Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.
Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.
Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.
Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.
Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.
Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Izhar berjalan menyusuri koridor rumah sakit, hari ini dia mulai sibuk lagi, setelah kemarin sempat tak masuk kerja karena misinya menyingkirkan Vina dari Ina.
"Selamat Pagi, Dokter Iz!" sapa Rara, teman seperjuangannya.
"Pagi," balas Izhar, mengulas senyum ramah.
"Dokter Hasyim kemana? Kok belum kelihatan?" tanya Izhar.
"Dia katanya lagi ada urusan keluarga, jadi nggak akan masuk kerja. Saya juga kesepian kalau gak ada dia." Jawab Rara malu-malu.
"Maksudnya, kesepian nih karena Dokter Hasyim gak masuk?" goda Izhar.
"Gitu deh, hehehe..."
"Makanya, kalau suka bilang dong, jangan di pendam terus, nanti Dokter Hasyim keburu melamar orang lain loh!"
"Masa iya harus saya duluan sih yang mengungkapkan? Rasanya kurang greget, saya nunggu dia yang ngungkapin duluan, tapi susah ternyata, hehehe."
Izhar dan Rara berjalan bersama, untuk ke ruangan kerja mereka, yang tak begitu jauh jaraknya.
"Gimana kabarnya Ina?" tanya Rara.
"Alhamdulillah baik, cuma ya namanya masih bocah, suka bikin pusing."
"Bikin pusing juga wajar kok, kita sebagai orang yang umurnya lebih tua harus selalu ngalah. Tapi, Dokter Iz beruntung dapetnya daun muda, masih bisa di bimbing dengan baik karena mereka itu biasanya mudah terpengaruh, maka dari itu kita harus mempengaruhinya dengan yang baik-baik."
"Iya, begitulah."
"Oh iya, apa benar yang di katakan Dokter Hasyim tentang Dokter Zaki? Saya baru dengar sih, kaget juga dan gak nyangka ternyata Dokter Zaki sejahat itu." Rara mulai membahas tentang Zaki.
"Iya, itu memang faktanya. Pengkhianat dalam hubungan saya adalah teman seperjuangan sendiri.
Rasanya menyesakkan, tapi sayangnya nggak bisa berbuat apa-apa, mungkin karena saya memang gak sesuai kriteria dia aja."
"Bukan gak sesuai kriteria, tapi Dokter nya aja yang terlalu baik, makanya Tuhan menunjukkan kebusukannya sebelum pernikahan terjadi. Itu artinya, Tuhan nggak mau kalau Dokter menikahi wanita seperti itu."
Izhar sedikit tersenyum, haruskah Tuhan menunjukkan kebusukan Ratih dengan cara seperti itu Batinnya.
Mereka pun berpisah di tengah jalan dan masuk ke ruangan masing-masing untuk bekerja.
Izhar duduk di kursinya, ingatannya kembali mengingat Vina, gadis yang di buangnya diluar kota kemarin. Ia memikirkan bagaimana keadaan gadis itu saat ini, tak ada hal buruk yang ia lakukan, ia hanya ingin Vina merasakan rasa takut hingga membuatnya trauma dan tak berani menyakiti siapapun lagi temasuk Ina.
"Apa dia baik-baik aja?" gumamnya.
Izhar masih ingat, kemarin ia membawanya dalam mobil dengan keadaan pingsan. Izhar membawa Vina ke Bandung dan meletakkan tubuhnya di sebuah pos ronda yang tak terpakai di pinggir jalan pada sore hari yang gelap. Saat itu, tidak ada siapapun disana, Izhar yakın Vina di tinggalkan hanya sendirian saja dan tak ada yang melihat aksinya. Walaupun begitu, Vina dibuang olehnya di tempat yang tak begitu jauh dari pemukiman warga.
Sehingga, ada kemungkinan dia bisa mendatangi pemukiman warga dan meminta tolong.
Izhar sengaja tak melakukan tindakan lain pada gadis itu, karena ia juga tak mau terdapat sidik jarinya pada bagian tubuh Vina, yang tentunya akan menjurus padanya jika di usut tuntas.
"Semoga dia gak kenapa-kenapa, tapi aku harap dia gak akan pulang dengan cepat ke kota ini, supaya dia merasakan ketakutan dan kesepian hidup di jalan." Ujar Izhar.
Izhar mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, sebuah ponsel milik Vina yang di sitanya untuk mempersulit Vina menghubungi keluarganya. Sedangkan tas milik Vina, dibuang di tengah jalan olehnya.
