Sinopsis
Arumi Nadine, seorang wanita cerdas dan lembut, menjalani rumah tangga yang dia yakini bahagia bersama Hans, pria yang selama ini ia percayai sepenuh hati. Namun segalanya runtuh ketika Arumi memergoki suaminya berselingkuh.
Namun setelah perceraiannya dengan Hans, takdir justru mempertemukannya dengan seorang pria asing dalam situasi yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab: 1
"Apa buat kamu pernikahan kita selama tiga tahun ini tidak ada artinya?"
Suara itu bergetar, lirih namun cukup tajam untuk menusuk dinding hati yang mulai retak.
Laki-laki itu terdiam. Tatapannya kosong menatap lantai, seolah sedang mencari jawaban di antara ubin yang dingin. Ia tidak berani menatap mata istrinya, mata yang dulu membuatnya jatuh cinta, kini dipenuhi luka dan kekecewaan.
"Aku tidak tahu harus jawab apa," gumamnya akhirnya. "Semua terasa... rumit sekarang."
Wanita itu menghela napas, berusaha menahan air mata yang menggenang. "Rumit?" ucapnya dengan suara nyaris tertawa pahit. "Kamu selingkuh, dan kamu menyebut ini rumit?"
"Aku tidak bermaksud menyakitimu," ujarnya pelan. "Semua ini, terjadi begitu saja."
"Terjadi begitu saja? Hah... Kamu selingkuh dengan perempuan itu dengan sadar! Dan kamu bilang itu terjadi begitu!" Nada suaranya meninggi, dadanya naik-turun menahan amarah yang selama ini ia pendam. Matanya merah, bukan hanya karena air mata yang jatuh, tapi karena hatinya menahan kecewa.
"Kamu tidak pernah berniat menyakitiku, tapi kamu selingkuh di belakangku? Lucu kamu, Hans... lucu sekali."
Arumi tersenyum miris, senyum yang tidak sampai ke matanya. Suaranya tenang, tapi jelas menyimpan luka yang dalam. Hatinya terasa perih, seperti dirobek dari dalam. Pria yang selama ini ia cintai, yang ia pikir akan menjadi tempat bersandar sampai akhir hayat, ternyata justru yang menghancurkannya.
Hans berdiri kaku di hadapannya. Matanya kosong, seolah tak sanggup membalas tatapan istrinya. Kata-kata yang selama ini ia susun dalam pikirannya kini menguap begitu saja. Tidak ada lagi alasan yang bisa dia ucapkan. Dia tahu, dia telah menyakitinya.
Hans hanya diam mematung, tak bisa lagi berkata-kata, alasannya telah habis. Dia tahu, dia memang menyakiti istrinya, tapi. Perasaan cintanya pada perempuan itu tidak bisa dia pendam dan dia diamkan begitu saja.
Dia sudah mencoba menjadi suami yang baik, tapi ternyata, dia kalah pada cintanya.
"Siapa dia? Siapa perempuan itu?" suara Arumi terdengar lirih, nyaris seperti bisikan yang ditelan angin malam.
Matanya menatap kosong ke arah suaminya, mencoba mencari jawaban di balik sorot matanya yang tak lagi hangat seperti dulu. Bukan nada marah atau penuh amarah yang keluar darinya, tapi ketenangan yang menyakitkan. Sebuah kelembutan yang lahir dari hati yang lelah dan patah.
"Siapa dia, Hans?" ulang Arumi, lebih tenang, tapi jelas menusuk. "Perempuan yang berhasil mengambil kamu dariku. Lelaki yang dulu bersumpah akan mencintaiku sampai akhir hayat."
Hans menunduk. Lidahnya kelu. Tak ada jawaban, tak ada pembelaan. Hanya diam yang membuat segalanya semakin jelas.
Arumi tersenyum tipis, pahit. Bukan karena ingin terlihat kuat, melainkan karena itulah satu-satunya cara agar air matanya tidak jatuh di depan pria yang telah menghancurkannya.
Arumi dan Hansel telah menikah selama tiga tahun. Sebelumnya, mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih selama lebih dari tiga tahun, hubungan yang tumbuh perlahan dari masa-masa kuliah yang penuh mimpi dan janji.
