Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan Kecil
Aleena memukul-mukul wajahnya dengan tangan, merasa tidak percaya apa yang sedang dia alami tadi. "Aku pasti sedang bermimpi," pikirnya. Tapi, saat dia merasa sakit pada wajahnya, dia langsung sadar bahwa itu bukan mimpi. "Auw, sakit! Berarti yang tadi bukan mimpi," ringisnya sambil memegang pipinya yang sakit.
Aleena masih berdiri di tempat yang sama, memikirkan tentang kata-kata Axel yang mengatakan bahwa dia mencintainya dan menganggapnya sebagai miliknya. "Apa itu artinya dia ingin aku menjadi kekasihnya?" Aleena bertanya-tanya dalam hati. "Tapi, aku belum mengatakan iya atau tidak. Apakah dia sudah menganggapku kekasih?" Tiba-tiba, Aleena merasa gembira dan tidak bisa menyembunyikan senyumannya.
"Yes!" dia berteriak kegirangan, lalu melangkah menuju tempat lemari pakaian. "Aku harus bersiap-siap untuk menemuinya nanti," pikirnya sambil membuka lemari dan memilih pakaian yang cantik.
Tapi, di balik pintu apartemen, sosok wanita elegan dengan senyum manis berdiri. "Halo, Xel," katanya dengan suara lembut.
Wajah Axel berubah menjadi dingin, "Clara. Apa yang kamu lakukan di sini?" Suasana menjadi tegang, sementara Aleena di dalam kamar tidak menyadari apa yang sedang terjadi.
"Aku khawatir tentang kamu, Xel. Aku tidak bisa hanya diam saja ketika kamu tidak pulang tanpa kabar," jawab Clara, suaranya masih lembut tapi dengan nada yang sedikit memohon. Axel ekspresi tidak berubah, tapi ada sesuatu yang terasa tidak nyaman di dalam dirinya.
"Aku sibuk mengerjakan sesuatu." Nada suaranya dingin dan tidak menyambut, membuat Clara senyum sedikit pudar. Mereka saat ini sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Sesuatu? Dengan siapa?" Suaranya tidak lagi lembut, tapi dengan nada yang sedikit curiga.
Raut wajah Axel tidak berubah, tapi dia tahu bahwa Clara tidak percaya. "Hanya pekerjaan, tidak ada yang lain," jawabnya singkat, mencoba menghindari pertanyaan lebih lanjut. Tapi, tatapan Clara tidak beralih, seolah-olah dia tahu ada sesuatu yang tidak beres.
"Aku memang sibuk, tapi aku akan pulang segera." Dia mencoba menenangkan Clara, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka.
Ketakutan dan kecurigaan Clara tidak hanya tentang kehadiran seorang wanita di apartemennya, tapi juga tentang jarak yang semakin lebar di antara mereka. Clara tersenyum manis dan mengangguk, "Baiklah. Aku akan pulang dulu. Jangan lupa makan, ya?" Dia berpura-pura tidak curiga, tapi di dalam hatinya, dia sudah membuat rencana untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara Axel dan wanita lain di apartemennya.
Tapi, saat Clara berdiri untuk pergi, dia melihat sekilas ke arah pintu kamar yang tertutup rapat. Sebenarnya dia curiga ada sesuatu di balik pintu kamar itu. Namun, dia belum mau bertindak lebih lanjut, jika belum mempunyai bukti. Dia takut semuanya akan berimbas pada hubungannya dengan Axel akan semakin jauh.
Saat ingin membuka pintu apartemen, dia melihat sekilas ke arah rak sepatu di dekat pintu. Pandangannya tertuju pada sepatu wanita yang sepertinya baru di gunakan. Matanya melebar sedikit, dan dia merasa seperti telah dipukul oleh petir.
Clara menunjuk ke arah rak sepatu, "Xel, itu sepatu siapa?" tanya Clara dengan suara yang lembut, tapi dengan nada yang sedikit curiga.
Axel mengikuti pandangan Clara dan langsung menebak apa yang ada di pikirannya. "Oh, itu sepatu sekretarisku yang ketinggalan," jawab Axel dengan nada yang santai. "Dia pernah kesini bersama Marcel."
Clara memandang Axel dengan skeptis, "Sekretarismu? Wanita?" tanya Clara dengan nada yang sedikit tidak percaya.
Axel mengangguk, "Ya, wanita. Dia sangat profesional dan kompeten dalam pekerjaannya." Axel tidak ingin Clara curiga, jadi dia mencoba untuk menjelaskan situasi dengan cara yang paling masuk akal.
Clara memandang sepatu wanita itu lagi, lalu memandang Axel. Dia tidak yakin apakah Axel sedang berbohong atau tidak. Tapi, dia tidak ingin mempercayai bahwa Axel sedang berbohong tanpa bukti yang jelas. Sedangkan Axel sudah merasa cemas, mungkin kah Clara sudah curiga padanya, dia takut Clara akan melukai Aleena.
"Baiklah, Xel. Aku percaya kamu," kata Clara dengan suara lembut. Membuat Axel merasa lega.
