Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. The Power of Paula
Empat hari di rumah sakit, Paula pun kembali ke rumah. Pelayan yang merupakan orang-orangnya bahkan tidak perlu di perintah lagi, sudah merapikan kamar di halaman belakang yang sebelumnya pernah Paula tempati. Bahkan kali ini, kamar itu di atur sedemikian rupa supaya Paula nyaman berada di sana untuk satu bulan ke depan.
Tanpa ada yang tahu, karena barang-barang itu selalu dimasukkan di malam hari. Dua satpam yang baru juga adalah anak buahnya. Bahkan tukang kebun juga adalah orangnya. Tidak sulit sekedar memasukkan makanan, laptop, microwave dan juga kulkas mini ke kamar itu. Bahkan kursi pijat dan peralatan manikur.
Taksi yang ditumpangi Paula sudah berhenti di depan kediaman Austin. Paula sengaja pulang siang, karena dia tidak mau berdebat dengan Mark masalah di kamar mana dia akan tinggal. Dia sudah menentukan.
Melihat Paula yang sudah pulang. Karina dan Berta langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu.
"Wanita gelandangan itu sudah pulang! ck... menyebalkan sekali. Harus melihat dia lagi di rumah ini!" gerutu Berta.
"Bibi, jangan khawatir. Kita tinggal buat dia tidak betah di sini. Dia akan pergi dengan sendirinya. Iya kan?" tanya Karina.
Berta tersenyum pada Karina. Keduanya memang pinya hobi yang sama. Hobi mereka itu merendahkan orang lain, dan menyiksa orang lain. Terutama Alisa. Sayangnya yang pulang itu bukan Alisa, dia adalah Paula. Jangan harap keduanya bisa menyiksanya seperti dulu.
Paula yang melihat dua wanita yang selalu buat gara-gara dengannya itu berdiri di depan pintu. Segera berjalan menjauh, menuju ke pintu samping.
"Hehhh, suruh siapa kamu jalan kesana?" pekik Karina.
Paula sama sekali tidak mendengarkan. Dia masih terus berjalan.
"Wanita gelandangan! berhenti kamu!" teriak Berta.
Teriakan Berta itu sampai membuat tukang kebun yang memang adalah anak buah Paula berdiri, saat dia sedang menggunting rumput.
Paula langsung menoleh ke arah tukang kebun itu, dan menggelengkan kepalanya perlahan. Tukang kebun itupun kembali berjongkok, melanjutkan pekerjaannya.
Paula yang di hampiri oleh Berta. Segera berbalik.
Grepp
Nyaris saja, telah satu detik saja. Mungkin tangan Berta yang sudah terangkat tinggi itu akan mendarat di wajah Paula. Namun Paula dengan cepat menangkap tangan ibu mertuanya yang memang kerap bersikap kasar padanya itu.
Dengan ekspresi santai, Paula bahkan mencengkeram dengan kuat tangan ibu mertuanya itu sampai ibu mertuanya itu meringis merasakan sakit.
Melihat wajah ibu mertuanya, Paula tersenyum tipis.
"Sakit?" tanyanya mengejek.
Berta berusaha melepaskan tangannya, tapi hal itu tidak mudah untuk bisa dia lakukan. Sementara Karina yang melihat hal itu segara membantu Berta.
Paula melepaskan tangan ibu mertuanya.
"Kamu, kamu keterlaluan ya! kenapa kamu menyakiti bibi. Kalau Mark tahu hal ini, dia tidak akan mengampuni kamu!" kata Karina menggertak Paula.
"Kalau begitu cepat adukan padanya. Tapi jangan lupa katakan juga. Kalau ibunya yang lebih dulu ingin memukulku. Jangan hanya mengadu setengah-setengah!" kata Paula yang langsung berbalik hendak pergi.
"Hehh, kamu! mau kemana kamu? siapa yang suruh kamu pergi. Bersihkan rumput di halaman!" pekik Berta dengan marah. Suaranya begitu melengking tinggi.
Paula yang sudah berjalan dua langkah dari tempatnya tadi. Berbalik, dan menatap tajam ke arah Berta.
"Kamu lupa? aku ini nyonya rumah ini. Bukan pelayan. Berapa kamu gaji aku untuk bersihkan rumput di halaman. Dan ya, jangan berteriak, lihat kerutan di wajahmu. Semakin parah. Perhatikan juga tensi darahmu, nanti kalau kamu struk. Siapa yang mau merawatmu?" tanya Paula sambil tertawa.
