NovelToon NovelToon
Kapten Merlin Sang Penakluk

Kapten Merlin Sang Penakluk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action
Popularitas:421
Nilai: 5
Nama Author: aldi malin

seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bukti hilang

Perjalanan ke Jakarta hanya butuh enam jam dengan motor, tapi bagi Dika, rasanya seperti menempuh jarak seumur hidup.

Ia memacu motornya menyusuri jalan lintas dengan perasaan yang bercampur aduk. Angin malam menyentuh wajahnya—dingin, namun juga menenangkan. Sesekali ia berhenti di pinggir jalan untuk istirahat dan meneguk air mineral dari botol plastik.

"Mungkin di kota ini, nggak ada yang tahu masa lalu gue..." gumamnya lirih.

Saat matahari mulai naik dari ufuk timur, Dika akhirnya sampai di Jakarta. Kabut pagi pelan-pelan tersapu keramaian jalan raya. Gedung tinggi menjulang, klakson bersahutan, dan orang-orang yang tampak terburu-buru. Jakarta seperti punya detaknya sendiri—cepat, padat, tak peduli siapa yang datang.

Dika memilih rumah kos sederhana di gang sempit, tak jauh dari sebuah kantor polisi besar. Ia tak tahu, kantor itulah tempat Kapten Merlin dan Reno bekerja. Kebetulan? Atau takdir yang menyusun ulang puzzle hidupnya?

Keesokan harinya, Dika pergi ke kantor cabang ojek online tempatnya dulu terdaftar. Ia menyerahkan KTP, surat motor, dan dokumen lainnya untuk proses reaktivasi.

Petugas administrasi tersenyum ramah.

"Aplikasi akan aktif dalam satu jam. Akun Anda sudah terverifikasi kembali, Mas Dika."

Dika:

“Terima kasih, Mbak. Semoga lancar ke depannya.”

Setelah itu, Dika memarkir motornya di area parkir ojek online. Ia duduk sejenak di bawah pohon, membuka ponselnya. Aplikasi ojek sudah bisa digunakan. Notifikasi orderan belum ada, tapi ia tersenyum tipis.

“Bismillah... hidup baru.”

Namun di tempat lain, hanya beberapa blok dari kosannya, Kapten Merlin tengah berdebat dengan atasannya soal kasus Chen, dan Reno sedang menganalisis data server judi online yang tampak kosong—seperti sudah dibersihkan.

Tak satu pun dari mereka tahu… bahwa benang merah konspirasi akan kembali menjerat seseorang yang hanya ingin hidup tenang.

Seseorang bernama Dika.

Pagi itu kantor polisi mendadak gaduh. Beberapa petugas mondar-mandir di koridor, wajah mereka tegang. Kapten Merlin baru saja tiba saat seorang staf IT berlari menghampirinya.

Staf IT (panik):

“Kapten! Anda harus lihat ini sekarang!”

Merlin:

“Apa lagi pagi-pagi begini?”

Mereka bergegas menuju ruang penyimpanan bukti digital. Di sana, Reno sudah berdiri di depan layar komputer, wajahnya pucat.

Reno:

“Semua file kita soal kasus Chen... hilang.”

Merlin (terkejut):

“Apa maksudmu hilang? Itu di server utama!”

Reno:

“Dan backup-nya juga. Bahkan CCTV di ruang penyimpanan mati selama empat jam tadi malam.”

Merlin:

“Empat jam? Siapa yang punya akses masuk ke ruangan ini semalam?”

Reno (mengetik cepat):

“Log masuk... tidak ada. Seperti ada yang hapus semuanya dari sistem. Bahkan jejak log pun dibersihkan.”

Merlin (mengeraskan suara):

“Ini bukan kerjaan amatir. Ini kerjaan orang dalam.”

Seorang perwira senior masuk dengan langkah tergesa.

Perwira:

“Kami baru dapat surat dari atasan. Karena kurangnya bukti kuat, tersangka Chen dan anak buahnya akan dibebaskan hari ini.”

Merlin (membelalak):

“Apa?! Baru dua hari ditahan! Kita punya cukup bukti—”

Perwira (memotong):

“Bukti itu sekarang tidak ada, Kapten. Dan saya sarankan Anda berhenti menekan pimpinan soal ini. Jangan membuat masalah lebih besar.”

Setelah perwira itu pergi, Reno mengepalkan tangan.

Reno:

“Gila. Ada yang main besar di sini. Mereka bersih, cepat, dan tahu sistem kita luar dalam.”

Merlin (menatap kosong ke layar):

“Kita baru menyentuh permukaannya... dan mereka sudah memukul balik.”

