NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7. HASIL HUTAN

Pagi itu, udara desa Waringin masih diselimuti kabut tipis. Embun berkilau di ujung-ujung daun bambu, menetes perlahan seperti mutiara yang lahir dari perut bumi. Ayam jantan sudah berkokok bersahut-sahutan, sementara dari kejauhan terdengar suara palu para tukang yang sedang memerbaiki atap rumah sederhana yang sempat bocor karena hujan semalam. Aruna menatap ke arah langit, merasakan aroma tanah basah yang menusuk inderanya. Hatinya terasa ringan, seolah hari itu adalah hari yang telah lama ia nantikan.

Ia tahu, hari ini ia akan memasuki hutan bersama beberapa perempuan desa dan dua orang pria yang biasa mengambil kayu bakar. Tapi bukan kayu yang menjadi tujuan Aruna. Ia ingin menyusuri rimba, menemukan kembali pengetahuan yang dulu pernah ia pelajari, menyingkap kekayaan hutan yang selama ini mungkin dianggap biasa oleh warga desa.

Sejak kecil, Aruna memang gemar mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan tumbuhan obat dari neneknya. Namun ketika liburan masa kuliahnya di Cina beberapa tahun silam, ia sempat memperdalam pengetahuan tentang pengobatan tradisional Tiongkok (Traditional Chinese Medicine, TCM). Dari seorang tabib tua di pedalaman Yunnan, ia belajar cara mengenali tanaman obat, teknik mengeringkan akar dan daun, hingga metode menyimpan ramuan agar tidak cepat rusak. Ingatan itu kini kembali menari di kepalanya, seolah menuntun langkahnya untuk menyalurkan ilmu tersebut pada orang-orang desa. Tidak menyangka apa yang menjadi rasa penasarannya dulu ternyata berguna di masa ini.

"Aruna, apakah kau sudah siap?" suara lembut Nyi Ratna membuyarkan lamunannya. Perempuan paruh baya itu membawa sebuah keranjang rotan besar di punggungnya. Dua perempuan desa yaitu Sari dan Lastri, mengikuti di belakangnya, sementara dua pria, Wira dan Darma, mengikat golok di pinggang, siap menebas semak atau ranting kering yang menghalangi jalan.

Aruna tersenyum, mengangguk pelan. "Siap, Mbok. Hari ini kita akan belajar banyak hal dari hutan."

Perempuan-perempuan itu saling pandang, sebagian tidak begitu mengerti maksud Aruna. Selama ini mereka masuk hutan hanya untuk mencari kayu bakar atau daun-daun kering untuk pakan ternak. Mereka tidak pernah benar-benar memikirkan hutan sebagai gudang ilmu dan kehidupan.

Rombongan kecil itu pun berangkat. Jalan setapak yang mereka lalui dipenuhi dedaunan basah, tanahnya lembek oleh sisa hujan. Aruna berjalan di tengah, sesekali menunduk untuk memerhatikan rumput dan tanaman kecil di tepi jalur.

Semakin jauh mereka melangkah, semakin rapat pepohonan yang menaungi. Udara berubah lebih sejuk, sinar matahari menembus celah dedaunan dalam garis-garis tipis seperti benang emas yang jatuh dari langit. Burung-burung berkicau riang, sementara suara serangga hutan menjadi orkestra yang tak pernah berhenti.

Aruna menatap sekeliling dengan penuh kekaguman. Ia merasa bangga akan tanah airnya sendiri. Sejak dahulu, nusantara dikenal sebagai tanah subur dengan ekosistem yang luar biasa. Bagi Aruna, hutan bukan hanya sekumpulan pohon dan semak, melainkan sebuah perpustakaan hidup, tempat di mana setiap daun, bunga, dan akar menyimpan pengetahuan yang tak ternilai.

"Lihatlah," katanya sambil menunjuk pada pohon tinggi dengan kulit batang berwarna keabu-abuan. "Itu pohon pule. Kulit batangnya bisa digunakan sebagai obat malaria, dan daunnya kerap dipakai sebagai obat luka luar.

Sari menatap takjub. "Selama ini aku hanya tahu kayunya bagus untuk perapian. Ternyata bisa untuk obat juga?"

Aruna tersenyum. "Ya, banyak sekali yang bisa kita manfaatkan dari hutan ini, asal kita tahu cara mengenalnya."

Tak lama kemudian, Aruna berhenti di dekat semak dengan daun hijau mengilap. Ia jongkok, menyentuh daun itu dengan hati-hati.

"Ini sambiloto, kalian pasti sering dilihat di kebun, Rasanya pahit sekali, tapi sangat ampuh menurunkan demam dan menjaga daya tahan tubuh," jelasnya.

Lastri mengernyit. "Tapi siapa yang mau meminum sesuatu yang pahit?"

Aruna terkekeh kecil. "Kadang yang pahit itulah yang menyembuhkan. Di tempatku, aku sering melihat orang merebus daun sambiloto bersama sedikit madu atau jahe untuk mengurangi rasa pahitnya. Hasilnya sangat manjur."

Ia lalu memetik beberapa helai daun, menyimpannya dalam kantong kain kecil yang memang ia bawa.

Di dekat sana, ia menemukan tanaman lain, temulawak, dengan rimpang kuning-oranye yang kaya manfaat. Aruna menjelaskan bahwa temulawak baik untuk pencernaan, meningkatkan nafsu makan, dan membersihkan darah. Ia bahkan menunjukkan cara menggali rimpang dengan hati-hati agar tanaman tidak mati total, menyisakan sebagian untuk tumbuh kembali.

