Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 2 Geng Srikandi VS Geng Kunti
Happy reading
"Woee, berhenti!" Ayu berteriak lantang begitu tiba di Jalan Teratai, tempat anak-anak Geng Srikandi dan bocah-bocah Geng Kunti berkelahi.
Namun sayang, tidak ada yang mau mendengarnya karena terlalu fokus dengan perkelahian.
Tidak ada cara yang bisa ia lakukan untuk menghentikan perkelahian yang terlihat semakin sengit, selain ikut terjun ke medan pertempuran.
Dengan kelincahan gerakan tangannya, Ayu berhasil merebut tongkat yang dipegang oleh salah satu anggota Geng Kunti dan menjadikan Arumi sebagai incaran untuk dijadikan tawanan agar perkelahian mereka segera berhenti.
"Nyet, hati-hati! Di belakang-mu!" Nofiya berteriak ketika salah satu musuh mereka bersiap untuk memukul Ayu dari belakang.
Seseorang tiba di waktu yang tepat.
Ia berusaha melindungi Ayu dengan mencengkram kuat tongkat yang ingin diayunkan tepat ke kepala Ayu.
"Hentikan!" Titahnya--dengan suara yang terdengar menggelegar.
Seketika perkelahian pun terhenti dan atensi semua anggota geng mengarah pada sosok pemilik suara yang ternyata tidak asing.
"Pak Juna --" ucap mereka hampir bersamaan.
Mata Ayu membulat sempurna begitu wajah Arjuna memenuhi ruang pandang.
Ia tidak menyangka jika Arjuna akan menyusulnya.
"Semua bubar! Tinggalkan tempat ini dan jangan pernah berkelahi lagi!" Arjuna kembali melontarkan titah yang tak kuasa dibantah oleh semua anggota geng. Suaranya terdengar datar. Namun penuh penekanan.
Arumi sebagai ketua Geng Kunti, segera membawa anggota gengnya untuk meninggalkan tempat itu. Namun sebelum melangkah pergi, Arumi melayangkan tatapan menghunus ke arah Ayu dan mengancamnya untuk tidak mendekati Dimas.
Seperti biasa, Ayu membalas ancaman Arumi dengan memperlihatkan senyum mencemooh.
Baginya, ancaman itu hanyalah angin lalu yang tidak penting untuk ditanggapi.
"Nyit, gimana keadaan temen-temen?" Ayu bertanya pada Nofiya setelah Arumi dan anggota geng-nya menghilang dari pandangan mata.
"Noh lihat aja sendiri! Kepala Ririn sama Machan benjol!" ujar Nofiya sambil menggerakkan dagu, menunjuk ke arah Ririn dan Machan yang tampak merintih kesakitan sambil memegang dahi mereka yang benjol.
Ayu mengalihkan pandangan mata ke arah dua temannya yang ditunjuk oleh Nofiya. Benar saja, kepala mereka terlihat memar dan benjol akibat perkelahian tadi.
"Selain mereka berdua masih aman, Nyet. Temen-temen kita yang lain cuma luka ringan. Kita bisa obatin pake obat merah atau plester."
Ayu mengangguk pelan, lalu membuang napas kasar. Ia merasa bersalah karena telah datang terlambat.
"Kita bawa teman-temanmu yang terluka ke rumah sakit," tutur Arjuna--menginterupsi.
"Siapa yang akan membayar biaya rumah sakit, Pak?" Bukan Ayu yang menanggapi ucapan Arjuna, melainkan Nofiya.
"Saya yang akan membayarnya."
Ucapan Arjuna mencipta senyum di bibir Nofiya dan teman-temannya, terkecuali Ayu.
Ayu meyakini, jika setelah hari ini ... Arjuna akan selalu membuntuti dan akan membatasi ruang geraknya sebagai ketua Geng Srikandi.
"Yu, kamu ikut saya." Arjuna memecah hening yang sejenak tercipta dan membuat Ayu terhenyak.
"Nofiya dan yang lainnya gimana?" Ayu menanggapi perkataan Arjuna tanpa menatap lawan bicara yang saat ini tengah menatapnya.
"Mereka diantar Pak Hasan--sopir papa."
"Tapi, aku ingin menemani mereka --"
"Ririn, Machan, dan yang lainnya terluka karena aku datang terlambat," imbuh Ayu.
"Kita bisa bertemu mereka di rumah sakit."
"Tapi --"
"Kamu ikut saya atau --"
"Baiklah. Aku ikut kamu."
Ayu segera memangkas perkataan Arjuna. Seolah ia bisa menebak apa yang ingin dilontarkan oleh pria menyebalkan itu.
Ancaman.
Arjuna bisa saja membeberkan pernikahan mereka pada semua orang, jika perintahnya tidak diindahkan.
Dengan sangat terpaksa, Ayu menuruti perintah Arjuna dan membiarkan teman-temannya masuk ke dalam mobil bersama Hasan. Sementara dia, membonceng kuda besi milik Arjuna.
"Sesuai dugaan saya, kamu tidak pergi ke minimarket. Kamu sengaja berbohong supaya bisa menyusul teman-teman kamu dan ikut berkelahi bersama mereka," ucap Arjuna sambil fokus melajukan kuda besi.
"Makanya, saya meminta Pak Hasan untuk ikut bersama saya, karena saya yakin pasti banyak yang terluka akibat perkelahian tadi," sambungnya.
