Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Jiwa pun pergi meninggalkan rumah sakit dia kembali mencari motor nya, namun disana sudah tidak ada lagi dia pun kembali ke rumah bukan tidak berniat untuk mencari motor yang dia rasa sudah hilang, tapi dia tidak ingin mengatakan diri dalam bahaya apalagi ini sudah larut malam dan tidak ada siapapun disana.
Sampai saat Jiwa tiba di rumah nya ia pun langsung bersih-bersih dan tidur, sampai keesokan paginya dia terjaga dari tidurnya yang baru beberapa jam tersebut karena Devan menghubungi nya secara terus-menerus akibat berita kecelakaan yang melibatkan putra seorang pengusaha sukses tersebut.
Lebih tepatnya motor Jiwa kini ada di kantor polisi karena Alvin melaporkan tentang penemuan motor dan juga darah yang tergenang di jalan berlubang tersebut.
Sementara Jiwa sendiri masih dinyatakan hilang saat ini, padahal dia bukan korban kecelakaan melainkan dia yang menolong korban hingga dilarikan ke rumah sakit dengan mobil korban yang baik-baik saja saat ini.
Pria tampan berusia dua lima tahun itu menjadi korban begal meskipun aksi tersebut digagalkan oleh Jiwa dengan membunyikan sirine polisi yang membuat mereka lari terbirit-birit dengan kendaraannya itu, dan darah yang mengalir deras di jalan adalah darah dari pelaku sementara Dion terkena pukulan keras di bagian kepala belakang nya hingga mengakibatkan dia tidak sadarkan diri dan sekarang sudah siuman.
Awalnya dia dinyatakan koma karena tidak kunjung sadar setelah beberapa jam dokter menangani nya tapi tadi pagi dia pun siuman.
Namun tidak mengingat orang yang telah menolong nya meskipun dia diberi tahu tentang gadis yang menolongnya dan dia sudah melihat foto dari gadis itu.
Namun Devan langsung menepis berita hilang nya Jiwa karena ternyata Jiwa tengah berada di rumah nya, dan hal itu membuat Alvin penasaran dengan mencari tahu keberadaan Jiwa saat ini.
Sementara Jiwa kembali pergi dari rumah untuk membeli perabotan rumah tangga sederhana seperti kompor dan juga kulkas mini untuk kebutuhan rumah nya.
Dia tidak ingin membeli yang mewah-mewah, Jiwa bahkan membeli setengah lusin piring dan setengah lusin mangkuk dan gelas juga sendok dan garpu ditambah dengan peralatan masak sederhana seperti wajan dan juga panci presto panci kukus dan masih banyak perabotan super ekonomis yang ia beli yang hanya menghabiskan dana lima juta rupiah saja.
Itu semua sudah termasuk tempat penyimpanan beras dispenser dan lemari pakaian dari plastik, mungkin itu terlihat aneh untuk rumah yang cukup mewah tersebut, tapi nyatanya itulah Jiwa yang tetap sederhana dan tidak pernah menginginkan sesuatu yang diluar batas kemampuan nya.
Jiwa pun sibuk menata seluruh perabotan yang sebelumnya sudah ia cuci terlebih dahulu kecuali kulkas dan juga lemari pakaian yang hanya ia lap untuk membersihkan debu yang menempel.
Saat dia tengah sibuk menata sayuran dan buah juga seafood kedalam kulkas, suara bel pintu untuk pertama kalinya terdengar nyaring dan Jiwa pun buru-buru menghampiri pintu dan membukanya ternyata itu adalah ibu ustadzah yang datang atas permintaan Jiwa tadi pagi.
"Ah ustazah silahkan masuk, saya sedang beres-beres perabotan dan juga sembako, maklum semua dikerjakan sendiri jadi begini masih berantakan, tapi maaf belum ada sofa atau kursi tapi bu ustadzah tidak usah khawatir ada kursi plastik silahkan duduk."ucap Jiwa yang kini tersenyum malu.
