Perubahan Rencana

"Hah? Psikiater? Lo kenapa?" tanya Arka pada Barra yang tiba-tiba datang ke rumahnya.

"Gue aneh akhir-akhir ini. Nggak tau gimana jelasinnya," kata Barra lalu meneguk segelas air dingin yang disediakan Arka.

"Aneh? Kenapa? Lo sering halusinasi? Atau kenapa?" tanya Arka cemas.

"Bukan. Cewek itu..."

"Riana?" tanya Arka memastikan. Barra mengangguk.

"Kenapa Riana?" tanya Arka lagi.

"Gue merasa aneh kalo abis sama dia. Rasanya berat liat dia berjalan pulang masuk ke apartemennya. Rasanya gue juga pengen ikut masuk sama dia," kata Barra. Arka tertawa sekeras-kerasnya mo.

"Kok lo malah ketawa? Gue serius," kata Barra jengkel.

"Sorry, sorry. Gue cuma merasa kalo lo pergi ke psikiater juga percuma. Pasti juga bakal diketawain sama psikiaternya," kata Arka sambil menaham tawa.

"Apanya yang lucu?" tanya Barra polos.

"Elo yang lucu. Masa' perasaan kek gitu aja lo nggak bisa simpulin itu apa?" kata Arka gemas.

"Ya memang gue nggak bisa. Gue nggak ngerti. Gue belum pernah kek gini sebelumnya," kata Barra semakin sebal. Arka baru ingat kalau sahabatnya yang tampan itu sama sekali tak ada pengalaman bercinta, selain dengan game-game di ponsel dan komputernya.

"Sorry gue lupa kalo lo masih perjaka," ledek Arka.

"Sial lo! Apa hubungannya?" tanya Barra masih dengan nada jengkel. Arka tertawa kecil.

"Jadi intinya, lo pengen deket terus sama Riana?" tanya Arka kemudian. Barra mengangguk.

"Okay. Bagus. Toh kalian juga sebentar lagi akan menikah. Tak perlu khawatir. Lo bisa setiap saat deket sama dia kalo lo nikah," kata Arka.

"Masih tiga bulan lagi," kata Barra dengan nada getir.

"Atau..." kata Arka yang memiliki ide gila.

"Atau apa?" tanya Barra tidak sabar.

"Lo majuin aja pernikahan lo. Kalo perlu nggak usah tunangan, langsung nikah aja," saran Arka sambil tersenyum licik. Barra terlihat berpikir serius.

"Gimana?" tanya Arka sedikit tidak sabar.

"Sepertinya ide lo bagus. Gue coba pertimbangin," kata Barra yang disambut senyuman lebar dari Arka.

'Lo itu manusia bukan sih, Bro? Sampe nggak paham kalo diri lo lagi jatuh cinta,'

***

"Hah?! Apa Tu... Eh, Mas?! Bulan depan kita langsung nikah?!" tanya Riana terkejut, ketika Barra meneleponnya memberitahu bahwa pertunangan mereka batal dan sebagai gantinya, pesta pernikahan langsung digelar.

"Tapi, kan, Tuan, katanya bulan depan itu tunangan dulu, baru dua atau tiga bulan lagi nikah," kata Riana memastikan Barra tidak sedang becanda.

"Iya. Saya berubah pikiran. Bulan depan kita nikah. Siapkan berkas-berkas persyaratannya. Nanti saya chat kamu apa saja yang perlu disiapkan," kata Barra dengan tenang.

"Lhoh... Tuan nggak bisa seenaknya gitu berubah pikiran dong. Dulu Anda tiba-tiba aja bilang bulan depan kita tunangan, tanpa menjelaskan apapun pada saya. Dan sekarang bilang bulan depan kita nikah. Kenapa mendadak? Apa sebegitu mendesaknya?" tanya Riana yang sudah kembali ke mode 'Tuan'.

"Kenapa kamu jadi manggil saya Tuan lagi?" tanya Barra yang risih mendengar panggilan Tuan berkali-kali dari Riana.

"Sekarang bukan saatnya membahas itu!" kata Riana tegas campur gemas.

"Coba jelaskan pada saya hal mendesak apa yang membuat Tuan merubah rencana semula?" tanya Riana sekali lagi.

"Mmm... Nggak ada," jawab Barra santai.

