Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02. -
"Nona, saya baru saja mendapat sebuah berita dari sosial media SMA Nusa Raya, kalau Tuan Muda sedang terlibat perkelahian."
Delano memberi laporan sekaligus bukti melalui tab-nya di hadapan sang atasan. Marcelline.
Gadis yang jarang sekali tersenyum itu menatap potret yang tersebar luas itu, kalau adiknya Azri sedang terlibat perkelahian di dalam sekolah.
Marcelline berdiri dari kursi kebesarannya, dan melangkahkan kaki keluar dari ruangan dengan kacamata yang bertengger dihidung mancungnya. Dengan Delano yang mengikuti di belakangnya.
"Ada panggilan orang tua?" tanya Marcelline.
"Tidak ada, Nona. Karena perkelahian ini belum ada yang melapor ke guru-guru," jawab Delano sangat sopan.
Marcelline diam tanpa berbicara lagi, ia masuk ke dalam mobil setelah pintu di bukakan oleh Delano.
Delano juga masuk, tapi ia duduk di samping supir yang sedang menyetir itu. "Menuju sekolah Tuan Muda, Pak," kata Delano di angguki sang supir.
Marcelline di belakang hanya diam dengan tatapan lurusnya yang datar dan terlihat sangat tajam. Jari jemari tangannya saling mengetuk sama lain, adiknya sedang berkelahi sekarang. Dan manusia mana yang berani mengusik si bungsu kesayangan Marcelline itu coba?
Delano segera turun untuk membukakan pintu mobil bagi Marcelline yang segera keluar. Tidak ada siswa-siswi yang heboh untuk membisikkan kehadiran Nona yang paling berkuasa itu, karena mereka semua sedang fokus mempertontonkan Azri yang masih berkelahi sekarang.
"Permisi," kata Delano ingin membuka jalan.
Siswa yang pundaknya di tepuk oleh Delano itu merasa terkejut saat menoleh ke belakang sudah ada Marcelline yang berdiri. Siswa itu langsung membungkuk memberi hormat sebelum membuka jalan, begitu juga siswa-siswi yang langsung sadar.
Marcelline melangkah tegas, tatapannya tajam dengan wajahnya yang datar. Sekarang ia dapat melihat kalau adiknya benar sedang berkelahi.
"Azri!"
Tangan Azri yang sudah terangkat ingin membalas pukulan yang ia terima barusan, terhenti karena mendengar suara yang jelas sudah ia hafal.
Azri memejamkan mata sebentar dan mengumpat pelan. "Shit."
Azri melepaskan kerah seragam pemuda yang beradu otot dengannya, ia berbalik dan langsung berhadapan dengan wajah datar sang Kakak.
Mata tajam Marcelline tertuju pada pemuda yang wajahnya lebih babak belur dari Azri sendiri. Pemuda yang bernama Herman itu tidak mampu menatap balik mata Marcelline.
Tidak lama kemudian, para guru datang dengan wajah tegang, mereka terkejut saat ada siswa yang melapor bahwa Marcelline datang.
"Selamat siang, Nona," sapa kepala sekolah menundukkan kepalanya hormat, begitu juga dengan guru yang lain. Danuel.
Mata Marcelline beralih pada Danuel yang terlihat gelisah dari gestur tubuhnya.
"Kalian sudah selesai bergosip di dalam ruangan yang nyaman itu?" tanya Marcelline tajam dan menusuk.
"Kak...."
"Aku sedang tidak bicara denganmu!" Marcelline dengan tegas menyela dan melotot tajam pada Azri yang kemudian menunduk.
Tidak ada yang berani angkat bicara di sana, termasuk para guru.
Seseorang dari kejauhan tampak baru muncul dengan pakaiannya yang dikhususkan seperti bodyguard. Ya, itu adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan melindungi Azri dari jarak yang tidak terlalu mencolok.
Raditya Franklin. Bisa dikatakan kalau dia adalah sahabat Delano, bisa mendapatkan pekerjaan di keluarga Hart pun atas bantuan Delano juga.
Langkahnya memelan dengan napas yang mulai memberat. Ia datang dengan tegas, lalu menunduk memberi hormat.
Belum sempat mengangkat kepala, suara dingin Marcelline sudah masuk ke dalam telinganya.
"Hukumanmu akan segera ditentukan setelah ini!"