"Tidak apa-apa nak, jangan seperti itu ibu bisa duduk di lantai ini juga bersih."ucap wanita itu.
"Tidak-tidak, meskipun ini bukan sofa mahal tapi setidaknya anda tamu pertama yang masuk kesini dan saya harus menyambut nya."ucap Jiwa yang kini menghentikan pergerakan ibu ustadzah yang hendak bangkit dari duduknya.
"Rumah ini dibeli oleh almarhum satu hari sebelum kecelakaan dari hasil penjualan rumah peninggalan kedua orang tua kami yang tadinya akan dijadikan modal sebagian tapi uang itu raib entah kemana saat kecelakaan itu terjadi."ujar Jiwa yang akhirnya menceritakan semuanya hingga bu ustadzah menitikkan air mata mendengar cerita hidup Jiwa yang begitu memilukan.
"Kamu yang sabar nak, kamu kuat itulah kenapa kamu diuji dengan ujian yang berat ini."ucap bu ustadzah tersebut.
"Maaf ustadzah saya malah curhat, tolong tunggu sebentar saya ambilkan uangnya."ucap Jiwa yang kini bergegas pergi menuju lantai dua.
Wanita bercadar itu pun bangkit dan melihat perabotan apa saja yang sedang dibereskan oleh Jiwa siapa tau dia bisa membantu tapi sesampainya di sana dia pun tersenyum saat melihat semua barang yang dibeli oleh Jiwa bukan barang mahal bahkan kompor yang bertengger di atas meja kitchen set tersebut adalah kompor satu tungku dengan harga dua ratus ribu.
Dia sungguh merasa bangga dengan itu karena ternyata jiwa tidak seperti gadis kebanyakan yang lebih mementingkan gaya ketimbang keadaan keuangan bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan semua itu.
"Hmm... maaf bu tidak pemandangan yang indah disini, saya hanya mampu membeli semua ini ini juga sudah sesuai dengan kebutuhan saya."ucap Jiwa yang kini masih memegang amplop untuk para jemaah yang hadir dalam acara tahlil nantinya.
"Tidak apa-apa nak justru saya bangga kamu pintar mengelola keuangan, kalau saja putra saya belum menikah mungkin saya akan menjodohkan nya dengan mu."ucap ustazah sambil tersenyum manis.
"Ah ustazah bisa saja, mungkin saya akan langsung mendapatkan penolakan karena itu. Saya tidak pandai mengaji dan juga tidak berhijab seperti ustadzah."ucap Jiwa.
"Hmm... siapa bilang dia berhijab, ah sudahlah itu bukan pembahasan yang baik terimakasih untuk ini nak semoga ini menjadi ladang amal mu dan almarhum keluarga mu."ucap ustazah tersebut kemudian pamit pulang.
Jiwa pun kembali mengurus pekerjaan yang tertunda hingga saat suara bel pintu kembali berbunyi lagi.
...*****...
"Maaf apa ada yang ter?"ucapan jiwa terhenti saat ia menatap pria yang kini berdiri di hadapannya.
"Babe kenapa tidak memberitahu ku dimana kamu tinggal kenapa harus terus membuat ku cemas semalam kenapa meninggalkan motor mu begitu saja?"ucap Alvin yang kini masuk mengikuti langkah Jiwa yang masuk dengan langkah mundur ke belakang.
"Tuan saya rasa saya tidak perlu melapor tentang apapun mengenai diri saya kita tidak punya hubungan apapun jadi kenapa saya harus melakukan itu?"ucap Jiwa yang kini menatap kearah lain.
Alvin langsung mengunci tubuh Jiwa di dinding hingga Jiwa tidak lagi bisa bergerak dan dia langsung mencium paksa bibir manis yang selama ini selalu ia rindukan yang dulu selalu menjadi candu baginya.