"Hmm." deheman Axel lalu mengangguk.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Malam itu, Aleena merasa khawatir saat menyadari bahwa Axel belum kembali ke kamar cukup lama. Dia mencoba menghubungi Axel, tapi tidak ada jawaban. Aleena merasa tidak enak, apakah Axel sudah berubah pikiran tentang dia?
Tapi, saat Aleena membuka pintu kamar, dia terkejut melihat Axel sedang duduk di sofa, menatapnya dengan mata yang dalam. "Kemarilah," titah Axel melambaikan tangan. "Aku merindukanmu," sambil menarik Aleena duduk di pangkuannya lalu memeluknya dengan erat.
Aleena merasa nyaman dalam pelukan Axel, tapi dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Apakah Axel menyembunyikan sesuatu darinya? Sementara itu, Axel merasa terjebak dalam hubungan dengan istrinya di rumah. Dia tidak mencintainya lagi, tapi dia tidak bisa meninggalkannya karena kewajiban dan tanggung jawab.
Tapi, saat bersama Aleena, Axel merasa bebas dan nyaman. Dunia Axel hanya berada di sisi Aleena, dan dia tidak bisa membayangkan hidup tanpanya. "Kak Axel, siapa yang datang?" tanya Aleena melerai pelukannya. Menatap Axel menuntut penjelasan.
"Hanya orang asing yang kesasar," jawaban Axel membuat Aleena merasa tidak puas. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut. Axel meletakkan kepalanya di bahu Aleena, lelah tidak berdaya. Hanya dengan bermanja dengan Aleena dia merasa nyaman.
Sedangkan Aleena tersenyum kecil menyadari sisi lain dari Axel. Dimana selama ini terkenal dingin dan suka mengeluarkan kata-kata pedas. Kini menunjukan dirinya yang lemah ingin di manja. "Ternyata, CEO dingin yang sedikit arogan, bisa juga bermanja seperti ini," ledek Aleena sambil mengusap kepala Axel dengan gerakan lembut.
"Aku juga manusia yang kadang lelah, butuh perhatian dari seorang yang tersayang," ucap Axel masih di posisi yang sama. "Kak Axel," panggil Aleena dengan nada lembut. "Hmm," sahut Axel dengan deheman kembali ke ciri khasnya. Membuat Aleena merajuk, merasa di abaikan.
"Tidak jadi," rajuk Aleena. Axel kembali menegakkan kepalanya dan menatap Aleena dengan intens. Namun, Aleena tidak mau menatapnya. Axel pun meraih wajah Aleena dengan kedua tangannya. "Hai gadis kecil, ternyata kamu pandai juga merajuk," tutur Axel membuat Aleena tambah kesal.
Dia berusaha berdiri menjauh dari Axel. Tapi, Axel memegangnya dengan erat. "Iya, maaf. Aku hanya merasa lelah, hanya ingin berada dalam dekapanmu. Karna hanya kamu menjadi sumber kekuatan, menjadi alasanku untuk hidup lebih lama." jelas Axel menatap Aleena dengan intens.
"Aku yang salah, kamu kan memang seperti itu dari dulu. Cuek tapi butuh, mengesalkan." celoteh Aleena dengan ekspresi tidak sukanya. Membuat Axel gemas melihatnya, dia pun tersenyum.
Axel meraih kartu ATM dari sakunya. "Ini untukmu, pakai sesukamu." menyerahkan kartu ATM pada Aleena. Mata Aleena berbinar. "Kak Axel serius memberiku kartu ini?" sela Aleena memastikan.
"Iya, sayang," jawab Axel mengusap rambut Aleena dengan lembut. "Kalau di kasih. Siapa yang mau menolak. Makasih," Aleena mencium Axel sekilas lalu menjauh dari atas tubuh Axel.
"Tunggu!" cegah Axel saat Aleena berjalan kegirangan hendak meninggalkannya. "Iya," jawab Aleena menoleh dengan senyum manisnya. "Bisakah kamu berhenti bekerja," pinta Axel menatap Aleena dengan teduh, tanpa ada unsur pemaksaan.
"Kalau itu, aku belum bisa. Biarkan aku menikmati dulu menjadi rakyat jelata semampuku," jawab Aleena sambil terkekeh. "Baiklah, berbuatlah sesukamu," pasrah Axel, dari nada bicaranya ada kekecewaan.
Meskipun Aleena bisa merasakan, memahami kekecewaan Axel. Namun, dia mengabaikan semuanya. Dia kembali melanjutkan langkahnya. Axel menatap Aleena yang berjalan menjauh dari ruang tamu, rasa kekecewaan masih terpancar dari wajahnya.
Kemudian Axel berbaring di sofa, menatap langit-langit apartemen dengan pikiran yang kacau. Dia memikirkan cara untuk mengakhiri hubungan dengan Clara tanpa membuatnya menyakiti Aleena. Axel tahu bahwa Clara tidak akan melepaskannya dengan mudah, dan dia harus berhati-hati dalam menangani situasi ini. Dia memikirkan berbagai strategi untuk menghadapi Clara, tapi dia tidak ingin Aleena terlibat dalam masalah ini. Dia ingin melindungi Aleena dari kemungkinan dampak buruk yang bisa terjadi.
Gaskeun 🔥🔥