Reno mematikan layar komputer.

Reno:

“Aku akan salin cache lokal terakhir dari laptop investigasiku. Masih ada harapan.”

Merlin (menghela napas):

“Lakukan diam-diam. Jangan biarkan siapa pun tahu. Mulai sekarang... kita main di bawah tanah.”

Sudah seminggu Dika tinggal di Jakarta. Sejak hari pertama aplikasinya aktif kembali, orderan tak pernah sepi.

Pagi-pagi, ia sudah mendapat penumpang pertama. Belum sempat mematikan mesin, orderan kedua masuk. Begitu terus, seperti tak ada jeda. Hari-harinya penuh dengan klakson, panas jalanan, dan suara Google Maps yang kadang bikin bingung.

Tapi bagi Dika, itu semua adalah berkah.

Dika (dalam hati, sambil menyetir):

“Alhamdulillah... kalau kayak gini terus, sebulan lagi bisa nyicil motor baru.”

Ia mulai menabung lagi. Bahkan kadang menyumbang ke kotak amal masjid dekat kosnya.

Namun, ada satu hal yang sedikit aneh. Banyak dari penumpangnya tidak terlihat seperti penumpang biasa. Ada yang pakai hoodie gelap, wajah tertutup masker dan topi. Beberapa bahkan hanya minta diantar ke lokasi-lokasi terpencil dan langsung turun tanpa banyak bicara.

Suatu malam, Dika berhenti di warung kopi kecil dekat kantor ojek online. Ia membuka aplikasi untuk melihat riwayat orderan.

Dika (berbisik):

“Nama penggunanya aneh-aneh... ‘Xylo’, ‘K7-Pro’, ‘MaskOne’? Ini bukan nama asli, kan?”

Ia mulai curiga. Tapi bayaran mereka selalu tunai, dan selalu lebih dari tarif aplikasi. Kadang diselipkan tip besar.

“Jangan mikir aneh-aneh, Dik,” gumamnya. “Kerja aja, cari duit.”

Namun tanpa ia sadari, setiap titik tujuan penumpangnya perlahan membentuk pola di peta. Seperti jaringan.

Dan salah satu titik itu... tak jauh dari toko elektronik yang dulu digerebek Kapten Merlin.

Chen berjalan santai keluar dari pintu tahanan. Kemejanya rapi, senyum tipis mengembang di wajahnya. Di luar, sebuah mobil hitam sudah menunggunya. Tapi sebelum ia naik, Kapten Merlin berdiri menghadang langkahnya.

Chen (senyum licik):

“Ah, Kapten Merlin. Tak kusangka kau masih sempat mengantar. Terima kasih atas ‘keramahan’ di dalam.”

Merlin (dingin):

“Kau bebas, tapi jangan merasa menang, Chen.”

Chen:

“Bebas adalah bebas. Sistem bekerja dengan baik, bukan?”

Merlin (mendekat, suara rendah):

“Aku tahu kau bersalah. Dan aku tahu kau nggak kerja sendirian.”

Chen (berdeham, lalu tertawa kecil):

“Kapten... kalau Anda punya bukti, silakan tangkap saya lagi. Tapi selama tidak ada, saya hanya warga biasa. Sama seperti tukang nasi goreng di ujung jalan.”

Merlin (mata tajam menusuk):

“Jangan pikir karena kau dibebaskan, aku akan berhenti. Orang-orang yang melindungi mu mungkin bisa menghapus file, menonaktifkan CCTV... tapi mereka nggak bisa hapus tekadku.”

Chen (memainkan kancing bajunya):

“Hati-hati, Kapten. Terlalu keras mengejar kebenaran bisa membuatmu tergelincir ke jurang.”

Merlin (berbisik tajam):

“Kau yang harus hati-hati, Chen. Setiap langkahmu ku pantau. Satu kesalahan kecil, dan kau akan ku habisi—secara hukum.”

Chen (menatap tajam, lalu tertawa pelan):

“Semoga hidup panjang, Kapten. Dunia ini... kadang tidak ramah pada orang yang terlalu jujur.”

Chen menaiki mobilnya dan pergi. Merlin menatap ke arah mobil itu sampai menghilang di tikungan.

Merlin (berbisik):

“Permainan belum selesai.”

Langit mulai menggelap. Gerimis kecil menggantung di udara Jakarta. Kapten Merlin duduk di ruang istirahat kantor polisi, matanya menatap kosong ke arah meja penuh berkas kosong. Hari itu seperti mimpi buruk—Chen bebas karena "tidak cukup bukti", dan semua CCTV serta server cadangan lenyap begitu saja.

