi orang tuanya yang masih kosong. Lampu gantung bergaya modern menyinari meja makan panjang dengan piring-piring yang mulai terisi. Gavian memilih bermain game di ponselnya sembari menunggu kedua orang tuanya.
“Serius amat!” goda Ruri melihat sang putra yang asik bermain game, ia baru saja datang.
Gavian langsung mematikan ponselnya, laku menaruhnya di atas meja.
"Mama lama banget, mangkanya aku nge-game."
Ismail sebagai kepala rumah tangga duduk di tengah-tengah, sedangkan di sisi kanannya ada Ruri sang istri dan di sisi kirinya ada Gavian.
“Wah, mpok Iyem bikin bakwan jagung, ya?” tanya Ruri dengan mata berbinar menatap sepiring bakwnan jagung yang berwarna golden brown.
“Iya, nyonya.” Sahut mpok Iyem tersenyum, melihat majikannya begitu membuat hati mpok Iyem ikutan senang.
“Makasih ya, mpok!” ucap Ruri, Mpok Iyem mengangguk kecilz setelahnya ia pamit kembali ke dapur untuk membereskan sisa masakannya.
Suasana makan malam pun dimulai. Tak banyak bicara, hanya dentingan sendok dan aroma sedap masakan yang menyelimuti ruangan.
Gavian menyelesaikan makanannya lebih dulu, menyilangkan sendok dan garpu di atas piring. Kemudian ia menatap sisa bakwan jagung yang masih tersisa. Satu per satu, dilahapnya pelan. Tenang menikmati bakwan jagung sembari menunggu Ismail dan Ruri selesai makan.
Akhirnya, makanan di piring Ismail habis juga. Pria itu meraih segelas air kemudian meneguknya hingga tandas. Ismail meilirk Gavian yang anteng makanin bakwan jagung.
“Gavian.” Panggil Ismail pelan namun tegas.
Gavian menoleh.
“Besok kamu harus fitting baju bareng calon istrimu sepulang sekolah. Mama akan menemani. Jadi, jangan sampai terlambat.” Beritahu Ismail.
Gavian mengangguk patuh, ia berusaha menyembunyikan senyuman yang terbentuk di sudut bibirnya.
“Mama tunggu di butiknya atau di rumah?” timpal Ruri, ingin memastikan agar ia tidak buang-buang waktu juga menunggu Gavian.
“Hmm…di butiknya aja, ma. Ntar, sepulang sekolah aku langsung meluncur.” Jawab Gavian, cukup ribet jika dirinya harus pulang trus pergi ke butik bareng Ruri.
“Ya sudah, nanti mama sharelock.” Setuju dengan sang putra.
Makan malam dengan obrolan ringan itu akhirnya usai, Gavian telah kembali ke habitatnya. Kini laki-laki yang memiliki tinggi 186 cm itu tengah duduk di balkon kamar dengan tangan yang memangku gitar. Langit malam yang gelap tampak tenang, seperti hatinya saat ini. Jemarinya memetik senar gitar, menciptakan alunan pelan yang menyatu dengan suara malam
Gavian mendongak, menatap hamparan langit malam yang luas. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman yang membingkai wajah tampannya.
"Gila, gue mau nikah…”
Akhirnya, waktu yang ia nantikan datang juga.
Yaa...saat Ismail memberitahu dirinya untuk ke butik besok. Gavian tak henti-hentinya tersenyum di dalam hati. Bahagia? Nggak tahu juga, sih! Tapi, rasa penasaran Gavian terhadap calon istrinya setidaknya terbayarkan.
"Gimana kalau… calon istri gue itu Nayura?” Jantungnya berdebar.
Ah, nggak mungkin. Tapi… siapa tahu?”
“Nggak sabar gue nunggu besok.” Gumamnya, memejamkan mata dan membiarkan bayangan Nayura hadir dalam imajinasinya.
Tiba-tiba dering ponsel mengalihkan pikirannya. Gavian melirik ponselnya, melihat nama Riski yang tertera di layar, ia segera menerima panggilan tersebut.
“Nggak ke markas, bos?” tanya Riski saat panggilan terhubung.
“Males.” Jawaba Gavian enteng tanpa beban.
“Yaelah si bos, pake malas segala!” Riski berdecak kesal di seberang sana. Mana ada ketua yang malas ke markas. Cuman Gavian, doang cuy!
“Semua aman?” tanya Gavian menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.
“Aman terkendali.” Jawab Riski.
Gavian menganggukkan kepalanya meskipun, Riski tidak bisa melihat anggukkan tersebut.
“Lo mau tanya itu, doang?” tanya Gavian setelah hening beberapa saat.
“Iye bos!” seru Riski.
“Oke!”
Tut!
Telepon ditutup sepihak.
Nggak peduli Riski bakal ngedumel atau ngumpet di seberang sana.
Gavian bangkit dari duduknya. Berjalan masuk ke dalam kamar sembari mengunci pintu dan jendela.
Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur king size-nya. Helaan nafas panjang terdengar pelan, matanya menatap langit-langit kamar dengan senyuman yang masih setia menghiasi wajahnya.
"Aneh banget, baru kenal tuh, cewek. Tapi, udah bikin gue ketawa-ketiwi nggak jelas, begini!" gumam frustasi Gavian.
...----------------...
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?
Setiap komentar dan dukungan kalian, sangat berharga bagiku. Membakar semangat untuk terus menulis🔥
Happy reading 🤗