Serra gadis 24 tahun harus menerima takdirnya menikah dengan seorang pria yang bernama Damar. Tetapi tidak pernah di anggap sebagai istri. Tinggal bersama mertua dan juga adik ipar yang ternyata selama pernikahan Serra hanya dimanfaatkan untuk menjadi pelayan di rumah itu.
Hatinya semakin hancur mengetahui perselingkuhan suaminya dengan sepupu sang suami yang juga tinggal di rumah yang sama dengannya. Segala usaha telah dia lakukan agar keluarga suaminya bisa berpihak kepadanya. Tetapi di saat membongkar hubungan itu dan justru dia yang disalahkan.
Serra merasa sudah cukup dengan semua penderitaan yang dia dapatkan selama pernikahan, Akhirnya memutuskan untuk membalas secara impas semuanya dengan menggunakan Askara paman dari suaminya yang bersedia membantunya memberi pelajaran kepada orang-orang yang hanya memanfaatkannya.
Jangan lupa untuk terus baca dari bab 1 sampai akhir agar mengetahui ceritanya.
follow ainuncefeniss.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonecis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 Hati Yang Luka
"Mas cari apa?" tanya Serra ketika sudah berdiri di depan pintu kamar.
"Jas ku yang biru di mana?" tanyanya sekali lagi dengan menekan suaranya.
"Aku baru saja tadi menjemurnya," jawab Serra.
"Kau mencucinya?" tanya Damar yang membuat Serra menganggukkan kepala.
"Astaga! kau tidak tahu jika itu akan aku gunakan hari ini!" tegas Damar menekan suaranya yang memijat kepalanya langsung marah kepada Serra.
"Maaf. Mas Serra pikir itu pakaian kotor," ucapnya.
"Kau benar sangat bodoh yang tidak tahu mana yang kotor dan tidak kotor. Aku sudah mengatakan berkali-kali kepadamu jika ingin mencuci pakaianku maka diperhatikan baik-baik dan tanya dulu kepadaku, bukan asal cuci begitu saja!" tegas Damar.
"Maaf Mas," ucapnya menunduk perasa bersalah.
"Maaf-maaf. Sekarang aku yang kesusahan. Kau benar-benar hanya pembawa sial saja," ucapnya begitu enteng yang mampu membuat mata Serra berkaca-kaca.
Istri mana yang tidak sakit hati dengan perkataan suaminya yang sepertinya bukan hanya Baru kali ini saja Damar berkata kasar seperti itu kepadanya.
Damar melangkah menuju lemari yang terlihat mengacak-acak lemari mencari jas yang ingin dia gunakan.
"Katakan saja kepada Serra ingin memakai jas yang mana dan biar Serra yang mencarinya tanpa harus membuat lemari berantakan seperti itu," ucap Serra.
"Kau protes karena aku memberantakinnya!"
"Kau sadar diri, jika semua ini karena kebodohanmu!" tegas Damar yang tidak mempedulikan omongan istrinya dan akhirnya dia mendapatkan jas pengganti yang langsung mengambilnya dan memasuki kamar mandi.
Serra menghela nafas yang melangkah menuju lemari, mengambil pakaian yang sudah berjatuhan di atas tempat tidur dan di lantai.
Lemari sangat rapi tersusun itu sekarang sudah seperti kapal pecah.
Bruk!!!
Suara itu kamar mandi yang kembali terbuka membuat Serra kaget yang ternyata Damar sudah keluar dari kamar mandi yang terlihat merapikan jasnya.
"Mas mau kekantor lagi?" tanya Serra.
"Menurutmu. Kau pikir aku seperti dirimu yang tidak memiliki pekerjaan hah! yang hanya bisa menyusahkan orang saja," jawab Damar dengan kertas yang membuat Serra harus menghela nafas.
Walau perkataan suaminya seperti itu kepadanya, tetapi tidak membuat Serra marah dan menghampiri Damar yang mengambil tangan Damar untuk mencium punggung tangannya.
Tetapi balasan yang didapatkan Serra, ketika tangan itu ditepis, "daripada kau mencuci pakaian yang bersih dan tidak bisa memilih mana yang kotor. Lebih baik kau urus dirimu agar tidak kotor seperti ini, aku tidak tahu kenapa kau bisa mencium tubuhmu yang seperti itu. Pagi-pagi orang-orang sudah cantik bersih dan harum dan kau sangat kotor, dekil dan bau," ucap Damar berbicara yang begitu sangat enteng dengan ekspresi wajah yang terlihat jelas dia sangat jijik kepada istrinya.
Kata-kata Damar akhirnya membuat air mata Serra jatuh. Tidak ada kata maaf dari Damar ketika seenaknya menyakiti hati istrinya dan pergi begitu saja yang menutup pintu kamar sangat kuat.
Serra mengusap air matanya yang beberapa kali menghela nafas yang bagaimanapun harus banyak-banyak bersabar dengan pernikahannya.
Serra berjalan menuju jendela kamar yang membuka tirai itu dan melihat ke bawah. Suaminya ke kantor ternyata tidak sendirian melainkan dengan Maya yang sekarang terlihat Damar membuka pintu mobil untuk Maya.
"Kenapa memperlakukan orang lain seperti itu sangat mudah dan untukku tidak bisa?"