Waktu itu, menjelang akhir semester, Hansel yang lebih dulu lulus dan bekerja sebagai junior di sebuah perusahaan ternama, datang membawa kejutan. Di sebuah kafe kecil tempat mereka biasa menghabiskan waktu, Hansel melamarnya. Sederhana, tapi tulus.
“Aku belum punya banyak, Rumi. Tapi aku tahu satu hal, aku nggak mau menjalani masa depan tanpa kamu di dalamnya,” ucapnya saat itu, dengan mata yang berbinar penuh harapan.
Arumi mengangguk sambil menangis, menerima cincin sederhana yang diberikan Hansel. Baginya, saat itu cinta sudah cukup. Janji setia, kebersamaan, dan harapan mereka akan masa depan adalah segalanya.
Mereka menikah beberapa bulan setelahnya, membangun rumah tangga dengan cinta yang tampak kuat, setidaknya itu yang Arumi percayai selama tiga tahun ini, hingga akhirnya pengkhianatan itu datang ke dalam rumah tangganya.
Sungguh, sesuatu yang tidak pernah Arumi banyangkan, bahkan pikirkan, pria seromantis dan se'care Hansel akan melakukan kecurangan itu.
Perhatiannya pada Arumi tidak berubah sedikitpun, bahkan, dia lebih romantis akhir-akhir ini.
Hampir setiap hari dia membawakan bunga yang di sukai Arumi.
Bahkan, kecupan manis yang setiap pagi tidak pernah berubah.
Bagaimana mungkin... pria seperti itu, yang terlihat begitu mencintainya, ternyata dengan sadar dan tega berselingkuh di belakangnya? Bagaimana bisa seseorang begitu pandai memainkan peran, seolah tidak terjadi apa-apa, sementara diam-diam ia mengkhianati semua janji suci yang pernah terucap?
"Jawab, Hansel!" suara Arumi meninggi, mengguncang keheningan malam yang semula tenang. "Siapa perempuan itu?!"
Nada suaranya naik dua oktaf, tak lagi mampu ditahan. Amarah, luka, dan pengkhianatan yang selama ini ia pendam pecah dalam satu letupan tajam. Sorot matanya bergetar, bukan hanya karena marah, tapi karena hatinya benar-benar remuk.
Hansel tersentak. Bahunya menegang, tapi mulutnya tetap terkunci rapat. Tak ada kata, tak ada penjelasan, hanya diam yang memekakkan telinga Arumi.
"Jangan diam!" serunya lagi, kali ini suaranya bergetar. "Kau bisa memelukku setiap malam, menciumku setiap pagi, berpura-pura mencintaiku seperti biasa, tapi di belakangku, kau tidur dengan wanita lain?!"
Arumi tertawa miris, tawa yang hambar dan penuh perih. “Kau benar-benar hebat, Hansel. Aku bahkan sempat berpikir, mungkin aku wanita paling beruntung karena dicintai pria sepertimu.”
Matanya kembali basah, tapi ia menegakkan dagu. menatap jelas wajah pria yang telah menghancurkan semua harapannya.
"Jawab! Siapa perempuan itu?!" Arumi kembali bertanya, kali ini dengan tekanan penuh pada dua kata terakhir, seperti pisau yang dilemparkan tepat ke jantung Hansel.
Hansel menarik napas panjang, mencoba tetap tenang meski sorot matanya mulai gelisah. Namun, alih-alih menjawab, ia justru berkata dengan datar, "Sebaiknya kamu tenangkan dirimu malam ini. Jangan biarkan emosi menguasai hatimu."
"Aku tidur di luar malam ini," lanjut Hansel sambil mengambil jaketnya di gantungan. Ia melangkah menuju pintu tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.
Arumi mematung. Tidak percaya.
Begitu mudahnya Hansel memilih pergi, alih-alih menjelaskan. Begitu tenangnya ia meninggalkan luka, seolah bukan dia yang menyebabkannya.
"Jadi segitu saja?" gumamnya lirih tersenyum kecut.
Suara pintu dibuka pelan. Cukup pelan untuk memberi harapan bahwa Hansel akan berubah pikiran. Tapi tidak. Ia tetap melangkah, tanpa suara, tanpa pamit dan bahkan tanpa menoleh.
smangat terus thor 💪💪💪
gpp lah lepas dari hansel
ketemu kai... Arumi menang banyakkkkk 😍😍😍😍