NovelToon NovelToon
The End: Urban Legend Jepang

The End: Urban Legend Jepang

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Kutukan / Hantu
Popularitas:166
Nilai: 5
Nama Author: SkyMoon

Urban legend bukan sekadar dongeng tidur atau kisah iseng untuk menakuti. Bagi Klub Voli SMA Higashizaka, urban legend adalah tantangan ritual yang harus dicoba, misteri yang harus dibuktikan.

Kazoi Hikori, pemuda kelahiran Jepang yang besar di Jerman. masuk SMA keluarganya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, namun tak pernah menyangka bergabung dengan klub voli berarti memasuki dunia gelap tentang legenda-legenda Jepang. Mulai dari puisi terkutuk Tomino no jigoku, pemainan Hitori Kakurenbo, menanyakan masa depan di Tsuji ura, bertemu roh Gozu yang mengancam nyawa, hingga Elevator game, satu per satu ritual mereka jalani. Hingga batas nalar mulai tergerus oleh kenyataan yang mengerikan.

Namun, ketika batas antara dunia nyata dan dunia roh mulai kabur, pertanyaannya berubah:
Apakah semua ini hanya permainan? Atau memang ada harga yang harus dibayar?

maka lihat, lakukan dan tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkyMoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tomino no jigoku end

"Tadaima," Hikori membuka pintu rumahnya sambil menyimpan sepatu ditempatnya.

"Okaerinasai," nyonya Kazoi datang menyambut anak laki-lakinya.

"Hiko apa kau mau makan dulu?"

"Ie okaasan aku mau langsung istirahat," Hikori melangkahkan kakinya ke kamar miliknya.

"Aku penasaran dengan puisi yang dibuat Yasuhiro senpai dari judulnya sudah aneh apa dia berniat mengerjai ku, hah lebih baik aku baca dulu sekarang daripada nanti aku ditertawakan karena puisi aneh ini," rambut yang masih basah dengan handuk dengan mengantung dileher dia berbicara dengan dirinya sendiri.

Hikori mengambil kertas yang berisikan puisi didalam tasnya.

"Tomino no jigoku," lagi-lagi dia membaca judulnya Hikori masih tidak paham kenapa Yasuhiro memberikan judul yang sangat aneh menurutnya.

"Tak apalah aku akan membacanya," Hikori mulai membacanya dalam hati.

"トミノ の事後 (tomino no jigoku)

_

Saijo yaso

_

Ane wa chi wo haku, imoto wa hihaku.

Kawaii tomino wa tama wo haku.

Hitori jihoku ni ochiyuku tomino.

Jigoku kurayami hana mo naki.

Muchi de tataku wa tomino no aneka.

Muchi no shubusa ga ki ni kakaru.

Tatake yatataki yare tataka zutotemo.

Mugen jigoku wa hitotsu michi.

Kurai jigoku e anai wo tanomu.

Kane no hitsu ni, uguisu ni.

Kawa no fukuro ni yaikura hodoireyo.

Mugen jigoku no tabishitaku.

Haru ga kitesoru hayashi ni tani ni.

Kurai jigoku tanina namagari.

Kagoni yauguisu, kuruma ni yahitsuji.

Kawaii tomino no me niya namida.

Nakeyo, uguisu, hayashi no ame ni.

Imouto koishi to koe ga giri.

Nakeba kodama ga jigoku ni hibiki.

Kistunebotan no hana ga saku.

Jigoku nanayama nanatani meguru.

Kawaii tomino no hitoritabi.

Jigoku gozarabamo de kitetamore.

Hari no oyama no tomebari wo.

Akai tomehari date niwa sasanu.

Kawaii tomino no mejirushini."

(Translate diakhir chap)

"Nani kore! Kenapa puisi ini aneh sekali aku benar-benar tidak bisa memahami isinya," Hikori masih bingung dengan puisi ini, dia kembali membacanya pelan-pelan dengan suara yang lantang.

