NovelToon NovelToon
Pernikahan Palsu Dadakan

Pernikahan Palsu Dadakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.

Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.

Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.

"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.

Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”


Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Kerja

Suara deru mesin-mesin pabrik menyambut Adriella begitu ia tiba di tempat kerjanya. Bangunan luas yang dipenuhi rak-rak tinggi berisi gulungan kain itu sudah seperti dunia kedua baginya, tempat ia bekerja keras demi hidup, dan kini demi adiknya juga.

Pagi itu belum lama berlalu saat seorang staf bagian gudang datang menghampirinya dengan wajah panik.

“Mbak Adriella, ada komplain dari Toko Aluna Textile. Katanya kain yang kita kirim nggak sesuai pesanan. Warnanya beda, dan katanya kualitasnya juga menurun.”

Alis Adriella langsung mengernyit. Aluna Textile adalah pelanggan lama, dan mereka dikenal cukup cerewet soal kualitas. Tanpa membuang waktu, ia mengecek nota pengiriman, membandingkannya dengan sampel asli yang ada di kantor. Ternyata benar, ada kesalahan di bagian pengepakan.

“Saya yang akan ke sana. Jangan buat kiriman baru sebelum aku pastikan masalahnya langsung di lokasi,” katanya tegas sambil mengambil tas dan dokumen.

Aluna Textile berada hanya beberapa blok dari lokasi proyek konstruksi tempat Zehan biasa bekerja. Setelah menyelesaikan klarifikasi dan bernegosiasi dengan pemilik toko yang masih setengah emosi, Adriella berhasil menenangkan situasi. Ia menjanjikan penggantian kiriman dalam waktu dua hari, lengkap dengan diskon tambahan sebagai permintaan maaf.

Keluar dari toko, ia menghela napas panjang. Hari itu sangat melelahkan padahal baru tengah hari. Saat itulah ia teringat akan seseorang, seseorang yang mungkin sedang bergelut dengan debu dan panas matahari tak jauh dari situ.

Tanpa berpikir lama, Adriella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Zehan.

“Halo? Kamu lagi kerja?” tanyanya setelah suara Zehan menjawab.

“Iya, kenapa? Ada apa?” jawab Zehan, terdengar terkejut.

“Saya lagi di dekat proyek kamu. Baru kelar ngurus komplain pelanggan. Mau istirahat makan siang bareng?”

Sebelah sana hening sejenak sebelum Zehan menjawab, “Kamu serius memgajak saya makan?”

Adriella tersenyum kecil. “Iya. Hitung-hitung balas budi karena kamu selalu anterin saya kerja.”

“Oke, tunggu di depan gerbang proyek. Saya ke sana sekarang.”

Beberapa menit kemudian, Zehan muncul dengan baju kerja yang masih sedikit berdebu dan senyum yang agak kaget melihat Adriella berdiri menunggunya di bawah pohon rindang.

“Kamu kelihatan capek,” komentar Zehan.

“Kamu juga,” balas Adriella. “Tapi seenggaknya kita bisa istirahat bareng sebentar sambil makan.”

Mereka berjalan menuju warung makan sederhana di ujung jalan, duduk di sudut yang agak sepi. Adriella memilih nasi goreng seafood, sementara Zehan memesan ayam penyet lengkap dengan sambal dan lalapan.

Saat makanan tiba, sejenak mereka hanya fokus pada piring masing-masing, sebelum akhirnya Adriella yang membuka pembicaraan.

"Kamu kelihatan makin kurus," katanya sambil menusuk udang di piringnya.

Zehan terkekeh kecil. "Kerjaan lapangan, panas-panasan, ya gitu. Tapi masih kuat kok," balasnya santai.

Adriella tersenyum tipis. Ada sesuatu dalam suara Zehan yang membuatnya merasa sedikit, hangat.

"Kamu sendiri gimana? Kelihatan capek juga," tanya Zehan sambil meletakkan sendoknya sejenak dan menatap Adriella.

"Ya, biasa. Komplain pelanggan, revisi pesanan, urusan administrasi. Semua harus aku tangani sendiri," jawab Adriella, suaranya sedikit mengandung lelah. "Kadang saya mikir, hidup ini kayak lomba lari yang garis finish-nya nggak kelihatan."

Zehan mengangguk perlahan. "Tapi kamu tidak pernah berhenti bekerja keras," katanya, nadanya serius. "Itu yang bikin kamu beda."

Adriella menoleh menatap Zehan, merasa sedikit tersentuh oleh kata-kata sederhana itu. Ada keheningan sesaat di antara mereka, keheningan yang entah kenapa terasa nyaman.

"Saya juga ingin kamu jangan terlalu memaksakan diri sendiri," lanjut Zehan, suaranya lebih pelan. "Kalau capek, ya istirahat. Kalau butuh bantuan kamu bisa minta tolong ke saya."

Adriella menunduk sedikit, merasakan pipinya memanas tanpa alasan jelas. Ia mengaduk-aduk nasi di piringnya, lalu mengangguk pelan.

"Iya, makasih," bisiknya.