"Bagaimana Pak Juna bisa tau kalau aku nggak ke minimarket?"
"Tadi, saya mendengar obrolanmu dengan Nofiya. Mungkin kamu berpikir, suara kamu pelan dan tidak mungkin didengar oleh siapapun kecuali lawan bicara."
Huft ....
Ayu membuang napas kasar. Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa berbicara lebih pelan, sehingga Arjuna mendengar obrolannya dengan Nofiya.
"Sebenarnya, apa yang membuat kalian sering berkelahi dengan Geng Kunti?"
Ayu membisu. Ia serasa enggan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Arjuna.
"Apa karena ... kamu dan Arumi memperebutkan Dimas?" tebak Arjuna sambil menoleh sekilas ke belakang, sehingga memaksa Ayu untuk membalasnya.
"Nggak. Sebenarnya, Arumi cuma salah paham aja. Dia cemburu, karena aku deket sama Dimas. Tapi kedekatan kami cuma sekedar teman, nggak lebih."
"Kenapa kamu tidak menjelaskannya pada Arumi? Supaya dia tidak terus menerus salah paham."
"Males, Pak. Yang namanya cemburu, dijelasin seperti apapun, nggak bakal percaya."
"Berarti kamu harus menjaga jarak dengan Dimas."
"Kenapa aku harus menjaga jarak dengan Dimas? Aku dan Dimas berteman dari kecil. Jadi wajar, kalau kami deket. Arumi-nya aja yang terlalu pencemburu dan terobsesi sama Dimas."
"Yu, status kamu sudah bukan gadis lajang lagi. Jadi, kamu harus bisa menjaga Marwah sebagai seorang istri."
"Maksud Pak Juna apa?"
"Nanti malam saya jelaskan. Supaya kamu paham, apa saja hak dan kewajiban kamu sebagai seorang istri."
Ck ...
Ayu berdecak dan memutar bola mata malas.
Selayaknya seorang remaja yang masih berusia belia, Ayu ingin menikmati masa muda dan belum siap menjadi seorang istri.
Apalagi menjalankan kewajiban yang pastinya teramat berat.
Tak terasa, roda kuda besi yang dikendarai oleh Arjuna sudah menginjak area parkir rumah sakit.
Tanpa diminta oleh Arjuna, Ayu bergegas turun dari jok sepeda motor.
"Kita susul teman-teman kamu. Mungkin mereka di UGD."
"Iya." Ayu mengangguk pelan, lalu membawa kakinya melangkah mengikuti ayunan kaki Arjuna.
Setibanya di UGD, Arjuna dan Ayu disambut ramah oleh seorang dokter berparas cantik yang kebetulan mengenal Arjuna.
Dia ... Dira. Saudara Arjuna.
"Jun, semua murid-mu yang terluka sudah kami obati. Mereka bisa langsung pulang," tutur Dira diiringi seutas senyum yang membingkai wajah cantiknya.
"Alhamdulillah. Makasih, Mbak."
"Sama-sama."
"Luka mereka nggak ada yang parah 'kan, Mbak?"
"Alhamdulillah, nggak ada."
"Syukurlah, kalau begitu aku tinggal dulu ke bagian administrasi --"
"Mau ngapain? Semua biaya pengobatan mereka sudah aku bayar."
"Waduh, malah merepotkan Mbak Dira."
"Nggak juga, Jun. Udah, santai saja. Aku nggak merasa direpotkan."
"Sekali lagi ... makasih ya, Mbak."
"Sama-sama. Salam buat Om Adam dan Tante Alisa ya."
"Iya, Insya Allah nanti aku sampaikan."
"Sip. Aku tinggal dulu ya. Ada pasien yang harus segera dioperasi."
"Iya, Mbak. Semoga lancar operasinya."
"Aamiin."
Dira kembali menerbitkan senyum, lalu melangkah pergi--meninggalkan Arjuna dan Ayu untuk melanjutkan tugas.
"Sepertinya, Pak Juna akrab banget sama bu dokter tadi." Ayu membuka obrolan.
"Iya. Dia ... Mbak Dira. Anak Om Firman--kakaknya papa."
"Owhh, aku kira mantan Pak Juna --"
"Seharusnya, Pak Juna memiliki istri seperti Dokter Dira. Cantik, lembut, cerdas, dan baik hati. Bukan seperti aku. Bedugalan." Ayu menyambung ucapannya, lantas mengayun kaki tanpa menunggu balasan dari Arjuna.
Andai kamu tau, Yu. Sebelum kita bertemu, aku pernah menjalin hubungan serius dengan seorang dokter. Hubungan kami kandas, karena dia lebih memilih pria lain yang mungkin lebih baik dari-ku.
Arjuna menghela napas dalam, lalu menghembuskan nya perlahan. Menghempas rasa sesak yang memenuhi rongga dada.
Setiap mengingat sang mantan kekasih, segumpal daging yang bersemayam di dalam dadanya terasa ngilu.
Rasa sakit karena pengkhianatan Cathy masih tersisa dan belum sembuh sepenuhnya, hingga membuat Arjuna enggan menjalin hubungan dengan wanita lain.
Namun demi menuruti permintaan papanya, ia terpaksa menikahi Ayu--muridnya sendiri dan berusaha ikhlas menjalani goresan takdir yang dikehendaki oleh Sang Penulis Skenario.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini
surga dunia..
aseeekk