NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:409
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebencian

“Pergi kau dari sini! aku tak sudi melihat wajahmu lagi,” bentak lelaki paruh baya kepada seorang gadis di hadapannya, yang tak lain adalah anaknya sendiri. Gadis itu hanya terdiam mematung saat ayahnya kembali masuk ke dalam jeruji besi yang dijaga dengan ketat oleh para polisi.

 

Gadis itu pun kembali ke rumahnya dengan keadaan murung. Oline—nama gadis itu, dia baru saja diusir ayahnya karena tak ingin melakukan perintah sang ayah, menurutnya perintah ayahnya adalah perbuatan yang kejam dia juga tidak ingin seperti ayahnya, yang selalu saja menuruti kemauan hatinya hingga dia berada dihukuman seperti saat ini.

 

Sudah enam tahun ayah Oline mendekam di penjara, dan selama itu juga dia dijauhi orang-orang di sekitarnya. Mereka enggan bertegur sapa bahkan untuk melihat ke arahnya, meski  yang mereka lakukan semata-mata hanya melindungi dirinya dan keluarganya dari rumor yang beredar  tentang keluarga Oline tetapi bukan berarti mereka tidak menganggap Oline sama, bahkan mereka mengganggap Oline sama seperti ayahnya meski pun tidak ada bukti tentang Oline. Dia frustrasi, anak berumur 17 tahun itu harus tinggal sendiri tanpa belas kasihan orang-orang disekitarnya, kadang disaat-saat seperti itu Oline melampiaskan semuanya pada dirinya sendiri.

 

“Semua orang membenciku, semua orang menganggap aku sama seperti keluargaku.” Dia berucap lirih

 

Dia bertekad ingin membuktikan kepada semua orang bahwa dirinya tidaklah sama seperti Antoni—ayahnya.

 

Dia menunduk sembari menyayat-nyayat tangan mulusnya. “Memang kenapa jika aku terlahir dari keluarga seperti ini? Bukan keinginanku dilahirkan dalan keluarga ini!” teriaknya.

Itulah yang dilakukan Oline saat dia frustrasi dengan keadaannya, dia terisak tanpa memperdulikan darah yang mengucur deras dari tangan indahnya.

 

Oline pun lemas, dia berbaring di atas tempat tidurnya tanpa memperdulikan tangannya yang berlumuran darah, lambat laun Oline pun tertidur dengan nyenyaknya.

 

Di pagi itu Oline berangkat ke sekolah seperti biasa, di sepanjang perjalanan banyak pasang mata yang menatapnya tajam seakan ingin mengulitinya hidup-hidup, Oline ingin sekali  mencongkel kedua bola mata mereka tetapi di lain sisi ia menahan hasratnya yang kadang muncul secara tiba-tiba.

 

Setibanya di sekolah Oline langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk menenangkan pikirannya yang sedang berkecamuk. Banyak yang memandangnya dengan sinis, tapi tidak sedikit juga yang memandangnya dengan tatapan ketakutan, sebenarnya Oline sudah terbiasa dengan semua itu. Oline pun kembali ke dalam kelas saat bel berbunyi.

 

“Waww ... coba liat siapa yang datang?”

“Anak seorang napi,” lanjutnya.

 

Setiap Oline masuk kelas gadis yang tak lain adalah musuhnya dari dulu itu selalu saja menghinanya. Oline sendiri pun harus exstra sabar, dengan mengontrol amarahnya sendiri.

 

Oline duduk sendiri di kursinya karna semua siswa menjauhinya dan tak ingin berteman dengannya. Tetapi Oline bahkan merasa senang karena baginya kesendirian adalah ketenangan.

 

Ruangan itu seketika hening saat wali kelas datang, baru saja hendak duduk guru itu berteriak histeris karena di lokernya terdapat bangkai tikus yang termutilasi, lengkap dengan darah segar yang menggenang di dekat bangkai itu.

“Siapa  yang meletakkan bangkai tikus disini?!” teriak sang guru geram.

 

Semua murid memandang satu sama lain mereka bertanya-tanya siapa yang berani melakukan itu. Tiba-tiba saja sebuah suara menyebut nama Oline, semua pasang mata menatap sumber suara tersebut, ternyata suara itu berasal dari Zola—musuh Oline.

“Aku benar, ‘kan? Pasti Oline yang melakukan itu secara kan dia anak seorang napi, pasti sifat kejamnya menurun dari aayahnya.” Ucapnya sinis.

