Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.
Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.
Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Jhonatan Wijaya, seorang perwira TNI berpangkat Kapten. Berusia 31 tahun, Jabatannya sebagai Komandan Kompi membuat namanya dikenal sebagai sosok yang kaku, dingin, dan irit bicara. Di hadapan prajuritnya, ia adalah tokoh yang sangat tegas dan disiplin, namun sangat perhatian terhadap para prajuritnya. Orang lain mengira Jhonatan laki-laki anti perempuan sejak berpisah dengan mantan istrinya, bahkan banyak yang membicarakannya jika dia punya kelainan. Tapi tidak ada yang tahu, di balik semua itu, Jhonatan menyimpan satu kenangan yang ia simpan rapat-rapat selama sembilan tahun terakhir. Sebuah kenangan tentang seorang gadis.
Kehidupan Jhonatan adalah rutinitas yang monoton, penuh dengan disiplin dan aturan. Pagi buta, ia sudah harus memimpin latihan fisik. Siangnya, ia disibukkan dengan laporan dan strategi militer. Malamnya, ia seringkali hanya duduk sendirian di rumah dinas, menatap dinding kosong. Hubungannya dengan keluarga dekat, seperti dengan kakak perempuannya, Jessica Wijaya, dan suaminya yang juga seorang TNI berpangkat Letkol, sangat akrab. Namun, ia tidak pernah benar-benar membuka diri. Jessica sering mencoba menjodohkannya, tapi Jhonatan selalu punya alasan untuk menolak.
"Kamu ini, Nat. Mau sampai kapan mau sendiri?" tanya Jessica suatu kali, saat mereka berkumpul di rumahnya bersama kedua anaknya, Kenan dan Kinan. "Kinan sudah nanya, mama aku punya om kok galak sekali, kayak papa ya, tapi kok dia enggak punya tante."
Jhonatan hanya tersenyum tipis. "Nanti juga ada waktunya, Kak," jawabnya singkat, padat, dan tidak pernah memberikan harapan.
****
Semua rahasia itu berawal sembilan tahun lalu, di MPT (Malam Pengantar Tugas) di Akademi Militer. Aroma parfum mahal dan musik klasik memenuhi aula. Jhonatan berdiri di sudut ruangan, membiarkan suaranya tenggelam di antara keramaian. Namun, di antara semua orang yang berlalu lalang, matanya terpaku pada satu sudut ruangan. Di sana, seorang gadis remaja duduk sendirian. Usianya masih sangat muda, mungkin baru belasan tahun. Rambutnya terurai, matanya memancarkan kecerdasan yang unik, dan senyumnya... senyumnya membuat dunia Jhonatan seolah berhenti.
Ia tidak bisa bergerak. Ini bukan sekadar ketertarikan sesaat, ini adalah sesuatu yang lebih dalam. Jhonatan merasakan koneksi yang tak bisa dijelaskan. Ia merasa seperti sudah mengenalnya seumur hidup, seperti ia memang ditakdirkan untuk bertemu gadis itu. Ia ingin mendekat, menanyakan namanya, tapi gadis itu tiba-tiba bangkit. Ia melambaikan tangan pada seorang pria paruh baya, kemudian menghilang di antara kerumunan. Jhonatan kehilangan jejak. Ia berlari keluar, mencoba mencari, tapi gadis itu sudah lenyap seperti hantu.
Sejak malam itu, ia tidak bisa melupakan wajahnya. Ia mencoba mencari tahu. Ia bertanya pada setiap orang yang ia kenal, termasuk Alvino Alfarisi, teman baiknya sejak di akademi.
"Ada apa, Jo? Tumben kamu kelihatan gelisah," tanya Alvino, yang saat itu masih seorang letnan dua.
"Kamu kenal semua orang di acara semalam, kan? Ada kenalan mu yang punya adik perempuan rambutnya panjang, cantik, dan kelihatanya pintar?" tanya Jhonatan, suaranya terdengar tidak sabar.
Alvino hanya menggeleng. "Aku kenal hampir semua yang datang, Jo. Tapi tidak ada yang seperti itu."
Jawaban itu membuat Jhonatan frustrasi. Setelah beberapa bulan mencari tanpa hasil, ia memutuskan untuk pasrah. Ia melanjutkan hidupnya. Ia fokus pada karier militernya. Ia bahkan mencoba untuk menikah dengan wanita lain, mencoba membangun masa depan yang normal. Tapi takdir berkata lain. Pernikahannya kandas karena perbedaan prinsip dan jarak yang tak bisa ia jembatani.
