Naolin Farah Adyawarman, gadis berusia delapan belas tahun yang baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya.
Tidak ada yang istimewa dari hidup Naolin, bahkan dia hampir tidak pernah melihat dunia luar.
Karena Naolin adalah anak yang harus disembunyikan, dari khalayak luas. Sebab Naolin adalah anak har*m, sang Papi kandung dengan entah siapa Mami kandungnya.
Hal itu terjadi karena Naolin, diberikan secara sukarela oleh Mami kandungnya yang merupakam gund*k, dari Papinya.
Menurut cerita keluarga Papi, Mami kandungnya Naolin ingin hidup bebas dan belum siap memiliki anak.
Tapi entahlah itu benar atau tidak. Yang jelas, keputusan Maminya itu justru menjerumuskan Naolin ke lembah kesengsaraan!
Karena Naolin akhirnya hidup dengan Mama dan Kakak tiri yang jah*t. Sementara Papi kandungnya selalu berusaha untuk tutup mata, karena katanya merasa bersalah sempat menduakan sang istri sah.
Tapi saat Naolin telah menyelesaikan SMA-nya secara homeschooling, dia dibebaskan dari rumah yang iba
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss D.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Pagi ini tidak biasa bagiku, karena Papi memasuki kamarku yang berada di loteng rumah bersama istri sahnya.
"Naolin, ini ijasah SMA kamu ya. Sekarang tugas Papi dan istri sudah selesai. Silahkan kamu pergi dari sini, dan mulailah hidup mandiri."
"Tapi Papi akan tetap memberikan rumah untuk kamu. Yaitu rumah peninggalan Almarhum Kakekmu. Tinggallah di sana, dan lupakan kami."
"Kalau misalnya kita bertemu di jalan, anggap saja kita tidak saling kenal ya. Lupakan kalau kamu adalah anaknya Papi."
Aku yakin, kalau anak lain pasti akan merasa sedih mendengarnya. Tapi aku malah happy, karena memang itu keinginanku dari dulu.
Sebab keberadaanku di rumah ini, tidak pernah dianggap. Aku juga hampir tidak pernah diperbolehkan pergi dari rumah, karena dianggap aib.
Tidak ada satu orang pun yang tahu, kalau Papi sebenarnya memiliki dua anak kandung perempuan. Yaitu aku, dan Kak Nuri yang lebih tua sepuluh tahun dariku.
"Nanti Papi akan mengantar kamu ke rumah Kakek, dan setelah itu kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi!" ucap Papi tegas.
"Oke," jawabku dengan wajah bahagia.
"Dasar nggak tahu terima kasih! Kenapa kamu malah tersenyum Naolin!" bentak Ibu Suryati, istri Papi.
"Ya aku senang, akhirnya bisa menghirup udara bebas. Aku juga akan hidup dengan baik, agar tidak menyakiti siapapun seperti yang kalian lakukan!" jawabku, sambil tersenyum sinis.
"Sudah, kamu tanda tangani saja surat perjanjian ini! Lalu bereskan barang-barangmu, karena kita akan pergi setelah kamu selesai!" perintah Papi.
Aku menganggukkan kepala, lalu segera menandatangani perjanjian kalau aku tidak berhak mendapatkan harta warisan. Aku juga tidak boleh mengungkap ke publik, kalau aku adalah putri kandungnya Papi. Dan ada beberapa poin lainnya.
Setelah itu, aku langsung membereskan sedikit barangku. Karena memang aku hampir tidak pernah dibelikan baju, ataupun hal lainnya.
Selalu lungsuran dari Kak Nuri, yang merupakan anak kandung Papi dan Ibu Suryati.
Sementara tubuh Kak Nuri mungil, berbeda denganku yang besar tinggi. Karena aku suka berolahraga, walaupun hanya melalui tutorial di Youtube.
Tidak sampai sepuluh menit, aku sudah selesai bersiap-siap.
Lalu dengan senyum di wajah, aku langsung mengajak Papi untuk pergi ke rumah peninggalan Almarhum Kakek.
"Sudah, kamu hanya membawa satu tas ransel saja? Lalu baju-baju kamu yang lain bagaimana?" tanya Ibu Suryati.
"Sudah tidak muat, jadi untuk apa aku bawa!" jawabku ketus.
"Memang anak gund*k, tidak tahu terima kasih kau itu Naolin! Semua barang-barangku itu branded, kalau kau mau tahu!" bentak Kak Nuri.
"Alaahhh, cuma barang branded! Di tubuhmu itu ada tulang sumsumku, yang akhirnya berhasil menyelamatkan nyawamu!" balasku.
Semua orang langsung terdiam, karena mereka akhirnya paham kalau aku sudah menyelamatkan nyawa anak kesayangan di rumah ini!
"Ayo cepat naik ke mobil, biar Papi yang antar kamu ke rumah Kakek," ajak Papi, dengan nada yang lebih lembut.