Baru setengah puisi yang dia baca tiba-tiba telinga Hikori mendengung keras. Dia tidak dapat mendengar apapun bahkan suara sendiri. Dia menutup telinganya merasakan sakit yang amat sangat.

Darah mengalir dari hidungnya kepalanya terasa berputar-putar, keringat dingin membasahi tubuh. Hikori, dia ambruk merasakan sakit di telinganya.

"AARRGGGHHHH!!" Setengah kesadaran sudah terenggut Hikori cepat-cepat meremas puisi buatan Yasuhiro melemparnya ke tong sampah.

Setelahnya darah berhenti mengalir, keringat berhenti bercucuran, kepala berhenti berputar, telinga pun berhenti berdengung. Tapi mata mulai memberat, kegelapan menghampirinya kesadaran Hikori telah direnggut sepenuhnya.

Nyonya Kazoi terkejut dengan teriakan Hikori. Dia yang berada di taman belakang cepat-cepat menghampiri kamar anaknya.

Alangkah terkejutnya dia melihat Hikori yang terkapar tak berdaya diatas futonnya. Darah di hidungnya sedikit mengering.

"Hiko-Kun bangun," ibunya mengguncangkan tubuh Hikori, namun Hikori enggan untuk membuka matanya.

Dia berjalan ke dapur untuk membawa lap dan air, dia kembali lagi ke kamar Hikori. Mengelap darah dari hidungnya dan tangan Hikori. Dia membiarkan Hikori terbaring begitu saja setelahnya ia kembali melanjutkan kegiatan berkebunnya.

17.50

Hikori bangun dari tidurnya merasakan sedikit pening di kepalanya. Dengan cepat dia bersiap-siap ke sekolah. Puisi yang dibuangnya diambil kembali ingin menunjukkan kepada Ichi.

"Okaasan ohayou,"Hikori menyapa ibunya yang sedang menyiapkan sarapan.

"Ne ohayou Hikori-kun, kemarin kenapa kau berteriak?" nyonya Kazoi menyapa balik anaknya sambil menata makanan dimeja makan.

"Aku hanya kaget karena darah tiba-tiba mengalir dari hidungku," Hikori tersenyum canggung karena berbohong.

"Jangan berteriak seperti itu lagi! Okaa-san khawatir."

Hikori tersenyum cengengesan. "Gomen ne okaa-san."

Selesai dengan sarapannya Hikori segara bergegas menuju sekolah.

"Hiko apa bekalnya sudah dibawa?" seperti biasa nyonya Kazoi mengantarkan Hikori ke depan rumahnya.

"Sudah, Okaasan aku berangkat," Hikori melambaikan tangannya pada sang ibu.

"Ne, Hikori hati-hati dijalan," setelah melihat Hikori menjauh nyonya Kazoi langsung pergi kedalam rumah.

Tidak seperti sebelumnya sekarang Hikori tengah menunggu bus sekolah bersama teman satu sekolahnya. Beberapa menit bus datang mereka langsung berhamburan masuk ke dalam, masih sedikit lama dari jam keberangkatan Hikori memilih untuk mendengarkan musik dengan headphone yang tersambung dengan handphonenya.

Terlena dengan lagu yang didengarnya Hikori tak sadar seorang setengah jam sudah berlalu. Setelah benar-benar berhenti semua murid segera keluar.

Tak mau berlama-lama Hikori berjalan ke kelasnya.

Sungguh heran melihat Ichi yang sudah duduk di kursinya. "Ohayou, Ichi-san tumben sekali kau sudah berada disekolah," Hikori duduk menyimpan tasnya dibawah.

"Tadi aku diantar oleh aneki ku," terjawab sudah rasa penasaran Hikori, Ichi itu salah satu siswa yang sering terlambat jadi tak heran kan kalo Hikori heran dengan keberadaan Ichi.

"Oh, ya, Hiko aku ingin melihat puisi yang dibuat Yasuhiro senpai kemarin."

"Kebetulan aku ingin tahu puisi apa ini," Hikori menyerahkan selembar kertas yang rusak karena remasannya.

