Di larang Menjiplak apalagi mengubah dalam dalam bentuk AU ataupun POV ceritaku. Karya ini dilindungi undang-undang!
Ketika sebuah kesalah pahaman membuat gadis 18 tahun yang masih duduk di bangku SMA terikat pernikahan dengan guru baru di sekolahnya. Begitu banyak drama dalam pernikahan mereka berdua yang jauh dari kata akur. Namun di balik itu semua mereka berdua saling membutuhkan satu sama lain.
"Bagaimana malam ini kita buat anak." Senyuman jahat terukir di wajah Zidan dan mendadak wajah Zila langsung pucat.
Gadis itu menggeleng cepat."Jangan Om. Aku masih dibawah umur. Badannya aku juga krempeng, Om juga nggak akan suka," ucap Zila memelas.
Azila yang manja dan Zidan yang galak bersanding dalam sebuah pernikahan yang tak terduga. Mampukah Zidan membina rumah tangga dengan gadis yang terpaut jauh lebih muda darinya? Dan bisakah Zila menjadi istri dari pria dewasa berusia 28 tahun saat teman-teman tengah menikmati kebebasannya sebagai remaja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon windanor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A & Z: Senjata Makan Tuan
"Kok Om body sheming, Sih?!" ucap Zila dengan raut marah dan tak terima." Badan aku memang kecil, dan mungkin bukan tipe Om. Tapi jangan hina fisik juga!"
Setelah mengatakan itu dengan deru napas menggebu-gebu Zila langsung membalut seluruh badannya dengan selimut. Gadis itu meremas selimut yang kini menutupi seluruh badannya. Ucapan yang Zidan lontarkan membuat rasa sesak yang mencekik.
"Dia marah?" gumam Zidan. Padahal ia hanya bercanda saja tapi ditanggapi serius oleh gadis itu.
Zidan mengusap wajahnya kasar dan setelahnya memilih keluar dari kamar. Memang sulit memiliki istri yang terlalu muda. Apalagi pola pikirnya yang tidak bisa mengimbangi dirinya. Ia bukan pria yang pintar membujuk apalagi berucap manis untuk meluluhkan hati seorang wanita.
Suara detingan sendok dan garpu mengisi keheningan dalam ruang makan saat ini. Zidan maupun Zila sama-sama diam, mereka berdua lebih fokus menikmati makan malam saat ini. Sementara bunda Melati merasa aneh dengan putranya yang tak banyak bicara sama halnya dengan Zila yang terus memasang wajah cemberut. Bahkan keduanya duduk berjauhan.
"Khm..."
Deheman cukup keras bunda Melati membuat Zidan maupun Zila menghentikan pergerakkan tangannya dan memfokuskan tatapan mereka pada wanita paruh baya yang ada di hadapan mereka berdua.
"Zidan, besok kamu ke rumah sakit, jaga ayahmu. Kata dokter Revan lusa ayah kamu boleh pulang dari rumah sakit," ucap bunda Melati yang di angguki oleh Zidan.
Dan kini, tatapan wanita paruh baya itu beralih pada menantunya."Zila, besok kamu ikut Bunda."
Kening Zila mengkerut, ia melirik sekilas pada Zidan yang sibuk menyantap makanannya dan kini memfokuskan tatapannya pada bunda Melati.
"Memangnya bunda mau ngajak aku ke mana?"
"Ke tempat arisan. Bunda ingin memperkenalkan kamu dengan teman-teman Bunda kalau kamu istri Zidan." Wajah bunda Melati terlihat berbinar-binar mengatakan itu.
Lain halnya dengan Zila yang langsung menegang. Jika ia ikut dengan mertuanya berarti besok tidak ada kesempatan jalan-jalan bersama Dina. Ya, setiap hari minggu ia akan menghabiskan waktunya bersenang-senang tapi sekarang waktunya harus bersama mertua.
Ekor mata Zidan melirik Zila yang terlihat cemberut dengan permintaan orang tuanya tadi. Sedangkan bunda Melati melanjutkan makannya.