Izhar melepas sim card dalam ponsel itu lebih dahulu, lalu menyalakannya. Setelah di nyalakan, Izhar juga mematikan fitur GPS agar tak ada yang dapat melacaknya.
Izhar memeriksa ponsel Vina, membuka fitur-fitur di dalam ponsel itu untuk mencari sesuatu yang menarik dan bisa dijadikannya sebagai ancaman bagi Vina, jika suatu hari gadis itu kembali.
Izhar membuka fitur chat di ponsel Vina, banyak sekali pesan yang tak sempat terbaca dan juga riwayat chat dari banyak lelaki.
"Ck! Ckckckck," Izhar berdecak, melihat isi dari berbagai chat pada ponsel Vina.
"Ternyata gadis nakal ya," ucapnya.
Izhar tersenyum miring, tak habis pikir dengan gadis SMA seperti itu yang ternyata memiliki lebih dari 2 kekasih. Di dalam chatnya, obrolan mereka sangat mesra, bahkan terlalu intim.
Izhar memotret riwayat chat Vina dengan beberapa kekasihnya, obrolan yang terkesan jorok dan nakal.
Izhar melihat juga, chat dari Isha yang tampaknya sudah cukup lama, karena berada di barisan bawah.
Disitu, Izhar dapat mengetahui bagaimana sebenarnya sikap Isha pada Vina disaat mereka berpacaran. Isha jarang membalas chat dari Vina, bahkan terkesan enggan untuk membalas.
Hal itu terbukti, saat Vina mengirim chat pada Isha, tapi Isha tak kunjung membalas, hingga Vina terus mengirimkan chat spam pada adiknya agar dibalas. Tak hanya itu, Vina juga mengirimkan foto selfie dirinya yang hanya mengenakan handuk pada Isha, dengan caption yang menggoda 'Main ke rumah gue ya, mumpung gak ada siapapun.'
Sayangnya, Isha tidak membalas sama sekali, hanya membacanya saja. Setelah dari foto itu, Isha ternyata memblokir nomor Vina dan tak ada lagi riwayat chat antara keduanya.
"Ckckck... Gadis ini memang sangat nakal, di umur segitu udah coba-coba godain Isha, padahal umurnya masih sangat muda. Tapi untung saja, Isha gak tertarik sama sekali, kalau saja dia sampai membalas apalagi pergi pada Vina, segala sesuatu bisa terjadi pada mereka di rumah Vina. Tapi syukurlah, kalau Isha justru memblokirnya, itu artinya memang Isha hanya menjadikan Vina sebagai bahan memanas-manasi Ina, bukan karena menyukainya." Tutur Izhar, sedikit lega karena tahu adiknya tidak seburuk yang ia pikir.
Puas membaca dan memotret riwayat chat jorok Vina dengan para kekasihnya, Izhar berselancar lagi di galeri foto dan video gadis itu. Melihat koleksi foto dan video milik Vina, Izhar geleng-geleng kepala, anak seusia Vina lebih nakal dibandingkan yang usianya dewasa.
Bagaimana tidak, banyak sekali koleksi foto Vina yang seksi, juga beberapa video asusilanya dengan lelaki berbeda, mungkin pacar-pacarnya.
"Astaghfirullah... Piala bergilir," ucap Izhar, mengelus dada.
Walaupun koleksinya cukup membuat miris, tapi Izhar memindahkannya ke ponsel miliknya. Bukan untuk koleksi pribadi, tapi untuk berjaga-jaga jika suatu hari Vina melakukan hal buruk lagi pada Ina. Foto-foto dan video itu, cukup untuk membuatnya hancur jika di sebar. Bukan hanya Vina yang akan hancur, tapi keluarganya juga, termasuk orang tuanya yang katanya memiliki jabatan itu.
"Cukup menarik, aku punya sesuatu yang berharga dari dia dan bisa aku jadikan ancaman kuat. Heh, siapa suruh main-main denganku? Berurusan dengan Ina, itu artinya berurusan denganku juga." Ucap Izhar puas.
Setelah mendapat semua yang dibutuhkan, Izhar kembali mematikan ponsel milik Vina dan memasukkannya ke dalam saku jas putihnya. Kemudian, Izhar memakai jas itu dan keluar dari ruangannya.
Izhar berjalan santai, ketika menemukan sebuah tong sampah, ia celingak celinguk mengawasi keadaan, lalu menjatuhkan ponsel itu ke dalam tong sampah. Beruntung, tak ada CCTV yang merekam perbuatannya, karena tong sampah tersebut terletak jauh dari letak CCTV.