Zehan tersenyum tipis dan kembali makan, seolah tak ingin membuat suasana makin canggung. Tapi bagi Adriella, makan siang sederhana ini terasa jauh lebih istimewa dari yang pernah ia bayangkan. Ada kehangatan diam-diam yang mulai menyelinap di antara mereka, perlahan tapi nyata.

Setelah selesai makan, Adriella dan Zehan berjalan beriringan ke luar warung kecil itu. Matahari siang terasa terik, tapi langkah mereka terasa ringan.

"Saya harus kembali ke pabrik," kata Adriella sambil melirik jam di pergelangan tangannya.

"Saya juga," sahut Zehan. "Tapi, hati-hati di jalan, ya."

Adriella mengangguk. Ia baru saja akan melangkah ke arah seberang jalan ketika tiba-tiba sebuah motor melaju kencang, terlalu dekat dengan trotoar.

"Adriella!" teriak Zehan refleks.

Dalam sekejap, tangan Zehan meraih lengan Adriella dan menariknya ke arah tubuhnya, menjauh dari jalur motor yang hampir menyenggolnya. Tubuh Adriella terhuyung dan jatuh ke dalam dekapan Zehan, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

Detak jantung Adriella berdentum keras, bukan hanya karena nyaris celaka, tapi juga karena kedekatan mereka. Ia bisa merasakan debar dada Zehan di dadanya, dan untuk sesaat dunia terasa berhenti berputar.

"Ka-kamu tidak apa-apa?" suara Zehan terdengar serak, masih memegangi bahunya erat-erat.

"Aku... aku nggak apa-apa," jawab Adriella tergagap, buru-buru menunduk, merasa pipinya terbakar.

Mereka sama-sama melangkah mundur dengan canggung. Zehan menggaruk belakang kepalanya, berusaha menutupi rasa kikuk.

"Maaf... refleks," katanya pelan.

"Enggak, saya... saya malah makasih," balas Adriella, suaranya nyaris berbisik.

Setelah beberapa detik keheningan canggung, mereka akhirnya saling tersenyum kecil sebelum berpisah, kembali ke rutinitas masing-masing. Tapi sepanjang perjalanan ke pabrik, Adriella masih bisa merasakan denyut aneh di dadanya, seolah detak jantungnya belum kembali normal.

🍁🍁🍁

Langkah Adriella terasa ringan saat ia kembali memasuki area pabrik. Meski udara di ruang produksi masih panas dan penuh dengan suara mesin, perasaannya sedikit berbeda hari ini. Senyuman samar terus menghiasi wajahnya, mengingat bagaimana Zehan tadi menariknya dengan sigap.

Namun senyum itu segera luntur begitu melihat sosok Pak Rudi, kepala produksi, berdiri di depan meja potong dengan ekspresi tegang.

"Adriella, kamu bisa ke sini sebentar?" panggilnya.

Adriella buru-buru menghampiri. Di depannya, terlihat beberapa gulungan kain yang warnanya sedikit berbeda dari sampel yang seharusnya.

"Ada apa, Pak?" tanyanya hati-hati.

"Kain yang dikirim untuk pesanan butik Laraya, warnanya meleset. Ini seharusnya Ivory Soft, tapi ini lebih ke Beige Tua," jelas Pak Rudi sambil menunjuk perbedaan warna di bawah cahaya lampu.

Adriella menatap kain itu dengan kening berkerut. "Padahal di invoice dan nota pengiriman, tertera kode warna yang benar."

"Kalau begini, pihak butik pasti komplain. Dan mereka termasuk pelanggan tetap," sahut Pak Rudi cemas.

Adriella berpikir cepat. “Saya akan ke butik Laraya langsung. Saya jelaskan situasinya dan cari solusi. Mereka biasanya lebih terbuka kalau kita temui langsung.”

Tanpa membuang waktu, Adriella mengambil map berisi data pesanan dan meluncur ke butik yang letaknya memang tidak terlalu jauh dari kawasan pabrik.

Di Butik Laraya

Butik Laraya berdiri elegan di tengah kompleks pertokoan modern. Begitu masuk, Adriella disambut langsung oleh pemiliknya, Ibu Laras, wanita paruh baya yang selalu tampil rapi dan anggun.

"Ada apa, Adriella? Kamu kelihatan tergesa-gesa," tanya Ibu Laras sambil menerima map dari Adriella.

Adriella menjelaskan dengan tenang tentang kekeliruan kain, sambil menawarkan dua opsi: penggantian cepat dalam tiga hari atau diskon khusus jika butik bersedia menggunakan kain yang sudah ada. Ibu Laras mendengarkan dengan saksama, lalu mengangguk kecil.

“Kamu selalu bisa diandalkan. Saya akan pilih opsi diskon, tapi pastikan ini tidak terulang ya.”

"Terima kasih atas pengertiannya, Bu," ucap Adriella lega.

Saat keluar dari butik, Adriella menghela napas panjang. Masalah selesai, untuk hari ini. Tapi pikirannya kembali melayang pada kejadian siang tadi. Entah mengapa hatinya mulai bimbing.

1
Mar lina
coba orang tua Zehan
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
emak sama anak
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
ya ampun bara...
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
Mar lina
semoga Bastian
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!