Ichi sangat terkejut setelah membaca judul dari puisi itu tanpa basa-basi dia langsung merobek kertas itu didepan Hikori tak tanggung-tanggung dia hanya menyisakan kertas-kertas kecil yang berserakan di atas meja Hikori.

"Apa yang kau lakukan?"

"Hei! Hiko apa kau gila dari judulnya saja semua orang sudah tau kalo puisi ini adalah puisi terkutuk."

"Maksud mu? Memang kemarin aku mengalami kejadian yang aneh, saat membaca puisi itu dengan lantang aku merasakan telinga ku berdengung dan hidungku mengeluarkan darah."

Ichi membulatkan matanya, puisi ini memang bukan untuk main-main.

"Ini adalah puisi terkutuk Hiko! Saat kau membacanya dengan lantang atau mendengarnya lebih dari tiga kali kesialan akan menimpa dirimu! Sebaiknya kau berhati-hati."

"Aku harus bagaimana?" Tanya Hikori cemas.

"Pulang sekolah pergilah ke kuil berdoa pada Kami-sama untuk dijauhkan dari kesialan."

"Eh, Hiko apa kau tahu kalau puisi ini adalah salah satu urban legend?" Ichi tahu kalau sahabatnya itu besar di Jerman dan dia yakin keluarganya belum pernah menceritakan urban legend.

"Aku tidak tahu."

"Puisi Tomino merupakan puisi terkutuk yang sangat ditakuti. Konon Tomino adalah gadis kecil yang cacat suatu hari dia menuliskan sebuah sajak puisi untuk diperlihatkan pada orangtuanya, tapi karena isi puisinya sangat aneh orangtuanya memarahi dan menghukum tomino, lalu mengurung tomino di gudang sempit dan tak diberi makan. Dalam keadaan kelaparan akhirnya tomino meninggal, selang beberapa hari kemudian orang tua tomino mati dengan tak wajar."

Hikori membulatkan matanya mendengar cerita dari Ichi, kalo benar ini adalah puisi kutukan kenapa Yasuhiro memberikan puisi itu padanya, apa mungkin dia punya niat jahat terhadap Hikori?

"Kau sudah membuat puisi yang baru?" Hikori menggeleng lemah.

"Buatlah sekarang aku akan membantumu,"

Hikori mengambil kertas dan bolpoin di tasnya setelah berterimakasih pada Ichi. Hikori mulai berpikir kata yang pas untuk setiap bait di puisinya.

...TBC...

Neraka Tomino

Kakak yang memuntahkan darah, adik yang meludahkan api.

Tomino yang lucu meludahkan permata yang berharga.

Tomino meninggal sendirian dan terjatuh ke dalam neraka.

Neraka kegelapan, tanpa dihiasi bunga.

Apakah itu kakak Tomino memegang cambuk?

Jumlah bekas luka berwarna merah sangatlah mengkhawatirkan.

Dicambuk dan dipukul sangatlah mendebarkan,

Jalan menuju neraka yang kekal hanyalah salah satu cara.

Mohon bimbingan ke dalam neraka kegelapan,

Dari domba emas, dan dari burung bulbul.

Berapa banyak yang tersisa dari dalam bungkusan kulit,

Disiapkan untuk perjalanan tak berujung menuju neraka.

Musim semi akan segera datang ke dalam hutan serta lembah,

Tujuh tingkat di dalam gelapnya lembah neraka.

Dalam kandang burung bulbul, dalam gerobak domba,

Di Mata Tomino Yang Lucu Meneteskan airmata .

tangisan burung bulbul, dibalik hujan dan badai

Menyuarakan cintamu untuk adik tersayangmu.

Gema tangisanmu melolong melalui neraka,

serta darah memekarkan bunga merah.

Melalui tujuh gunung dan lembah neraka,

Tomino yang lucu berjalan sendirian.

Untuk menjemputmu ke neraka,

Duri-duri berkilauan dari atas gunung

menancapkan duri ke dalam daging yang segar,

Sebagai tanda untuk Tomino yang lucu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!