Setelah selesai makan malam, Zila langsung masuk ke dalam kamar suaminya. Padahal ia ingin tidur terpisah dengan pria itu, tapi mengingat berada di rumah mertuanya mustahil bisa melakukan itu.
Saat masuk ke dalam kamar Zila langsung menatap sosok Zidan yang tengah duduk menghadap laptop. Entah apa yang pria itu kerjakan, dan ia tidak peduli. Baru saja hendak membaringkan badannya di kasur, suara Zidan membuat ia berdecak.
"Kamu sudah mengerjakan PR dari saya?"
"Besok hari minggu, lagian PR yang Om kasih mudah. Beberapa menit juga aku selesai ngerjainnya."
Setelah mendengar itu Zidan kembali fokus menatap laptopnya. Sedangkan Zila tertegun ketika mendengar suara rintikan hujan yang mulai deras disertai gemuruh angin yang cukup kencang. Manik coklatnya menatap ke arah jendela kaca, terlihat kilat menyambar-nyambar.
Jedarrr
Suara petir yang memekikan telinga membuat Zila ketakutan setengah mati. Ia langsung berlari ke arah suaminya dan tanpa aba-aba langsung menjatuhkan dirinya ke pangkuan Zidan yang terperanjat kaget.
"Kenapa?" tanya Zidan kala melihat Zila ketakutan.
Gadis itu tak menyahut, ia melingkarkan kedua kakinya di pinggang Zidan dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu. Hembusan napas Zila di lehernya membuat tubuh Zidan meremang.
"Om, takut..." Zila terisak-isak menangis. Ia semakin merapatkan dirinya pada Zidan.
"Turun dari pangkuan saya, Zila!"
Zidan berusaha menjauhkan Zila dari tubuhnya tapi gadis itu semakin merapatkan dirinya. Suara tangisan Zila semakin menjadi-jadi. Entah trauma apa yang gadis itu alami hingga ketakutan seperti ini.
"Zila, turun dari pangkuan saya. Kita pindah ke kasur," ucap Zidan membujuk sang istri. Namun, Zila menggeleng cepat.
Zidan menghela napas kasar dengan posisi Zila saat ini. Bagian bawahnya terhimpit dan membuat sesuatu dalam dirinya tiba-tiba bereaksi. Jangan sampai ia khilaf dan membuat gadis ini berakhir dibawahnya. Zidan menarik napas lalu membuangnya, ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Seberusaha apapun ia fokus nyatanya tidak bisa, Zila terus bergerak-gerak tak karuan di pangkuannya seolah mencari posisi yang nyaman.
"Om..."
"Hmm?"
"Kok di bawa ngeganjel. Ini apa?" tanya Zila seraya menggesek-gesekkan miliknya, seolah menebak-nebak benda apa yang ada dibagian bawahnya sekarang.
Sedangkan wajah Zidan sudah merah padam bak kepiting rebus, tersiksa dengan kelakuan istri mudanya. Walaupun begitu, Zila tetap betah memeluk suaminya tanpa memperdulikan benda yang sudah tegak.
Sial! Sial! Sial!
Pria itu tak henti-hentinya mengumpat dalam hati. Biasanya ia tidak mudah terangsang seperti ini. Tapi, sekarang miliknya sudah bereaksi hanya di gesek-gesek oleh Zila.
"Muka Om kenapa merah terus keringatan?" tanya Zila memiringkan wajahnya dengan tampang polosnya.
Deru napas Zidan sudah tak beraturan, tersiksa oleh hasratnya sendiri yang sudah tak terbendung lagi.
"Turun dari pangkuan saya, hujan sudah berhenti," ucap Zidan seraya melirik ke arah jendela dan berusaha tetap tenang.
Dengan mata sembab dan hidung yang memerah Zila menatap ke arah jendela dan kembali menatap suaminya.
Kapan dia turun dari pangkuanku. Apa jangan-jangan dia sengaja ingin menyiksaku?
_______
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
Jgn ngegantung gini donk thor ceritanya..
Author hrs tetep semangat ngelanjutin ceritanya