Tidak pernah menyangka pernikahan ketiga Naya Aurelia (32th) mendapatkan ujian yang penuh dramatis.
Ia dihadapkan dengan pilihan yang sulit antara memilih suami atau anak kandungnya.
Berawal dari suaminya Juan Bagaskara (27th) yang tidak mau menerima Shaka sebagai anak sambungnya sehingga Naya dengan terpaksa harus berpisah dengan putri kesayangannya. Ia menitipkan Shaka pada bi Irah asisten rumah tangganya yang diberhentikan dari rumah tersebut.
Bertahun-tahun Naya tersiksa batinnya karena ulah suami yang usianya lebih muda darinya. Apalagi suaminya pun memiliki pekerjaan di luar dugaannya yang membuatnya sangat terpukul. Pekerjaan apa kira-kira?
Disisi lain ia sangat ingin kembali hidup bersama anaknya. "Nak, izinkan mama kembali meraih cintamu..." ucap Naya lirih.
Akankah kebahagiaan berpihak pada hidup Naya selanjutnya?
Ikuti kisahnya!💕
Follow author ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 Perkara Teh
Naya seketika membeku manakala melihat Shaka di luar sedang melayani keluarga suaminya.
"Fuih, apa ini?" Arisa menatap tajam Shaka yang berdiri kaku. Seraya menyemburkan teh karena terlalu manis di lidahnya.
Adik kesayangan Juan, Arisa (25 th) tidak kalah juteknya dengan Malina.
"Kalau ga bisa bikin jangan bikin dong! Kamu mau aku sama keponakanku kena diabetes gegara teh buatanmu, hah! Dasar anak pembantu!" hardik Arisa kesal.
Naya yang melihat kejadian tersebut secepatnya menghampiri mereka. Ia merasa tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Tapi ia merasa tak berdaya.
"Ada apa ya, Dek?"
"Kak Nay, Kakak harus punya aturan dong di rumah. Anak pembantu jangan disuruh bikin teh. Sekalian pembantu tuh jangan bawa anak ke rumah ini, bikin ribet aja!" ujar Arisa mendramatisir keadaan.
"Maafkan anak ini Dek. Maklumi saja. Anak ini kan masih kecil," Naya berusaha meminta maaf agar adik iparnya itu memaklumi insiden tersebut.
"Apa kakak bilang, aku harus maklum? Pikir dong! Teh ini manisnya kayak kolek, kalau kakak tidak percaya buktikan sendiri!'
Untuk membuktikan perkataan adik iparnya, Naya mengambil secangkir teh yang ada di atas meja. Meneguknya perlahan, lalu ia memejamkan matanya.
"Kan, manis kan?" tanya Arisa begitu melihat ekspresi Naya yang membenarkan ucapannya.
Baru saja Naya hendak mensejajarkan tubuhnya dengan Shaka, dengan sigap Bi Irah datang memeluk Shaka.
Bi Irah merasa tidak tega anak majikannya diperlakukan tidak baik oleh keluarga tersebut. Apalagi begitu melihat majikannya hanya diam tidak membela Shaka sebagai anak kandungnya.
"Sayang kamu tidak apa-apakan?" tanya bi Irah khawatir, seraya membuai Shaka dengan lembut.
Shaka menggeleng, ia berdiri di belakang Bi Irah. Wajahnya menyembul ingin tahu kejadian selanjutnya.
Bi Irah menatap geram anak-anak yang sedang menertawai Shaka karena teh manis buatannya terlalu manis.
"Hey Bi! Ajari anakmu membuat teh manis dengan baik. Bikin teh aja engga becus. Masa bikin teh terlalu manis, ini sih udah kayak kolek. Hadeuh bisa-bisa kena diabet semua pulang dari sini!" protes Arisa dengan ketus.
"Maaf Mbak. Saya rasa Mbak bisa memaklumi anak saya. Dia masih kecil jadi wajar kalau takarannya tidak sesuai dengan lidah Mbak juga yang lain, sekali lagi maaf. Biar nanti saya ganti dengan yang baru?" Bi Irah mengambil kembali beberapa gelas yang tadi disuguhkan Shaka.
"Tidak perlu! Aku jadi tidak berselera untuk minum teh!" sargah Arisa masih marah.
"Baik kalau begitu saya permisi," pamit Bi Irah sopan.
"Eeeh tunggu! Buatkan aku minuman capucino saja dan sirop dingin. Tidak pake lama, paham!"
Bi Irah hanya mengangguk. Lalu langsung membalikkan badannya.
Shaka hanya bergeming menatap satu persatu orang yang sedang menghujatnya. Lengannya ditarik Bi Irah dengan pelan, seolah tidak mau membiarkan putri majikannya itu dibuly di rumahnya sendiri. Hal ini jelas akan memengaruhi kejiwaannya.
Sementara itu Naya hanya bisa menatap Bi Irah yang begitu perhatian pada Shaka. Ia tidak bisa melindungi Shaka disaat putri kecilnya itu dicemooh. Naya merasa khawatir, takut dengan Juan. Rasa berani untuk melawan, yang selalu ia berikan pada Dikara seolah tidak ada lagi sekarang. Nyalinya ciut untuk sekedar membela anaknya di depan keluarga Juan yang begitu arogan.
Naya kembali ke ruang tamu untuk bergabung dengan mertuanya.