"Nasib kamu, tergantung pada saya atau pada orang yang menemukan hp kamu itu," gumam Izhar, sambil berlalu pergi dari tempat itu.
Ya, Izhar sengaja membuang ponsel Vina dan berharap akan ada yang menemukannya. Lalu, baik foto maupun video asusila Vina di dalamnya akan di sebarkan oleh orang yang menemukannya. Dengan begitu, Izhar akan puas membalaskan dendamnya pada Vina, tanpa mengotori tangannya sendiri.
Izhar bersiul-siul pelan, sangat santai berjalan menyusuri koridor rumah sakit.
***
Sekolah
Jam istirahat, Ina dan Kinara keluar dari kelas mereka menuju ke kantin. Dua gadis cantik itu berjalan sambil mengobrol, melepas rindu setelah sehari tak bertemu di sekolah karena Ina malas sekolah.
'brukkk'
Tubuh Ina tiba-tiba tertabrak oleh seseorang, hingga mengakibatkan Ina hampir terjatuh. Namun, dengan cepat sebuah tangan menariknya hingga Ina masuk ke dalam pelukannya.
Kinara hanya melongo, saat melihat adegan romantis yang mendadak antara Ina dengan seorang pemuda tampan.
Mata Ina pun terbelalak, karena pemuda yang menarik tangannya tadi berwajah tampan dan asing baginya.
Untuk sejenak, Ina menatap wajahnya, terkesima.
"Lu gak apa-apa?" tanya pemuda itu, menyadarkan Ina.
"E--eh, gue gak apa-apa!" jawab Ina, menarik diri dari pemuda itu.
"Sorry, gue tadi gak lihat-lihat jalan, maklum gue baru pertama disini," ucap sang pemuda, meminta maaf.
"Gak apa-apa, kita permisi duluan ya!" Ina gelagapan, salah tingkah dan melengos pergi setelah menarik tangan Kinara.
"Hei!" panggil pemuda tadi.
Ina dan Kinara berbalik.
"Ya?" tanya Ina.
Dia mendekat pada Ina dan Kinara.
Pemuda itu mengulurkan tangannya pada Ina,
"Kenalin, gue Niko, anak kelas X, gue murid pindahan dan ini hari pertama gue masuk sekolah." Dia memperkenalkan diri pada Ina.
Ina menerima uluran tangannya dan berjabat, "Gue Ina, ini teman gue Kinara." Balas Ina, sambil memperkenalkan Kinara juga.
"Kalian mau kemana?" tanya Niko.
"Kita mau ke kantin, mau ikut?" tawar Ina.
"Boleh, boleh..."
Niko mengikuti dua gadis itu ke arah kantin, dia senang karena ada orang yang mau mengajaknya ke kantin di hari pertama.
Tiba di kantin, mereka memesan mie ayam yang sama masing-masing satu porsi, lalu duduk di meja yang sama juga, dengan Niko duduk sendiri di hadapan Ina dan Kinara yang duduk berdua.
"Lu, kenapa pindah sekolah di akhir semester sih?
Bukannya lebih baik, kalau lu pindah nanti aja barengan sama kenaikan kelas?" Kinara bertanya.
"Ummm... Ya, harusnya sih gitu, tapi gue pengennya sekarang, soalnya gue pengen tau gimana keadaan dan suasana di sekolahnya bokap gue."
Ina dan Kinara terkejut.
"Bokap? Maksudnya, Pak Rozi itu kepala bapak lu?!"
tanya keduanya kompak.
Niko mengangguk.
Ya, Pak Rozi adalah kepala sekolah, sekaligus pemilik gedung sekolah yang Ina dan Kinara tempati sebagai tempat menuntut ilmu.
"Gilaaaa... Ternyata dia anaknya kepsek, pantesan aja gue ngerasa kayak ada mirip-miripnya sama Pak Rozi, ternyata emang anaknya!" Kinara berbisik pada Ina.
"Iya, gue juga gak nyangka kalau anaknya Pak Rozi ternyata ganteng banget!" balas Ina, berbisik juga.
"Kalian lagi apa?" tanya Niko, heran karena Ina dan Kinara berbisik-bisik berdua.
"E--eh, nggak kok, kita cuma lagi bahas sesuatu." Jawab Kinara.
"Oh iya, kalian kelas berapa? Kok gak ada di kelas gue ya?" tanya Niko.
