Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 - Datang ke Mess
Christiana Marie Soedibyo turun dari mobil Toyota Avanza berwarna putih. Pada kedua sisi mobil tertulis logo kotak berwarna biru muda dan coret garis lengkung kecil berwarna oranye. Sedangkan di sebelah logo tersebut bertuliskan Atlantic.
Tangannya mengangkat bagasinya yang berupa stroller bag berwarna biru muda. Setelah bagasinya menyentuh lantai, dia segera menyeret mengikuti Pak Huda.
“Itu mess nya, Miss.”
Huda yang merupakan staff Personalia Hotel Atlantic melangkahkan kaki sambil membawa 2 buah anak kunci di tangannya.
Dia memimpin memasuki sebuah ruko berlantai 3, melewati pintu belakang. Ana, nama panggilan dari Christiana mengikuti sambil menyeret bagasinya.
Setelah melewati beberapa ruangan yang berpintu, Huda berhenti di sebuah kamar lalu memasukkan kuncinya untuk membuka ruangan tersebut.
“Saat ini baru kamar ini yang siap untuk dipakai Miss. Memang agak kecil. Ada ruangan yang lebih besar di lantai 2 tapi sedang ada perbaikan. Nanti jika kamar di atas sudah siap, Miss boleh pindah ke atas.”
Ana maju sambil menggelindingkan bagasinya memasuki kamarnya, Ana menebarkan pandangannya ke sekeliling ruangan berukuran 4 x 4 meter persegi itu. Dilihatnya ada single bed menempel salah satu dinding, lalu ada lemari dari kayu sederhana dua pintu. Salah satu pintunya terdapat cermin besar di depannya.
“Ini hanya kamar sementara, Miss,” sambung Huda buru buru ketika melihat tatapan Ana pada kipas angin besar yang ada di dinding atas setengah meter dari pintu masuk. “Untuk level B seperti Miss seharusnya memang mendapatkan kamar yang lebih luas. Tapi ya begitulah, mohon maaf, mungkin butuh sekitar 1 Minggu lagi agar kamar di atas siap.”
Ana tersenyum, “Baik Pak. Ada lagi yang harus saya ketahui tentang peraturan di mess ini. Maklum Pak, ini saya pertama kali merantau. Sebelumnya saya selalu kerja di Yogya.”
Huda tersenyum ramah, “Mari saya tunjukkan beberapa fasilitas di sini.”
“Di sini tempat untuk mencuci baju.” Huda menunjukkan sebuah mesin cuci. Lalu ia berjalan tak jauh dari mesin cuci, “Di sini tempat menjemur pakaiannya. Setiap lantai akan difasilitasi 2 mesin cuci di sebelah kanan dan kiri tangga. Tapi jemurnya ya di sini untuk lantai satu ini.”
Ana agak terkejut. “Kok cuma sedikit tempat jemurnya Pak? Satu lantai ada berapa penghuni ini?”
“Empat Miss yang di sisi kiri ini. Lantai 2 ada 3 kamar. Ada 1 mesin cuci dan tempat jemurnya sendiri di tiap sisi. Di lantai 3 hanya 2 kamar di setiap sisi. Di sisi kiri adalah kamar untuk Ass. Chief Engineer dan Housekeeping Manager. Mereka juga ada 1 mesin cuci dan tempat jemur untuk mereka berdua. Di sisi kanan juga sama seperti sisi kiri.”
“Disediakan televisi untuk bersama dengan jaringan indovision di depan, ruangan tempat kita masuk pertama kali ke dorm ini.”
“Tapi tak ada yang menonton ya,” sahut Ana karena dia tadi sudah melihat ketika baru masuk mess tadi.
“Saat ini masih jam kerja. Jam 9 malam biasanya akan ada satu dua yang menonton. Rame jika ada pertandingan bola,” cerita Huda. “Kalau tidak ada pertandingan bola memang sepi. Karena kebanyakan mereka mempunyai tv di kamar masing-masing.”
“Kok kamar saya tidak ada tv-nya,” sahut Ana otomatis.
Huda tersenyum sopan, “Tv disediakan hanya bagi yang level A saja, Miss. Tapi bagi yang level B dan C, biasanya mereka membeli televisi sendiri lalu ditaruh di dalam kamarnya. Makanya yang sering menonton di depan adalah karyawan level D ke bawah karena mereka sekamar berdua, berempat, dan bahkan berenam. Jadi tidak ada dari mereka yang berniat membeli televisi sendiri.”