Semakin jauh mereka masuk ke dalam hutan, semakin banyak hal yang ia tunjukkan. Ada pohon aren, yang nira dari bunganya bisa diolah menjadi gula merah. Ada pohon rotan muda, pucuknya bisa dimakan sebagai sayuran. Ada pula paku haji yang dapat dijadikan lalapan setelah direbus.

Aruna juga menemukan tumbuhan menjalar dengan akar yang jika diperas mengeluarkan busa.

"Inilah akar enau," kata Aruna sambil memeras sedikit akar hingga berbuih. "Orang dulu memakainya sebagai pencuci rambut alami. Buihnya membersihkan rambut, dan wanginya segar."

Sari dan Lastri tertawa kagum. "Kalau begitu kita tak perlu membeli minyak kelapa mahal untuk mencuci rambut!"

Tak berhenti di sana, Aruna menunjukkan pula umbut rotan, buah kemiri sebagai minyak, daun jati yang bisa dijadikan pembungkus makanan sekaligus ramuan untuk sakit perut, serta gembili, umbi hutan yang mengenyangkan dan bisa menjadi pengganti nasi.

"Selain singkong dan beras, kita juga punya alternatif lain dari hutan ini," jelasnya. "Ada sukun, talas liar, bahkan jagung hutan yang masih tumbuh di beberapa sudut. Semua ini bisa mengenyangkan jika kita tahu cara mengolahnya."

Wira, salah satu pria yang biasanya hanya fokus mencari kayu, tampak terdiam lama. Ia kemudian berkata lirih, "Aku tak pernah tahu hutan ini sesubur itu. Selama ini aku hanya menebang pohon, membawa kayunya pulang, dan menjual sebagian untuk dapur. Ternyata aku buta terhadap kekayaan yang sebenarnya."

Aruna menepuk bahunya. "Hutan adalah sahabat kita. Ia memberi, asalkan kita tidak serakah. Jika kita menjaga, maka ia akan terus memberi makan, memberi obat, bahkan memberi perlindungan."

Setelah cukup banyak membawa tanaman, mereka pun kembali ke desa menjelang sore. Aruna segera mengajak mereka berkumpul di halaman rumah Nyi Ratna. Di sana ia menunjukkan cara mengolah hasil hutan.

Ia menjelaskan bahwa beberapa daun, seperti sambiloto dan daun sirih, bisa dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari, kemudian disimpan dalam wadah kedap udara. Akar dan rimpang seperti temulawak serta jahe sebaiknya dipotong tipis-tipis sebelum dijemur, agar kering merata dan tidak berjamur.

"Kalau sudah kering, bisa kita simpan berbulan-bulan," ujarnya. "Kalau ada yang sakit, tinggal diseduh atau direbus. Tidak perlu panik atau jauh-jauh ke kota mencari obat."

Ia juga menunjukkan cara membuat ramuan minyak gosok dari campuran jahe, lengkuas, dan minyak kelapa. Campuran itu dipanaskan perlahan hingga sarinya keluar, lalu disimpan dalam wadah. Minyak itu bisa dipakai untuk menghangatkan tubuh, meredakan pegal, dan mengobati perut kembung.

Para perempuan mencatat dalam ingatan dengan penuh perhatian. Bahkan Darma, yang biasanya pendiam, kali ini ikut bertanya tentang cara menyimpan umbi hutan agar tidak cepat busuk.

Sore harinya, ketika mereka menunjukkan hasil hutan yang dibawa pulang, warga desa berkumpul dengan rasa ingin tahu. Anak-anak menatap kagum pada umbi-umbi gembili yang tampak asing, sementara para ibu bersemangat mendengar bahwa daun-daun pahit yang sering mereka abaikan ternyata bisa menjadi obat manjur.

Aruna berdiri di tengah kerumunan, wajahnya tenang namun matanya berbinar.

"Hutan ini adalah anugerah. Ia akan terus memberi selama kita menjaganya. Jangan hanya menebang pohon tanpa menanam kembali. Jangan hanya mengambil tanpa peduli. Jika kita merawat, maka hutan akan menjadi sumber kehidupan yang tak pernah habis. Terutama untuk desa yang kurang dalam hal makanan."

Orang-orang desa terdiam, lalu perlahan mengangguk. Ada cahaya baru di wajah mereka, cahaya harapan. Mereka menyadari bahwa selama ini mereka hidup di samping harta karun, namun tak pernah benar-benar menyentuhnya.

Aruna menutup penjelasannya dengan kalimat yang membuat semua orang merenung, "Sang Pencipta menitipkan hutan ini kepada kita. Jika kita pandai menjaga, maka anak cucu kita kelak masih bisa merasakan manfaatnya. Tapi jika kita serakah, maka kita akan kehilangan segalanya."

Sore itu, suasana desa dipenuhi semangat baru. Orang-orang membicarakan tentang rencana menanam kembali pohon-pohon obat, membuat ladang kecil untuk menumbuhkan tanaman hutan yang bisa dimanfaatkan, dan bahkan membicarakan bagaimana menjaga hutan agar tidak ditebang sembarangan.

Aruna tersenyum puas. Ia tahu perjalanannya masih panjang, tapi setidaknya hari itu ia berhasil menyalakan secercah cahaya di hati warga desa, cahaya yang lahir dari hutan, dari pengetahuan, dan dari harapan.

Walau ia tidak tahu harapan itu akan benar-benar dibutuhkan setelah ini.

1
Jelita S
y itu akan terjadi kn😭😭😭
gaby
Ada apa gerangan Thor?? Knp Van der jd tkt kehilangan Aruna setelah bertemu org Britania yg ngasih alat2 kedokteran. Apa ada seseorang yg mengatakan sesuatu tentang asal usul Aruna?? Btw tolong kasih Visual tokohnya thor
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh agak greget ya guys 🤭😄
Archiemorarty: hahaha...
total 1 replies
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!