"Hhh~ kalo nggak ada yang mendesak, kenapa harus buru-buru?" tanya Riana lagi, mencoba merubah pikiran Barra yang dia tahu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Saya tanya sama kamu. Apa bedanya menikah bulan depan dan tiga bulan lagi? Hanya waktunya saja yang dipercepat. Toh, tidak ada yang berubah setelah kita menikah. Kamu tetap masih bisa bekerja seperti biasa di perusahaan," Barra mencoba bernegosiasi dengan Riana.

'Tapi, ini terlalu cepat. Aku belum siap,' batin Riana meronta. Percuma juga kalau mengutarakannya pada Si Gunung Es. Dia tidak akan mengerti.

"Sooner or later we'll be a family. Our own family. Why should we take a long time if we can make it short?" lirih suara Barra terdengar. Jantung Riana tiba-tiba riuh.

'Keluarga? Bisakah pernikahan seperti ini disebut keluarga? Ada apa dengan Tuan Barra?'

"Nanti saya beritahu apa saja yang perlu kamu siapkan. Sisanya biar Rei yang urus. Kamu tidak perlu memikirkan apapun. Untuk orang tua kamu, kita bisa berkunjung lagi akhir pekan nanti. Selamat malam," kata Barra mengakhiri panggilan teleponnya tanpa memberi waktu Riana untuk menjawab atau memprotes.

Riana menatap kosong layar ponselnya. Dia tidak menyangka akan jadi seperti ini. Bulan depan. Dua minggu lagi bulan sudah akan berganti. Tak banyak waktu lagi. Sebentar lagi statusnya akan berubah. Masa lajangnya akan segera berakhir. Bagaimana kehidupannya nanti setelah dia menikah dengan Barra?

Riana tak tahu lagi harus bagaimana. Dering ponselnya menandakan ada sebuah pesan masuk. Pesan dari Barra yang isinya memberitahukan berkas-berkas yang harus dipersiapkan Riana untuk mengurus pernikahan mereka.

"Hhh~," Riana menghela nafas panjang.

Riana mencoba mengingat apa yang terjadi seharian ini sehingga Barra jadi berubah pikiran tentang rencana pernikahannya. Riana teringat pertanyaan Barra tentang dirinya dan Raga.

'Jangan-jangan dia benar-benar cemburu? Tunggu, tunggu. Cemburu? Jangan ke-pede-an, Riana. Kalo Tuan Barra cemburu, artinya Tuan Barra ada rasa sama aku. Nggak, nggak, nggak. Nggak mungkin. Si Gunung Es jatuh cinta sama aku?'

Riana mencoba menepis dugaannya. Menurutnya, tidak mungkin Barra jatuh cinta padanya. Walaupun hari ini Barra memang terlihat aneh bagi Riana —memanggilnya Nana, memintanya mengubah panggilannya untuk Barra. Lalu alasan apa yang mungkin membuat Barra berubah pikiran? Mungkinkah ada sesuatu yang membuat dia ingin segera menikah? Bahkan Riana belum tahu alasan sebenarnya kenapa Barra ingin menikah.

Memang tak ada bedanya menikah bulan depan atau tiga bulan lagi. Lagi pula pada akhirnya dia akan menikah. Bagaimana kedua orang tuanya akan bereaksi dengan ketiba-tibaaan ini? Baru beberapa hari yang lalu mereka mengatakan rencana pernikahan mereka, dan akhir pekan ini rencana mereka sudah berubah lagi. Terlebih Mama Lily. Pasti akan panik dan akan sulit melepaskan Riana.

Riana melihat langit malam dari sliding door yang terbuka. Gelap. Sama gelapnya dengan masa depannya yang tak dapat dia bayangkan nantinya. Baru beberapa hari yang lalu Riana mencoba berdamai dengan takdirnya dan menerima semuanya dengan ikhlas. Kini, Riana kembali dikejutkan dengan takdir yang lain yang lebih menghebohkan kehidupannya.

Percuma saja mencoba bernegosiasi tentang hal itu. Barra adalah Barra yang sudah pasti tidak bisa dilawan dalam berargumentasi. Riana kembali mencoba menerima takdirnya itu. Menjadi mempelai wanita Barra bulan depan.

'Ya, bagi Si Gunung Es memang tak ada bedanya menikah bulan depan atau tiga bulan lagi. Tapi bagi ku? Seenaknya saja!'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!