Dikhianati kekasih demi uang dan diinjak-injak hingga sekarat oleh Tuan Muda sombong, Ye Chen bangkit dari titik terendahnya setelah mengaktifkan "Sistem Kekayaan Mutlak & Kultivasi Ganda". Dengan saldo tak terbatas dan kekuatan yang meningkat setiap kali menaklukkan wanita... mulai dari dosen yang dingin, polisi galak, hingga ibu tiri musuhnya... Ye Chen bersumpah untuk membalas setiap penghinaan dengan dominasi total, menjadikan kota metropolitan Jianghai sebagai taman bermain pribadinya di mana uang adalah hukum dan wanita adalah sumber kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Ditengah Hujan
Langit di atas Kota Jianghai seakan terbelah. Guntur menggelegar, diikuti kilatan petir yang membelah kegelapan malam, menerangi gedung-gedung pencakar langit yang berdiri angkuh bak raksasa besi. Di bawah gemerlap lampu yang menyilaukan dari distrik pusat, tersembunyi lorong-lorong tikus yang becek dan bau, tempat di mana sampah masyarakat berjuang untuk sekadar bernapas.
Hujan turun bukan seperti air, melainkan seperti jarum es yang menusuk kulit.
Di depan sebuah kompleks apartemen mewah Golden Residence, seorang pemuda kurus berdiri mematung. Tubuhnya basah kuyup, menggigil hebat bukan hanya karena dingin, tapi karena ketakutan yang mencekik lehernya.
Ye Chen menatap layar ponselnya yang retak. Pukul 23.45.
"Sial... Sial! Kenapa kau belum pulang juga, Rou'er?" gumamnya. Suaranya bergetar, nyaris tertelan suara hujan.
Pikirannya melayang ke bangsal kelas tiga Rumah Sakit Rakyat. Di sana, ibunya sedang berjuang melawan maut. Dokter bajingan itu memberinya ultimatum "Siapkan 500.000 Yuan malam ini, atau kami cabut ventilatornya besok pagi."
Lima ratus ribu Yuan. Bagi orang-orang yang tinggal di gedung mewah di depannya ini, itu mungkin hanya harga sebotol wine atau tas bermerek. Tapi bagi Ye Chen, itu adalah nyawa satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Satu-satunya harapan Ye Chen adalah Lin Rou, kekasihnya selama tiga tahun. Uang tabungan hasil kerja keras Ye Chen sebagai kuli panggul dan pelayan restoran selama ini dititipkan pada wanita itu. Ye Chen percaya padanya. Dia bodoh, naif, dan terlalu mencintai wanita itu.
Brummm...
Suara deru mesin halus namun bertenaga memecah lamunan Ye Chen. Sepasang lampu LED tajam menyorot, menyilaukan mata. Sebuah mobil sport Porsche 911 berwarna merah darah meluncur pelan, membelah genangan air di jalan masuk apartemen.
Ye Chen menyipitkan mata. Ia mengenali plat nomor itu. Itu mobil yang sering dibicarakan Lin Rou dengan nada iri saat melihat majalah otomotif.
Mobil itu tidak langsung masuk ke basement. Kendaraan mewah itu berhenti tepat di area remang-remang, di bawah pohon besar yang sedikit terlindung dari lampu jalan, hanya beberapa meter dari tempat Ye Chen bersembunyi di balik pos satpam yang kosong.
Ye Chen hendak berlari menghampiri, mengira Lin Rou menumpang taksi online mewah atau semacamnya. Namun, langkah kakinya terhenti mendadak.
Mobil itu... berguncang.
Meski hujan deras, Ye Chen bisa melihat suspensi mobil mahal itu naik turun dengan irama yang teratur. Kaca film mobil itu gelap, tapi tidak cukup gelap untuk menyembunyikan siluet dua manusia di dalamnya.
Jantung Ye Chen berhenti berdetak sesaat. Darah di wajahnya surut, membuatnya pucat pasi.
Dia mengendap-endap mendekat, mengabaikan air hujan yang masuk ke dalam sepatunya yang sudah bolong. Telinganya ia pertajam, mencoba menangkap suara di balik deru hujan.
Dan suara itu terdengar. Suara yang menghancurkan dunianya.
Slurppp...
Suara sesuatu yang basah. Suara sesuatu yang dihisap dengan kuat dan rakus.
Blup... Blup...
Itu suara tenggorokan yang tersedak sesuatu yang besar, diikuti suara kecipak air liur yang menjijikkan. Ye Chen tahu suara apa itu. Dia laki-laki dewasa, dia tahu persis apa yang sedang terjadi di dalam sana.
Suara lenguhan wanita. Suara yang sangat familiar. Itu suara Lin Rou. Suara yang sama yang biasa membisikkan kata 'aku mencintaimu' pada Ye Chen, kini sedang sibuk melayani pria lain di dalam mobil sempit itu.
Kaki Ye Chen lemas. Lututnya gemetar hebat hingga ia harus berpegangan pada tiang lampu agar tidak ambruk. Rasanya seperti ada tangan tak kasat mata yang merobek dadanya, mengeluarkan jantungnya, dan memerasnya hingga hancur.
"Bangsat..." desis Ye Chen. Air matanya bercampur dengan hujan. "Anjing kau, Lin Rou..."
Guncangan mobil semakin hebat.