Aku mengangguk, dan segera mengikuti langkah Papi menuju garasi.
Aku memang sering diam-diam membawa salah satu mobil yang ada di garasi. Karena aku ingin belajar membawa mobil sendiri, agar tidak bergantung pada orang lain.
Papi tampak sesekali mencuri pandang ke arahku. Tapi aku sudah mat*, rasa, dan tidak berharap mendapatkan kasih sayang darinya!
"Nao, ayo kita belanja. Belilah apapun yang kamu inginkan, untuk terakhir kalinya," ucap Papi.
"Oke," jawabku cepat.
Papi tampak menarik nafas dalam-dalam, lalu melajukan mobil menuju sebuah mall.
Aku ingat pernah dibawa ke sini, saat aku akan dites apakah tulang sumsumku cocok untuk didonorkan kepada Kak Nuri.
Dan kalian tahu apa, aku hanya dibelikan satu ice cream harga dua puluh ribu! Padahal aku menyelamatkan nyawa pewaris harta Papi! Si*lan sekali!
"Nao, ini kartu ATM Papi. Kamu pakailah untuk belanja sepuasmu, dan Papi akan tunggu kamu di dalam mobil. Oke?"
"Oke, pinnya berapa?" tanyaku.
"Tanggal ulang tahunmu," jawab Papi, dengan wajah sendu.
Alaahhh, drama sekali! Padahal aku yang mau dibuang, malah merasa happy kok!
Aku langsung turun dari mobil, dan dengan langkah cepat berjalan menuju toko yang menjual handphone serta laptop yang sudah lama aku inginkan.
Dengan mudah, aku mendapatkan semua yang dulunya hanya bisa aku lihat dipakai oleh Kak Nuri.
Setelah membeli aneka baju, indomie kecintaanku, dan makanan lainnya, baru aku kembali lagi ke mobil.
Aku juga membawa dua buah troly, yang berisi semua makanan kesukaanku. Sementara paper bag berisi baju dan hal lainnya, sudah aku letakkan duluan tadi ke dalam mobil Papi.
"Kamu hanya makan seperti ini saja Naolin?" tanya Papi.
"Iya, kan keluarga Papi yang membiasakan," jawabku tenang.
Papi tampak memberikan wajah bersalah, tapi aku memilih untuk tidak perduli!
Aku memang dari kecil selalu dibeda-bedakan. Saat Kak Nuri bisa makan apapun yang dia inginkan, maka aku hanya boleh makan mie instan goreng.
Bahkan art dan pekerja lain di rumah Papi, makanannya lebih enak dari makananku. Karena mereka boleh memasak makanan sendiri, dengan bahan-bahan yang dibeli menggunakan uang Papi.
Aku tidak boleh ikut memakan masakan para art itu. Jadilah aku yang sebenarnya bosan dengan mie instan goreng, mulai berkreasi dengan makananku.
Seperti aku membuat tambahan goreng tepung terigu, yang dibuat tipis menggunakan teflon. Lalu aku berikan toping irisan sosis tipis.
Atau aku akan menumis bawang merah dan bawang putih, lalu membuat mie goreng itu menjadi indomie nyemek dengan tambahan telur dan aneka makanan beku lainnya.
Pokoknya aku seperti sengaja diberikan makanan tidak sehat. Hal itu membuatku jadi tidak menyukai makan sayur, walaupun aku tetap menyukai buah.
Karena art di rumah, kadang memberikan beberapa potongan buah yang seharusnya untuk keluarga Papi.
Menyedihkan ya, bahkan art jauh lebih baik daripada Papi kandungku sendiri!
Sesampainya di rumah Kakek, aku langsung menurunkan semua barang-barang.
Tapi entah kenapa, Papi malah ikut membantu! Padahal aku tidak minta tolong kok!
Setelah semua barang-barangku diletakkan di ruang tamu, aku langsung mengembalikan kartu ATM.
"Ini punya Om, terima kasih ya," ucapku santai.
"Ka-kamu masih boleh panggil Papi, asal jangan sampai ketahuan oleh Kak Nuri dan istri Papi. Ambillah kartu ATM itu, buat kamu."
"Nanti setiap bulan, Papi akan kirimkan uang untuk kamu. Lalu ini KK, KTP, dan SIM atas nama kamu. Ada mobil juga di dalam garasi, karena sebenarnya Papi tahu kamu bisa membawa mobil sendiri."
"Tenang saja Naolin, kamu tidak perlu bekerja setelah ini. Karena Papi masih akan menanggung hidup kamu, sampai Papi meninggal dunia."
"Kuliah ya Naolin, dan belajarlah yang baik seperti saat kamu sekolah dulu. Tidak usah dendam sama siapapun, karena ini sudah jalan hidup kamu."
Aku langsung merasa telingaku panas, jadi aku katakan saja kalimat pamungkas untuk mengusir benalu!