"Mas sampai kapan kamu benci ku dan tidak bisa membuka hati sedikit saja untukku. Apa di mata kamu aku tetap wanita yang salah, wanita yang tidak pantas, wanita yang menjijikan dan sampai kapan semua ini akan berakhir, apa semua pengorbanan yang aku lakukan belum cukup," ucapnya dengan air mata yang kembali jatuh.
Serra harus menerima nasibnya yang mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari suaminya. Dia jika pasti ingin pagi-pagi sudah cantik dan lagi pula sebelum melakukan aktivitas di dapur Serra mandi terlebih dahulu dan karena banyaknya pekerjaan yang dia kerjakan sendiri, membuat sarapan pagi yang bukan hanya satu macam saja yang membuat Serra pasti keringatan, jadi wajar saja jika tubuhnya juga sedikit bau.
******
Serra yang baru saja selesai mandi setelah mengerjakan pekerjaan rumah seharian. Serra udah selesai dengan seluruh aktivitas itu ketika sudah malam hari.
Krrekk.
Serra yang duduk di meja rias melihat dari cermin suaminya sudah pulang. Membuat Serra tersenyum yang langsung menghampiri.
"Mas baru pulang?" tanyanya.
"Kamu bisa tidak jangan mempertanyakan hal yang tidak perlu dijawab. Kamu sudah tahu aku baru saja pulang dan untuk apa bertanya lagi," ucap Damar.
"Maaf. Mas," ucapnya.
"Pulang kerja capek dan kamu sudah buat dongkol," ucapnya dengan kesal.
"Apa Mas sudah makan? Mau Serra bawakan makanan ke dalam kamar?" tanyanya.
"Tidak perlu! Aku sudah makan," jawab Damar.
"Baiklah!" ucap Serra.
"Serra sudah menyiapkan air hangat. Mas sebaiknya langsung mandi saja," ucap Serra.
Tidak ada jawaban yang diberikan Damar, dia langsung menuju kamar mandi.
"Aku berharap malam ini mood Mas Damar tidak terganggu dengan banyak pertanyaanku dan tidak membuatnya kesal," ucap Serra.
Tidak lama akhirnya Damar keluar dari kamar mandi yang terlihat memakai kaos putih. Damar mengerutkan dahi melihat Serra menggunakan piyama dengan warna mencolok berdiri di depannya yang tampak gugup.
"Ada apa?" tanya Damar.
"Mas capek! Biar Serra pijit," ucapnya.
"Tidak perlu," jawabnya yang melewati Serra begitu saja.
Serra mendapatkan penolakan itu menelan salivanya. Damar yang terlihat membuka laptopnya dan mulai melihat pekerjaannya.
"Mas apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Serra.
"Kau tidak melihat aku sedang apa?" jawab Damar tanpa menoleh ke arah Serra.
"Sebentar saja. Mas ada yang ingin Serra sampaikan," ucapnya.
"Kalau itu katakanlah," ucap Damar yang akhirnya memberi kesempatan walau dengan sangat terpaksa.
"Mas sampai kapan kita berdua harus menunggu tentang hak dan kewajiban kita masing-masing yang belum dilaksanakan sampai saat ini?" tanya Serra yang sangat hati-hati berbicara kepada suaminya itu membuat Damar mengangkat kepalanya.
"Apa maksud mu?" tanya Damar.
"Kita sudah menikah dan sebentar lagi perayaan 1 tahun pernikahan kita. Tapi kenapa sikap Mas masih tetap seperti ini kepada saya?" tanya Serra.
"Sebelum kau berani bicara kepadaku kau sebaiknya ngaca dan lihat dirimu. Apa menurutmu kau pantas menuntut semuanya kepadaku hah?" tanya Damar.
"Kau tahu sendiri bagaimana aku terpaksa menikah denganmu. Jika bukan karena Kakek aku tidak akan sudi menikahi wanita kampung sepertimu. Jika bukan karena ahli waris dari Perusahaan, aku tidak akan sudi melihat wanita sepertimu setiap hari," ucap Damar yang justru permintaan istrinya mendapatkan jawaban yang sangat menyakitkan membuat mata Serra berkaca-kaca.
"Mas sudah mengatakan semua itu sejak awal kita menikah. Saya sudah menerima semua konsekuensinya. Saya mencoba untuk menerima semua pernikahan ini dan berusaha untuk setiap hari memperbaiki diri. Tapi kenapa Mas tidak mencoba untuk melakukan hal yang sama seperti saya..."
"Cukup!" Serra tersentak kaget mendengar suara bentakan itu dengan meja yang dipukul.
"Kau jangan terlalu lancang bicara denganku. Kau tidak punya hak untuk mengaturku dan terserah aku mau bagaimana. Aku harus berkali-kali mengatakan kepadamu jika aku tidak sudi menyentuh dan aku juga tidak pernah menganggapmu sebagai istri. Aku tidak peduli seperti apa tanggapanmu atas apa yang aku katakan!" tegas Damar membuat air mata Serra kembali jatuh mendapatkan kata-kata pedas itu.
"Moodku benar-benar berantakan," ucapnya kesal menutup laptopnya dengan kasar dan langsung pergi keluar dari kamar yang kembali membanting pintu.
Bersambung....