Mengetahui suaminya telah menikah lagi dan mempunyai seorang anak dari perempuan lain, adalah sebuah kehancuran bagi Yumna yang sedang hamil. Namun, seolah takdir terus mengujinya, anak dalam kandungannya pun ikut pergi meninggalkannya.
Yumna hampir gila, hampir tidak punya lagi semangat hidup dan hampir mengakhiri hidupnya yang seolah tidak ada artinya.
Namun, Yumna sadar dia harus bangkit dan hidup tetap harus berjalan. Dia harus menunjukan jika dia bisa hidup lebih baik pada orang-orang yang menyakitinya. Hingga Yumna bertemu dengan pria bernama Davin yang menjadi atasannya, pria dengan sebutan sang cassanova. Yumna harus bersabar menghadapi bos yang seperti itu.
Davin, hanya seorang pria yang terlanjur nyaman dengan dunia malam. Dunia yang membuatnya tidak terikat, hanya menikmati semalam dan bayar, lalu pergi tanpa keterikatan. Namun, setelah hadir Sekretaris baru yang cukup ketat karena perintah ayahnya, dia mulai memandang dunia dengan cara berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehancuran Yumna
Dalam mobil yang di kendarai oleh Irena, Yumna sudah tidak bisa berpikir positif lagi. Tangannya saling bertaut di atas pangkuan, bahkan perutnya yang mulai terasa keram lagi, tidak dia hiraukan.
"Itu Mas Rio"
Baru saja mereka sampai di depan Perusahaan tempat Irena dan Rio bekerja, Yumna sudah melihat suaminya keluar dari Kantor dan masuk ke dalam mobilnya. Dada Yumna semakin terasa sesak, ketika dia sadar jika Rio sudah membohonginya selama ini.
"Ternyata dia benar tidak pergi ke Luar Kota, dia membohongi aku, Ren.. Hiks.."
"Yum, tenang dulu ya. Kita ikuti dulu kemana suami kamu pergi"
Ketika mobil Rio keluar dari Gerbang Perusahaan, Irena langsung tancap gas mengikutinya. Sesekali melirik khawatir pada sahabatnya yang sudah pucat, bahkan terus menangis.
"Tenang ya Yum, kasihan bayi kamu. Jangan sampai mempengaruhi bayi kamu"
Terus mengikuti mobil Rio, sampai mobilnya berhenti di sebuah rumah mewah. Rio turun dari mobil dan menghampiri seorang perempuan cantik yang menyambutnya. Rio terlihat mengecup kening perempuan itu dan anak dalam gendongan perempuan itu.
"Ren..." Yumna bahkan tidak bisa berkata-kata lagi, melihat adegan itu sudah cukup jelas. "Aku harus gimana Ren? Aku harus gimana? Hiks..."
Irena bingung juga, dia juga terkejut melihat suami sahabatnya ini pergi menemui wanita lain dan seorang anak. Selama ini melihat Rio yang begitu baik pada Yumna dan selalu terlihat setia. Lebih terkejut lagi melihat wanita yang bersama dengan Rio itu.
"Yumna lihat aku!" tekan Irena untuk menyadarkan sahabatnya yang dalam keadaan lemah sekarang. "Wanita itu adalah anak dari Direktur Perusahaan. Sekarang kita turun dan temui mereka, semuanya harus jelas!"
Yumna mengangguk lemah, Irena turun lebih dulu dan membantu memapah Yumna menuju suaminya.
"Mas Rio!!" teriak Yumna tak terkendalikan. Tangisannya kembali pecah tanpa bisa di tahan. "Jadi ini yang kamu bilang ke Luar Kota itu, Mas?"
Tentu Rio terkejut dengan kehadiran Yumna, wanita di sampingnya juga begitu terkejut. Rio langsung menarik tangan wanita itu ke belakang tubuhnya, takut jika Yumna akan menyerangnya.
Melihat itu membuat Yumna tersenyum getir, ternyata suaminya lebih memilih melindungi wanita lain daripada Yumna sebagai istrinya.
"Jelaskan padaku, apa semua ini Mas? Dia istri dan anakmu?"
Irena menoleh dan terus mendampingi Yumna, karena dia tahu bagaimana kondisi perempuan itu yang sedang rapuh dan hancur. Namun, masih terkendali dan terlihat lebih tegar saat ini.
"DIA SIAPA MAS?!" Yumna akhirnya kehilangan kendali, dia memukul wajah suaminya dan mendorongnya agar menyingkir, lalu menarik tangan perempuan di belakang Rio. "Dasar wanita tidak tahu diri. Kamu tahu jika Mas Rio adalah suamiku! Dia laki-laki yang sudah menikah!"
"Yum, tenang Yum" Irena menocba mencegah karena takut Yumna akan terjatuh, apalagi dengan kehamilannya.
Yumna semakin menjadi, dia menjambak rambut wanita itu dengan kasar. "Dasar wanita perebut suami orang!"
"Yumna cukup!" Dengan satu tarikan, Rio melepaskan Yumna yang menyerang Salsa, istri keduanya. "Kamu pikir kamu siapa bisa menyakiti istriku"
Tangan Yumna mengepal kuat di sisi tubuhnya, bergetar dengan penuh emosi yang dia tahan. "Istri? Hebat kamu Mas! Aku yang menemani kamu dari belum punya kerja, sampai punya pekerjaan. Bahkan aku dengar kamu baru saja naik jabatan, dan kamu malah berpaling pada perempuan sialan ini!"