Jiwa hanya bisa menitikkan air mata saat itu sedang berlangsung karena rasa sakit yang tidak tertahankan lagi saat dia berusaha untuk mempertahankan diri agar tidak lagi larut dalam rasa cinta yang membelenggu hati dan jiwanya tapi nyatanya pertahanan itu runtuh saat hati dan tubuh nya tidak sejalan.
Jiwa bahkan membalas ciuman itu tanpa ia sadari hingga Alvin tersenyum kemudian ia berkata."Sebentar lagi kita akan menikah babe bersabarlah."ucap Alvin yang hanya dibalas kebisuan oleh Jiwa yang kini melanjutkan aktivitasnya tanpa peduli dengan Alvin yang saat ini tengah menatap setiap detail ruangan yang terlihat sangat kosong dan belum lagi melihat perabotan yang Jiwa beli itu bukan barang seperti yang ada di rumah nya.
"Babe kenapa tidak bilang bahwa kamu belum membeli perabotan untuk rumah ini?"ujar Alvin lagi-lagi.
"Tuan saya rasa saya tidak perlu melakukan itu, saya akan membeli itu sesuai kebutuhan dan kemampuan saya."ucap Jiwa yang kini menyalakan api kompor dan memasak air, dia mengambil mie instan dari rak kitchen set tersebut namun tiba-tiba mie tersebut melayang di udara karena Alvin mengambilnya begitu saja.
"Tuan berikan itu airnya sudah mendidih."ucap Jiwa yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Alvin.
"Ikut aku kita makan diluar."ucap Alvin tegas.
"Stop! Sudah cukup tuan mengatur hidup saya ini dan itu saya bukan siapa-siapa anda dan kita bukan siapa-siapa jadi anda tidak punya hak untuk mengatur hidup saya."ucap Jiwa yang kini meraih mie instan dari tangan Alvin yang tengah menatap tajam kearah Jiwa yang akhirnya memasukkan mie instan tersebut kedalam panci.
Jiwa yang hendak mengambil telur dan sayuran dari dalam kulkas dia langsung mematung saat jemarinya dipasang cincin berlian oleh Alvin dengan begitu cepatnya.
"Tuan."ucap nya sambil menatap lekat wajah Alvin yang kini menatap dengan tatapan datar padanya. Sejak dulu saat ini dan nanti kamu adalah milikku."ucapnya tegas.
Jiwa hendak melepaskan cicin tersebut tapi pergerakan nya dihentikan oleh Alvin yang kini berkata lirih."Baiklah jika cincin ini tidak mampu mengikat hatimu aku akan menanam benih cinta kita sekarang juga bagaimana?"ujar Alvin yang kini menatap lekat wajah cantik itu.
Jiwa tidak peduli dengan itu dia memotong sawi dan memasukkan telur kedalam wok pan yang kini tengah proses memasak mie instan tersebut hingga ketiga bahan itu matang dia menghidangkan makanan tersebut di mangkuk, dan dia meraih kursi plastik tersebut lalu duduk menghadap meja kitchen set tersebut dan memakan mie instan tersebut tanpa peduli dengan tatapan marah dari Alvin yang kini mengetik sesuatu di ponselnya.
"Babe berhenti makan itu, kamu tau itu tidak sehat kenapa masih melanjutkan nya."ucap Alvin yang hendak merebut mangkuk tersebut.
"Saya sedang makan tuan jika anda mau makan anda tinggal minta."ucap Jiwa.
"Babe please sekali ini saja tolong dengarkan aku."ucap Alvin.
Jiwa menghentikan pergerakan nya, kemudian dia meraih ponsel Alvin. Dia masih ingat berapa pin dari ponsel pintar Alvin meskipun tidak hanya satu, dia berhasil membuka PINnya Alvin membiarkan itu sekaligus untuk membuktikan bahwa ia masih sangat mencintai Jiwa dan saat layar kunci itu terbuka tampak lah foto lama mereka berdua yang tampak begitu mesra.