****
Jhonatan kembali menjadi sosok yang dingin, galak, dan tak banyak bicara. Sampai hari ini. Ia punya janji dengan Alvino, salah satu prajurit terbaiknya dan juga teman seperjuangannya. Jhonatan melangkah masuk ke rumah dinas Alvino. Di sana, ia melihatnya. Di sofa, dengan pakaian santai, ada seorang perempuan. Rambutnya terurai. Wajahnya... itu dia. Gadis yang ia cari selama sembilan tahun. Tapi, ia ada di sini. Di rumah Alvino. Mungkinkah dia adiknya?. Jantung Jhonatan tiba-tiba terasa berdebar dengan cepat.
Ia tidak salah. Wajah itu, kecerdasan di matanya, dan aura yang sama kuatnya. Ia menemukannya. Setelah sembilan tahun, gadis itu ada di hadapannya, tanpa sadar bahwa ia adalah takdir yang selalu Jhonatan cari.
Namun Jhonatan tersadar dia tidak boleh terlalu berharap sudah sembilan tahun berlalu, mungkin saja dia sudah punya pacar bahkan bisa jadi dia sudah menikah.
Sembilan tahun berlalu tapi dia masih sama, dia makin terlihat cantik, tubuhnya sudah tinggi, kulitnya putih, tapi terlihat judes, dan seperti seorang pemalas.
Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia bisa ada disini, siapa namanya?. Ah... Jhonatan sungguh sangat penasaran ia bahkan tertegun sangat lama di pintu.
Sebelum akhirnya vino menegurnya
"Kenapa jo, ada yang salah?" tanya vino hati-hati.
"Oh nggak, nggak papa" jawab Jhonatan gugup.
"Mari duduk Jo, gue tinggal kebelakang buat minuman dulu" ucap Vino sembari pergi ke belakang.
Dalam hati Jhonatan terus berbicara sendiri "Dia tertidur sangat cantik, ingin sekali ku gendong dan ku bawa ke rumah ku,ah gila bahkan perempuan itu belum tentu perempuan sembilan tahun lalu".
Gila Jhonatan merasa benar-benar gila, bahkan saat dulu dengan istrinya pun ia tidak pernah merasa seperti ini. Namun hanya melihat wanita itu, Jantungnya benar benar berdetak lebih kencang bahkan rasanya sampai ingin melompat keluar. Ia terus menatapnya lama karena perempuan itu tidur di sofa depan tv yang terhubung langsung dengan ruang tamu, hanya ada sekat, meja partisi kecil.
Jhonatan tersenyum sendiri, sangat tipis, benar-benar sangat tipis. Bahkan orang terdekatnya pun jarang sekali bisa melihat senyum sang kapten. Dia benar benar menjadi sosok yang sangat dingin, entah karena masa lalunya ataupun apa, tidak ada yang tahu hanya Jhonatan yang tahu.
Orang lain mengira perceraiannya dengan mantan istrinya tiga tahun lalu menyisakan trauma dan duka yang mendalam.
Ya, Jhonatan diceraikan saat sedang satgas di daerah konflik, mengharuskan untuk berpisah dengan istrinya. Baru tiga bulan di medan tugas ia mendapatkan kabar, bahwa sang istri menggugat cerai dirinya. Alasannya dia tidak bisa menjalani hubungan ldm, tapi setelah menjadi seorang istri prajurit harusnya dia paham bahwa ldm sudah menjadi resiko, bahkan tak jarang banyak prajurit yang pulang dari Medan perang hanya tinggal nama. Dan sampai sekarang pun Jhonatan tidak tahu alasan pastinya.
Lamunan Jhonatan buyar saat Alvino datang dengan membawa dua gelas kopi dan camilan. "Maaf Jo lama tadi istri gue minta dibantu masang gas dulu" ucap Alvino
"Iya nggak masalah," jawab Jhonatan santai
"Kan lo ini udah lama banget menyendiri apa nggak pingin nikah lagi haha, biar ada yang ngurusin gitu haha," canda Alvino diiringi tawa.
yu kak saling sapa mampir beri dukungN ke karyaku juga