Ia membuka aplikasi ojek online di ponselnya. Bukan untuk pulang, hanya untuk sekadar... memesan makan malam. Dia memilih mie goreng dan es kopi.

Beberapa menit kemudian, Reno masuk membawa laptop dan duduk di seberangnya.

Reno:

“Buk Merlin, ngapain bengong sendirian di sini?”

Merlin (menarik napas panjang):

“Beli makan, Ren. Tapi bukan buat kenyang... lebih ke... pengalihan stres.”

Reno (senyum tipis):

“Kalau lapar karena stres, kita cocok. Aku juga belum makan. Tapi jangan bilang kamu pesan pakai aplikasi ojek ya?”

Merlin:

“Kenapa emang?”

Reno:

“Yaa... abang-abangnya bisa dengar kita ngomongin rahasia negara, siapa tahu dia agen rahasia juga.”

Merlin (tertawa pelan):

“Kalau dia agen rahasia, dia pasti udah capek lihat muka kita di layar sistem.”

Mereka terdiam sejenak, lalu Reno menyalakan laptopnya.

Reno:

“Buk, aku punya potongan data cache dari laptop investigasi. Ada IP address yang nyambung ke internal server. Tapi uniknya... IP itu muncul dari dalam kantor polisi.”

Merlin (serius):

“Jadi benar. Ada yang bermain dari dalam.”

Reno:

“Dan bukan orang sembarangan. Dia tahu sistem kita, tahu kapan CCTV mati, tahu lokasi penyimpanan fisik dan cloud.”

Tak lama kemudian, makanan datang. Seorang pengantar ojek online menyerahkan plastik kresek berisi makanan ke petugas jaga. Merlin menerimanya sambil mengangguk singkat.

Merlin (pelan):

“Kita jalankan ini diam-diam, Ren. Hanya kita berdua... dan Tuhan yang tahu.”

Reno (tersenyum, lalu menyuap mie):

“Kita mulai dari sini, Buk. Biarin mereka pikir kita sudah menyerah.”

Sore itu, langit Jakarta mulai mendung. Angin berhembus pelan, membawa aroma hujan yang sebentar lagi turun. Di sebuah pangkalan ojek online sederhana di pinggiran Jakarta Selatan, beberapa driver duduk sambil menyeruput kopi dan mengobrol ringan.

Pak Jaka, salah satu ojek senior, baru saja kembali dari mengantarkan pesanan makanan ke kantor polisi. Ia duduk di bangku kayu panjang, disambut oleh Dika dan Rendi, dua driver yang lebih muda.

Pak Jaka (menarik napas panjang):

"Baru aja ngantar makanan ke kantor polisi. Yang pesen si Buk Merlin sama anak angkatnya... Reno."

Rendi (penasaran):

"Serius, Pak? Buk Merlin yang legendaris itu?"

Pak Jaka (mengangguk):

"Iya. Tapi aneh, bro. Jaringan judi online udah ditangkap, bukti lengkap, tapi... dilepas juga. Katanya nggak cukup bukti."

Dika (menoleh):

"Siapa itu Buk Merlin, Pak?"

Pak Jaka (menatap Dika):

"Itu intelijen kebanggaan Jakarta. Polisi wanita, jago strategi, banyak kasus besar bisa dia ungkap. Tapi kali ini... kayaknya ada permainan politik di dalam."

Rendi (menyela sambil tertawa):

"Udahlah, Pak. Nggak usah mikirin yang berat-berat. Yang penting sekarang akun kita gacor!"

Rendi (menoleh ke Dika):

"Betul nggak, Mas Dika?"

Dika hanya tersenyum tipis. Ia tidak menjawab. Dalam pikirannya, nama “Buk Merlin” dan cerita tentang jaringan judi online terasa terlalu dekat dengan masa lalunya. Luka itu belum sepenuhnya sembuh.

Tiba-tiba, ponsel mereka serempak berbunyi. Notifikasi orderan masuk bersamaan.

Pak Jaka (mengangkat helm):

"Orderan nih! Udah sore, waktunya cari rezeki."

Mereka bertiga bangkit dari bangku pangkalan dan melaju ke arah masing-masing, menyusuri jalanan Jakarta yang mulai basah oleh hujan gerimis.

Di dalam hati, Dika bertanya-tanya:

Apakah ini semua kebetulan... atau takdir mulai mempertemukan dengan masa lalu yang belum selesai?

1
aldi malin
terima kasih semoga ikutin episode berikutnya
Lalula09
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
うacacia╰︶
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
aldi malin: oke ...dintunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!