Jiwa langsung mengetik sesuatu disana hingga nama Kania muncul dengan tulisan Queen of my heart. Jiwa sempat terdiam menatap Alvin yang juga tengah menatap nya kemudian Jiwa bangkit dan menghindari Alvin sambil berjalan menuju pintu keluar Jiwa menghubungi nomor tersebut.
"Calon suami mu A."ucapan Jiwa terhenti bersamaan ponsel tersebut terlempar jauh.
"Apa mau mu! Kenapa kamu selalu begini babe, tidakkah kamu percaya bahwa aku sangat mencintaimu!"Alvin benar-benar marah dinding di samping nya tidak luput dari bogem mentah nya hingga tangan pria itu lecet dan berdarah.
Jiwa hanya menatap kearah lain dengan tetes air mata, rasanya dia ingin pergi dan menghilang dari hidup pria itu tapi lagi-lagi tidak bisa.
Jiwa pun pergi meninggalkan Alvin yang kini menatap kepergian nya, jiwa masuk kedalam kamar dan mengunci pintu tubuhnya melorot di lantai dengan tangis lirihnya itu dia tidak peduli dengan ketukan pintu kamar yang begitu nyaring dan panggilan dari Alvin saat ini hatinya begitu terluka ternyata dugaannya benar Alvin sangat mencintainya dan saat ini dia masih bersandiwara untuk menyakiti dirinya karena Kania yang meminta itu.
"Kemana lagi aku harus pergi kak, kenapa aku selalu dipertemukan dengan nya jika kami tidak berjodoh, kenapa dia lakukan semua ini apa salah Jiwa hingga pria itu menyakiti ku sedalam ini."lirih Jiwa dalam isak tangisnya.
"Babe buka pintunya semua itu hanya tipuan aku sengaja melakukan hal itu agar Kania tidak curiga dan tidak lagi mengadukan mu pada kedua orang tua ku."ucap Alvin yang kini terus mengetuk pintu.
"Babe aku mohon jangan seperti ini, aku mohon buka pintunya."ucap Alvin yang akhirnya pergi meninggalkan rumah tersebut.
Jiwa pun langsung memasuki kamar mandi dia membasuh muka dan menggunakan masker untuk mengompres wajahnya yang kini sembab karena habis menangis.
Hingga akhirnya ia selesai dengan itu, dia langsung minum obat untuk mengurangi rasa sakit di kepala nya yang akhir-akhir ini sering melanda mungkin karena terlalu banyak beban pikiran atau karena pola makan nya yang tidak teratur seperti saat ini dia hanya makan tiga suap mie setelah itu langsung terhenti karena Alvin.
Sampai saat dia terlelap dalam tidurnya dan lagi-lagi Devan yang menghubungi nya karena ternyata saat ini sudah pukul tujuh malam dan Jiwa terlelap dalam tidurnya.
"Turun lah aku menunggu mu dibawah."ucap Devan.
"Bos duluan saja aku belum bersiap."ucap Jiwa.
"Bersiaplah aku tunggu jangan lebih dari tiga puluh menit."ucap Devan yang kini bersama sang kekasih.
"Dia tinggal sendiri disini?"tanya wanita cantik itu.
"Hmm... siapa lagi yang akan menemani nya dia juga tidak punya kekasih."ucap Devan.
"Lalu bagaimana dengan pria itu?"tanya nya.
"Dia hanya masalalu Jiwa dan sekarang dia sudah memiliki calon istri yang merupakan sahabat dari Jiwa.
"Miris."ucap nya lagi.
"Hmm... itulah hidup, terkadang apa yang kita anggap terbaik belum tentu menurut sang pencipta."ucap Devan.
"Lalu untuk apa dia terus mendekati Jiwa aku tidak tega melihat nya sayang, tidak bisakah kamu membantu dia untuk menjauhi nya."ujar wanita itu.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tiga puluh, dan Jiwa pun sudah turun menghampiri mereka.
"Mobil mu besok sudah bisa diambil."ucap Devan.