"Kita kelas XI di kelas IPS, kalau lu?" Ina balik bertanya.
"Gue dari kelas IPA sih, ternyata gue adik kelas ya.
Sayang banget, kita nggak satu kelas, sekolah ini ternyata di penuhi dengan cewek-cewek cantiknya, hehehe." Canda Niko.
"Hehehe," Ina dan Kinara tersenyum mesem.
Mereka tak menyangka, kalau Niko adalah sosok pemuda yang ramah dan asyik di ajak bicara. Dia juga humoris dan bisa menyesuaikan diri dengan suasana sekolah barunya.
Mie ayam pesanan mereka tiba, tiga remaja itu menyantap mie ayam bersama.
Tak berselang lama, Isha dan dua temannya juga datang, dia memperhatikan Ina yang duduk dengan Kinara juga Niko.
"Cowok itu siapa?" Isha bertanya pada Zidan, temannya.
"Gak tau, kagak kenal gue," jawab Zidan, yang juga tak tahu siapa sosok Niko.
"Kayaknya, dia anak baru deh, tapi gak ada di kelas gue," sahut Aris, yang berbeda kelas dengan Isha.
"Di kelas gue juga gak ada," timpal Zidan.
Zidan dan Aris, meskipun berteman dengan Isha, namun mereka berada di kelas yang berbeda.
Isha berada di kelas IPS XI, Zidan berada di kelas IPA XI dan Aris berada di kelas IPS X. Bisa dibilang, Aris adalah adik kelas Isha dan Zidan.
"Terus, dia di kelas mana?" tanya Isha lagi.
"Mana gue tau, mungkin dia dari kelas IPA X." Jawab Aris.
"Masa iya kelas X, badannya aja sama kayak kita kok, gak kelihatan kayak bocah."
"Lah, emangnya lu pikir lu gak kelihatan tua? Lu baru kelas X aja udah kelihatan anak kuliahan buat gue!" canda Zidan.
"Anjirrr... Umur gue baru 16 tahun, cok! Enak aja lu bilang mirip anak kuliahan, emang muka gue setua itu ya?"
"Hahaha... Tua banget!"
Zidah tertawa terbahak-bahak, Aris menyerangnya dengan jitakan di jidat. Sementara Isha sibuk memperhatikan Ina yang begitu akrab dengan Niko.
'Dari tatapan mata cowok itu, dia kayaknya suka sama Ina. Wahhh... Niat mundur gue dapetin Ina dari Abang, kayaknya gue tarik lagi.' Isha membatin, dengan terus memperhatikan Niko yang juga terus menatap Ina dengan tatapan suka.
Isha yang tadinya akan mundur dari mendapatkan Ina lagi, seperti terpancing kembali untuk mendapatkan Ina dari sang kakak. Isha tidak rela, kalau Ina jadi milik kakaknya, tapi lebih tak rela lagi jika Ina dimiliki lelaki lain.
Ina dan Niko mengobrol seru, bahkan Ina tertawa bersama Niko, yang selalu membuat guyonan lucu di setiap obrolannya.
'ting'
Ina mendapat pesan di sela obrolannya, dia pun memeriksanya.
[Sebelum kita pulang ke rumah Mama kamu, kita cek butik kita ya, pengerjaannya sudah mulai di lakukan hari ini, kita lihat apakah pengerjaannya mudah atau nggak. Lalu, nanti kita minta di dekorasi seperti apa butiknya sesuai kemauan kamu. Terus, kita mulai cari-cari baju yang akan kita beli untuk mengisi butiknya. ] Pesan dari Izhar.
[Oke.] Balas Ina.
[ Kok cuma oke?]
[Harusnya gimana? ]
[Gak khawatir saya gak makan siang gitu?]
Ina tersenyum, rupanya Izhar ingin dapat perhatian darinya.
[Ya udah, jangan lupa makan ya, Om kulkas!] Ina menahan tawa setelah mengirimkan pesan itu pada suaminya.
[Mulai deh! (Emoji marah) ]
[(Emoji menjulurkan lidah) ]
[Kamu nakal, awas nanti kalau ketemu, saya akan siksa kamu!] ancam Izhar.
[Gak takut! (Emoji mengejek)]
[Yakin? (Emoji wajah iblis)]
Ina terkekeh, sambil menutup mulutnya, dia bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah sang suami ketika marah.
Kinara dan Niko menatap aneh pada Ina, gadis cantik itu terkekeh sendirian, dengan hanya membaca pesan di ponselnya.
...***Bersambung***...