"Kamu!"
"Apa?" tanya Paula dengan berani, "ingat ya kalian berdua, jangan ganggu aku! aku baru keluar dari rumah sakit. Aku mau istirahat! jangan berisik!"
Dan setelah mengatakan itu, Paula langsung pergi begitu saja meninggalkan Berta dan Karina yang terlihat begitu kesal.
Tukang kebun yang melihat dan mendengar kejadian itu hanya terkekeh pelan di tempatnya.
'Mau melawan nona kami, kalian belum mampu!' ujarnya dalam hati.
Sementara Karina membawa Berta yang sepertinya sangat emosi sampai wajahnya memerah ke dalam rumah.
"Bibi, tenang ya. Minum dulu!" kata Karina. "Leni!" teriaknya.
"Iya non"
"Ambilkan nyonya besar minum!"
"Baik non!"
Setelah memberi Berta minum. Karina memijat ringan lengan Berta.
"Bibi jangan marah ya. Tidak baik untuk kesehatan bibi. Biar aku yang akan beri pelajaran untuk wanita itu!" kata Karina.
"Iya Karina, kamu memang paling pengertian. Beri dia pelajaran! apa rencanamu?" tanya Berta.
"Jangan beri dia makan bibi. Tubuhnya akan lemah, dan dia tidak akan bisa melawan bibi lagi!" kata Karina.
Berta mengangguk cepat.
"Benar, perintahkan pada semua pelayan. Jangan ada yang memberikan wanita gelandangan itu makanan. Biar tahu rasa dia!"
Sayangnya, hanya rencana seperti itu saja. Sama sekali tidak bisa mempengaruhi Paula. Di dalam kamarnya, sudah seperti hotel bintang lima. Mau makan apapun, dia tinggal menghubungi Joyce. Bahkan koki restoran bintang lima terbaik di kota ini langsung memasak untuknya.
Sampai Rena dan Tasya datang. Keduanya mendengar dari Berta tentang bagaimana kakak iparnya itu memperlakukan ibunya.
"Ibu, buat aku saja. Aku akan bawa cambuk dan mencambuknya. Sembarangan dia menyakiti tangan ibu!" kata Rena.
Berta mengangguk setuju. Karina juga tampak senang. Selama ini bahkan Alisa memang tidak pernah berani melawan Rena dan Tasya.
Tok tok tok
"Buka pintunya! soal! berani betul dia kunci pintu ini!" omel Rena membawa cambuk yang memang merupakan barang miliknya, hasil prakaryanya saat dia SMA.
Ceklek
Jika itu Paula, setelah pintu terbuka. Maka wanita itu akan menundukkan kepalanya dengan jemari saling bertaut, karena terlambat membuka pintu. Tapi itu Paula.
Paula membuka pintu, dan langsung menatap dengan tatapan berani ke arah Rena.
"Tidak punya sopan santun? tidak pernah di ajari sopan santun oleh ibumu?" tanya Paula datar.
Rena mendengus kesal.
"Dasar gembell, yang tidak tahu sopan itu kamu! apa yang sudah kamu lakukan pada ibu. Aku akan balas berkali-kali!" pekiknya.
Sementara itu, Berta dan Karina yang berada di ruangan tengah. Tampak santai sambil menunggu kabar baik dari Rena, bahwa dia sudah menghajar wanita gelandangan itu.
Leni berlari ke arah ruang tengah.
"Nyonya, nona! tolong! itu nona Rena..."
Berta tampak tersenyum puas. Dia pikir, anaknya sudah berhasil memberi pelajaran pada Alisa. Karina juga langsung berdiri dan tertawa senang.
"Bibi, lihat itu! Rena berhasil memberi pelajaran wanita gelandangan itu" ujarnya begitu bangga.
Tapi Leni mengernyitkan keningnya.
"Nona, kenapa malah tertawa?" tanya Leni bingung.
"Urus saja pekerjaanmu. Biarkan saja Rena mau apa, gembell itu memang harus di beri pelay. Biarkan saja Rena pukul dia senang cambuk!"
"Nyonya, bukan nona Rena yang memukuli Nyonya Alisa dengan cambuk. Nyonya Alisa yang memukuli nona Rena!" jelas Leni.
Mata Berta sudah nyaris keluar.
"Apa??" pekiknya. "Ayo, cepat. Cepat kita kesana Karina!"
***
Bersambung...
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/