Ana merasa tertarik dengan penjelasan Huda. “Lalu dimana letak kamar mereka, Pak? Maksud saya buat yang level D ke bawah.”
“Lewat ke lorong itu, Miss.”
Saat itu kebetulan dua orang laki-laki masuk lewat pintu masuk mess. Mata mereka langsung merasa tertarik dengan kehadiran seorang wanita baru.
“Hud, ini sekretarisnya Duncan ya?”
“Iya,” jawab Huda sambil memutar badannya menghadap Ana. “Perkenalkan ini Hendra bagian engineering. Kalau ada masalah tentang segala hal tentang listrik atau mesin cuci ngadat gitu, bisa minta tolong pada dia. Mereka tinggal di lantai 2 sayap kanan.” Lalu Huda menambahkan, “Di mess ini ada istilah sayap kiri buat golongan karyawan level A, B dan C. Sedang sayap kanan untuk golongan D, E, dan F.”
Kedua laki-laki itu jalan mendekat.
“Kenalan Kak. Aku Hendra.” Pemuda dengan perawakan tinggi, ceking dan berkulit sawo matang mengajak untuk bersalaman.
“Kalau aku Riadi. Aku di bagian butler.” Pemuda yang tinggi besar dan sedikit berisi itu ikut menyodorkan tangannya.
“Ana. Saya baru saja datang dari Yogyakarta. Salam kenal.”
“Kalian masuk sore, ya?” tanya Huda.
“Aku libur,” jawab Hendra. “Riadi yang masuk sore.”
Sambil melihat hpnya, “Aku ada training jam 2 nanti. Hen, kamu free nggak sekarang? Aku nitip Miss Ana ya. Sekalian bantu bantulah dia, karena dia masih baru di Batam.”
“Bolehlah.”
Huda menganggukkan sopan ke arah Ana sebelum melangkahkan kakinya keluar melewati pintu dorm yang berwarna abu abu muda.
Riadi terlihat menyesal sambil berkata, “Sebetulnya aku masih ingin lebih mengenal Miss. Sayang aku harus segera mandi dan bersiap-siap. Udah di WA sedari tadi, karena ada inventory.” Riadi memalingkan badannya sambil mendelikkan matanya menghadap Hendra.
“Kamu jangan ganggu lho, Hen!” Lalu berbalik kepada Ana. “Miss, hati-hati ya sama Hendra.”
“Ah sirik lah, kamu.” Hendra terkekeh sementara tangannya bergerak-gerak seolah olah mengusir Riadi agar segera pergi. “Hush, hush!! Sana, sana pergi. Mandi sana, cepet, siap siap!”
“Mentang-mentang cakep.” Riadi memajukan bibir bawahnya sambil mulai melangkah menjauh. Tangannya dilambaikan ke arah Ana.
Ana tersenyum sambil ikut melambaikan tangannya. Setelah Riadi menghilang ke lorong dorm, Ana melemparkan senyum ke arah Hendra. Ia tak tahu harus membuka percakapan apa lagi pada Hendra, sebab ia adalah seorang introvert yang sangat sulit untuk memulai perkenalan kepada orang baru.
Tetapi untungnya, Hendra adalah pribadi yang supel. Dengan wajah ramahnya, dia segera akrab dengan Ana. “ Miss mana kamarnya, biar sekalian saya bantu bersihkan dan cek apakah semua listrik sudah berfungsi.”
“Di sini.” Ana jalan mendahului ke kamar yang telah ditunjukkan Huda tadi.
“Wah, kok dapatnya di sini, Miss. Ini kamarnya kecil lho. Miss sekretaris Duncan kan. Level B harusnya di lantai 2.” Hendra mendecak kesal. “Mana kamar buat cewek lagi. Huda ini gimana sih.”
“Ah, tak apalah. Cukup kok buat aku. Eh, Hendra, panggil aku Ana saja. Jangan Miss miss gitulah.”
Hendra nyengir. “Yah kan baru kenal.”
“Tapi bener lho, minta ganti sama Huda, jangan mau dapat kamar ini. Udah kecil dekat tangga lagi. Maklum pasti banyak yang akan iseng mau intip orang ganti baju dari tangga.”
Ana memperhatikan kertas lebar berwarna coklat yang tertempel di dinding atas. Sepertinya kertas coklat itu ditempel untuk menghalangi agar orang orang yang naik turun tangga tak bisa mengintip orang yang di dalam kamar.
“Iya juga ya… ventilasi itu bisa buat ngintip orang yang lagi tidur dan ganti baju. Betul juga ucapan kamu, Bang Hendra.”