"Di luar ada apa, Sayang? Kedengarannya si Arisa teriak-teriak," tanya Juan ingin tahu dengan keributan yang terjadi di luar sana.
"Tidak ada apa-apa kok Mas. Hanya masalah kecil, sudah bisa diatasi," jawab Naya sambil tersenyum, lalu memperhatikan perbincangan bersama kedua orang tua Juan.
"Juan beberapa hari ke depan, Mama dan Papa mau menginap di sini, mereka juga. Kebetulan anak-anak libur sekolah. Melina juga bisa cuti karena mereka ingin sekali menikmati rumah baru kalian," ujar Mamanya dengan mata berbinar.
Naya terhenyak mendengarnya. Ia merasa belum siap kalau harus membereskan segala sesuatunya di rumah ini. Apalagi ia menyaksikan sendiri insiden yang menimpa anaknya. Bagaimana kalau berhari-hari mereka ada di rumah ini? Rasa kekhawatiran yang mendalam menyelimuti hatinya yang gundah. Apalagi kamar Shaka yang terletak di lantai 2, tentu saja akan menjadi pertanyaan besar bagi mereka. Siapa Shaka sebenarnya?
"Lho kok Mama mendadak?"
"Memangnya kenapa? Engga boleh?" tanya kakaknya judes salah paham.
"Bukan begitu Kak. Kami belum mempersiapkan kamar buat kalian."
"Ya siapkan dong! Ada tamu itu harus diutamakan. Kamu memang ada pembantu berapa sih? Rumahmu besar gini harusnya lebih dari 4 pembantu. Biar engga repot kalau ada tamu. Ini baru keluarga aja yang datang, malah anak kecil yang disuruh menjamu. Hasilnya jadi engga becus kan?"
Wajah Naya memerah menahan amarah. Ucapan Melina sungguh membuatnya mendidih, hanya saja ia tahan. Ia hanya ingin dianggap baik oleh mertuanya, agar tidak terlihat bar-bar dalam mengambil sikap.
"Buat apa ambil pembantu banyak sih kak? Kurasa cukup Bi Irah saja yang kerja di sini." protes Juan.
"Kamu tuh gimana sih? Emang lantai atas tidak dibersihkan? Kasihan kalau cuma Bi Irah yang kerja. Apalagi Bi irah masih punya anak kecil. Kalau dia keteteran, anaknya juga yang turun tangan. Pokoknya aku engga setuju kalau anak pembantu itu terlibat dalam pekerjaan yang tidak seharusnya," kata Melina yang sebenarnya punya sisi prihatin pada Shaka yang masih kecil sudah harus bekerja membantu ibunya.
"Kurasa lantai atas bisa dibersihkan sewaktu-waktu saja Kak. Lagi pula kan ada Naya yang bisa bersih-bersih. Mumpung belum punya anak, iya kan sayang?"
Deg
Naya terhenyak dengan ucapan Juan yang tega memperlakukannya sama seperti seorang pembantu.
Dulu waktu pernikahannya dengan Dikara ia dilarang untuk melakukan pekerjaan rumah kecuali memasak untuknya. Ia sangat diratukan oleh Dikara. Tapi sekarang? Juan tidak mau mencarikan pembantu lainnya, ia enggan mengeluarkan uang untuk membayar mereka.
"Bukankah Naya bekerja?" tanya Melina.
"Iya memang Naya bekerja. Tapi kita bisa lihat Kak, di luar sana banyak wanita karir yang berperan ganda. Di rumah tetap sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya mengurus pekerjaan rumah, sedangkan di luar dia sebagai wanita yang dihormati dan disegani. Juan hanya ingin Naya memperoleh pahala sebagai baktinya pada suami,"
"Sudah-sudah kalian ini selalu berdebat. Juan, benar kata kakakmu, tidak seharusnya kamu memperlakukan Naya sebagai pembantu. Dia sudah bekerja di luar. Kasihan kalau dia kecapekan seharusnya kamu tidak menyuruhnya untuk bekerja. Karena ini akan mempengaruhi Naya untuk bisa hamil. Kalau kalian sama-sama bekerja, faktor kelelahan bisa menjadi hal utama yang bisa menghambat kehamilan," kata Ratih dengan wajah serius.
Ratih memang harus sering memberi arahan pada anak tengahnya itu. Apalagi usianya yang masih relatif muda dalam menikah. Egonya pasti masih sangat tinggi.
Naya bukannya tidak mau melawan atau membantah ucapan suaminya. Namun ia berusaha untuk menghindari pertengkaran. Ia hanya ingin berubah menjadi istri yang lebih baik lagi.
Rasa cintanya yang begitu besar telah menutup pintu hatinya untuk menguak kebenaran. Dia hanya bisa menerima keadaan dengan mengalah terhadap keputusan suami yang cenderung bertolak belakang dengan keputusannya.
"Mama tenang saja. Kami akan berusaha untuk secepatnya memiliki anak. Juan akan coba mencari beberapa pembantu yang akan menggantikan Bi irah. Yang pastinya tidak punya anak kecil," akhirnya keputusan itu keluar juga dari bibirnya.
"Apa maksudmu Mas?" tanya Naya, hatinya berdegup kencang.
"Sepertinya Bi Irah harus keluar dari rumah ini. Biar dia lebih fokus urus anaknya yang masih kecil itu!"
"Apa!"
eh tpi sy jga jualan mie ayam grobakan dahh/Grin//Facepalm//Joyful//Curse//Curse//Curse/