"Dia yang membuat karirku bagus, bukan kamu!"
Plak... Plak... Dua tamparan berulang di kedua pipi Rio. Napas Yumna memburu menahan amarah yang sudah meluap-luap.
"Jadi kau menikahinya karena ingin naik jabatan? Dasar laki-laki tidak tahu diri!"
"Kamu harusnya sadar diri, sejak menikah dan sebelum menikah, penampilanmu sungguh tidak sama lagi. Kamu tidak menarik lagi"
"Sialan ya kamu Rio!" teriak Irena, sekarang dia jadi ikut emosi dengan ucapan Rio.
Yumna tersenyum sinis, mengusap air mata yang ternyata tidak ada gunanya. Sangat sia-sia dia mengeluarkan air mata kesedihan ini, karena berharap mendengar kata maaf saja atau sebuah kata penyesalan dari suaminya, tidak dia dengar.
"Dulu aku punya penghasilan sendiri, yang bahkan penghasilanku lebih besar daripada kamu. Tentu kamu tidak lupa 'kan? Jadi, mau apapun dan merawat diri tentu aku bisa. Tapi setelah menikah denganmu, uangmu itu sangat pas-pasan. Mana bisa aku pergi ke salon untuk mempercantik diri. Disini yang harusnya sadar diri, itu kamu! Bukan aku"
Yumna melepaskan cincin pernikahan mereka, melemparnya tepat di wajah Rio. Melirik ke arah perempuan di samping Rio, lalu tersenyum tipis.
"Selamat atas pernikahan kalian dan keluarga baru kalian"
Yumna berbalik membawa luka dan kecewa, suami yang dia anggap pria paling baik, pria yang paling setia dan mengutamakan istri, ternyata hanya seorang pria sampah yang tidak ada harga diri.
Mobil melaju pergi meninggalkan pekarangan rumah ini. Irena sesekali melirik pada sahabatnya yang duduk diam dengan kepala bersandar ke jendela mobil. Air mata sudah tidak mengalir, namun tatapan mata lebih menunjukan dari sekadar kesedihan yang dia rasakan.
Ketika tatapan mata Irena tidak sengaja tertuju pada celana Yumna yang berwarna putih, namun sudah hampir setengahnya di penuhi darah. Irena langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Yumna, darah..." tunjuk Irena pada celana Yumna dengan wajah yang terkejut. "Kita ke rumah sakit sekarang"
Yumna tidak menjawab, tapi perlahan matanya tertutup dan tidak sadarkan diri. Irena semakin panik dan segera membawanya ke rumah sakit. Berteriak memanggil Dokter saat dia sampai di rumah sakit.
"Dokter, tolong teman saya. Dia pendarahan dan sedang hamil"
Irena berteriak histeris, rasa khawatir dan cemas pada keadaan temannya itu. Hingga seseorang datang menghampirinya saat Dokter sudah membawa Yumna menuju ruangan dengan sebuah brangkar.
"Irena? Ada apa kamu disini?"
Sial, sepertinya Irena lupa jika rumah sakit ini adalah milik keluarga Andreas. Dan sekarang dia malah bertemu dengan pria itu, setelah dua tahun berlalu dan bertemu lagi disini.
"Temanku sakit" jawab Irena yang langsung berlalu menyusul brangkar Yumna yang di bawa oleh Dokter dan para perawat.
*
Lampu ruangan yang begitu terang, menyilaukan mata yang baru saja terbuka. Ruangan serba putih dan bau obat-obatan langsung menyeruak ke dalam indra penciumannya. Seperti terbangun dari tidur panjang dan mimpi yang begitu buruk, Yumna masih merasa bingung dengan keadaannya sekarang.
"Yumna, akhirnya kamu sadar juga"
Yumna menoleh, melihat ada Irena dan Ibunya disana. Ibu Irena sudah seperti Ibunya sendiri, karena dia begitu baik pada Yumna yang sudah tidak punya orang tua.
"Minum dulu, tapi sedikit dulu ya. Dokter berpesan begitu tadi" ucap Ibu.
Tangan yang berada di atas perutnya, membuat dia sedikit menyadari satu hal yang berbeda dari tubuhnya. Tangannya bergerak meraba-raba perutnya yang rata.
"Ren, anakku?" Bertanya dengan tatapan cemas dan panik. Apalagi ketika melihat Irena dan Ibu yang hanya diam. Ibu mendekat padanya, mengelus kepala Yumna dengan lembut.
"Yang sabar ya Nak, Tuhan akan mengganti semua yang hilang dengan kebahagiaan yang tidak terduga untukmu"
Air mata sudah menetes dari sudut matanya, Yumna menggeleng pelan. Seolah menyangkal apa yang sekarang ada dalam pikirannya.
"Tidak mungkin Bu, anakku tidak mungkin pergi juga meninggalkan aku.. Hiks.."
"Yum, kamu yang sabar ya. Semuanya sudah takdir Tuhan"
Ruangan ini menjadi saksi bagaimana seorang Yumna hancur untuk kesekian kalinya. Bukan hanya bentuk pengkhianatan dari suaminya, tapi harus kehilangan buah hati yang dia nantikan selama dua tahun lamanya.
Apa mampu Yumna menjalani kehidupan baru? Bangkit dari keterpurukan ini?
Bersambung
Udah bisa nebak kan?