Desahan Lin Rou kini terdengar jelas, tidak lagi tertahan. Dia mendesah seperti pelacur murahan yang sedang mencapai puncak kenikmatan.
Mobil itu berguncang hebat untuk terakhir kalinya, lalu diam. Hening. Hanya terdengar napas terengah-engah dari dalam sana.
Ye Chen merasa ingin muntah. Perutnya mual luar biasa. Bayangan bibir Lin Rou yang penuh dengan cairan pria lain membuatnya jijik setengah mati.
Klik.
Pintu mobil terbuka.
Seorang pemuda tampan dengan setelan jas berantakan keluar sambil membetulkan ritsleting celananya. Wajahnya merah padam penuh kepuasan. Dia adalah Zhao Ming, Tuan Muda keluarga Zhao, musuh bebuyutan Ye Chen sejak masa kuliah. Pria yang selalu memandang Ye Chen seperti kotoran.
Zhao Ming meludah ke tanah, lalu menyalakan rokok dengan santai.
"Keluar, Rou'er. Sudah sampai," perintah Zhao Ming tanpa menoleh.
Dari pintu penumpang, Lin Rou keluar. Penampilannya berantakan. Rambutnya acak-acakan, lipstik merahnya belepotan di sekitar bibir dan pipi... tanda betapa liarnya aktivitas yang baru saja ia lakukan. Gaun ketatnya tersingkap hingga pangkal paha, memperlihatkan stoking hitam yang robek di beberapa bagian.
Wajahnya masih merah, matanya sayu. Sudut bibirnya masih basah oleh sisa-sisa cairan kental berwarna putih yang belum sempat ia bersihkan.
Ye Chen tidak tahan lagi.
"LIN ROU!"
Teriakan itu meledak dari tenggorokan Ye Chen, membelah suara hujan.
Lin Rou dan Zhao Ming tersentak kaget. Mereka menoleh ke arah kegelapan. Saat Ye Chen melangkah keluar ke bawah cahaya lampu, wajah Lin Rou yang tadinya sayu karena nafsu berubah menjadi pucat pasi karena kaget. Tapi, kekagetan itu hanya berlangsung sedetik, sebelum berubah menjadi tatapan dingin dan jijik.
"Ye Chen?" Lin Rou mendengus, seolah melihat tikus got yang nyasar. "Ngapain kau di sini? Mengintip? Dasar mesum menjijikkan."
Ye Chen gemetar. Tangannya mengepal hingga buku-bukunya memutih. "Menjijikkan? Kau bilang aku menjijikkan? Kau baru saja... Kau baru saja mengisap..."
Kata-kata itu tersangkut di tenggorokan Ye Chen saat melihat noda putih di sudut bibir Lin Rou.
"Kenapa, Rou'er? Kenapa kau lakukan ini?" suara Ye Chen parau, penuh luka. "Ibuku sedang sekarat! Aku butuh uang tabungan kita! Uang yang kutitipkan padamu selama ini! Kau janji akan menyimpannya untuk masa depan kita!"
Zhao Ming tertawa terbahak-bahak. Dia menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya ke wajah Ye Chen yang basah kuyup.
"Hahaha! Masa depan? Masa depan apa yang bisa kau berikan padanya, Hah? Masa depan menjadi istri kuli?" Zhao Ming melangkah maju, lalu menendang perut Ye Chen dengan keras.
Bugh!
"Ughh!" Ye Chen terbungkuk, memegangi perutnya. Dia belum makan seharian demi menghemat uang, dan tendangan itu rasanya seperti menghancurkan ususnya.
"Dengar baik-baik, Sampah," Zhao Ming menjambak rambut basah Ye Chen, memaksanya mendongak menatap Lin Rou. "Uangmu itu? Sudah habis. Dipakai Rou'er untuk beli tas Gucci minggu lalu. Iya kan, Sayang?"
Lin Rou berjalan mendekat, menggoyangkan pinggulnya yang sintal. Dia mengeluarkan tisu dari tasnya, membersihkan sisa cairan Zhao Ming di bibirnya dengan santai, lalu membuang tisu bekas itu tepat ke wajah Ye Chen.
"Benar," jawab Lin Rou dingin. "Ye Chen, sadarlah. Kau itu miskin. Kau tidak punya masa depan. Bersamamu hanya membuatku menderita. Kau lihat Tuan Muda Zhao? Mobilnya, jam tangannya, bahkan rasanya... semuanya jauh lebih jantan dan berkelas darimu."
"Kau... Kau wanita iblis..." Ye Chen meludahi sepatu hak tinggi Lin Rou.
Mata Lin Rou berkilat marah. "Berani kau meludahi sepatuku?! Ini edisi terbatas, Bangsat! Harganya lebih mahal dari nyawa ibumu!"
"Sayang, biar aku yang urus," potong Zhao Ming. Dia menjentikkan jarinya.
Dari balik bayangan, dua orang bodyguard bertubuh kekar muncul. Mereka mengenakan jas hitam dan kacamata hitam, meski hari sudah malam. Aura mereka mengerikan.
Ye Chen terlalu dominan dalam kekayaan ekonomi, kekuatan super, dan bahkan kekuasaan politik. Jika Ye Chen masih dominan di bab-bab selanjutnya, ini akan mematikan konflik bagus dan kemunculan antagonis yang bagus pula.
Apalagi saat ini plot masih menekankan dominasi Ye Chen dalam hal seksualitas dan kekayaan.