 

Semua mata beralih menatap Oline yang duduk di kursinya dengan tenangnya seakan tak peduli dengan kejadian saat ini, Zola menghampiri Oline yang keliatan acuh.

“Heh, anak napi! Ngaku aja deh, pasti kamu ‘kan yang meletakkan bangkai tikus itu?”

Oline tetap diam tak bergeming, dia asik dengan jangkanya. Karna tak dihiraukan Zola merasa kesal dan merampas jangka itu dari tangan Oline, Oline pun berdiri dari duduknya dan merebut jangkanya kembali sembari mengangkat jangka itu tepat di depan mata Zola seperti berniat untuk menusuk bola mata Zola. Sebagian siswa histeris menyaksikan per seteruan Zola dan Oline, untung saja wali kelas cepat-cepat menengahi perseteruan mereka berdua.

 

Zola terkejut, dia tidak menyangka akan mendapatkan serangan dadakan dari Oline, karena selama ini Oline selalu diam saat dirinya mem-bully bahkan bertindak kasar pada gadis Oline.

 

“Oline kamu ikut Ibu.”

Wali kelas menggiring Oline ke ruang BK, di sana Oline di interogasi, seakan-akan memang Oline lah pelakunya. Marah, sedih, kecewa, dan lelah berkecamuk dalam dirinya. Semua orang seakan sudah membencinya, bahkan tanpa mendengar pembelaan dari Oline sang guru sudah menganggap Oline adalah pelakunya, hanya karena satu kesalahan ayahnya. Tetapi, dialah yang harus menerima semua per lakuan orang-orang terhadap dirinya, bahkan ART saja tidak ada yang mau bekerja di rumahnya, itulah sebabnya Oline tinggal sendiri di rumah besar itu. Dia benar-benar sendirian!

 

“Oline apa benar kamu yang meletakkan bangkai tikus itu?”

“Untuk apa saya melakukan itu, Bu?”

“Saya benar-benar tidak tahu menahu tentang bangkai tikus itu,” belanya

“Saya memang anak seorang napi, dan rumor tentang keluarga saya itu benar, darah seseorang yang kalian adili dengan kejamnya menyatu dengan darah saya, tapi bukan berarti saya juga seperti dirinya 'kan? Kenapa semua orang menghukumku padahal semua itu kesalahannya!?”lanjutnya sambil meninggalkan ruangan tersebut tampa permisi.

 

Semua orang tidak mempercayainya, semua orang membencinya meski dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

 

Waktu sekolah telah usai, semua siswa berhambur keluar kelas masing-masing 'tak terkecuali Oline dan Zola, saat pulang sekolah pun Oline tak pernah luput dari Bullyan Zola, seperti hari ini, ketika hendak keluar dari kelas Zola tiba-tiba saja menyiram Oline dengan air berwarna merah pekat seperti darah, Oline tetap berusaha untuk tenang dan tidak melawan.

 

Zola meninggalkan Oline sambil tersenyum puas, dia bertindak demikian karna dia tau Oline 'tak akan membalas perbuatan buruknya. Tampa dia sadari ada sosok misterius yang mengintai mereka dari kejauhan, matanya memerah menahan amarah seakan tidak rela Oline di perlakukan sedemikian rupa. Tetapi dia hanya pasrah melihat itu semua, karna dia tidak ingin Oline melihat keberadaannya di situ.

 

Oline berjalan pulang ke rumahnya dengan keadaan gontai, kebetulan letak rumah Oline tak jauh dari tempat ia belajar. Orang-orang melihat Oline dengan tatapan sinis karena baju yang dia pakai terdapat noda merah seperti darah.

 

“Tuh, liat ... anak si Antoni. Pasti besarnya nanti akan sama seperti ayahnya! Ibunya saja mati tanpa diketahui sebabnya.”

Gunjingan Ibu-ibu itu sukses membuat Oline marah, Oline pun menghampiri Ibu-ibu yang berkerumun itu.

 

“Ayahku tidak sekejam itu, kalian hanya melihat dari satu sudut pandang!” bentak Oline kepada mereka

“Heh ... kami mau liat dari sudut pandang mana pun yang salah tetap ayahmu,”

Oline terdiam, pasalnya dia tidak tahu seperti apa kejadian yang sebenarnya, hingga membuat sang ayah harus mendekam di tempat dingin itu.

“Kamu itu anak dari keluarga gak benar, lebih baik kamu pergi dari sini!”

Seorang ibu berbaju merah mendorong Oline hingga terjatuh ke tanah.

 

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!