Curiga

"Nana yakin mau nikah sama Barra?" tanya Mama Lily pada Riana ketika sudah meninggalkan Barra dan Papa Danu di ruang tamu. Kini ibu dan anak itu tengah mengobrol di ruang makan.

"Nana nggak tau, Ma," jawab Riana jujur. Percuma juga kalau mengarang bahwa Riana mencintai Barra, karena mamanya sudah terlihat curiga dengan Barra.

"Kenapa Nana nggak nolak aja?" tanya Mama Lily penasaran.

"Nggak bisa, Ma. Kalo Nana nolak yang ada Nana bakal kehilangan pekerjaan dan nggak bisa kerja di perusahaan lain," jawab Riana.

"Nana diancem sama Barra? Apa perlu kita lapor polisi?" tanya Mama Lily cemas.

"Nggak usah bawa-bawa polisi juga kali, Ma. Riana nggak tau. Keknya memang ada yang disembunyiin Tuan Barra. Dia nggak mau kasih tau alasan yang sebenarnya kenapa mau menikahi Nana,"

"Tuan Barra?" tanya Mama Lily heran. Riana baru sadar kalau dirinya keceplosan menyebut panggilannya untuk Barra.

"Yaaa kan, dia CEO di perusahaan Nana, Ma. Nana belum biasa manggil namanya aja. Lagian umur dia juga lebih tua dari Nana," jelas Riana. Mama Lily seperti bisa menerima alasan Riana.

"Trus dia bilang apa? Kenapa mau nikah sama kamu?" tanya Mama Lily penuh selidik.

"Katanya cuma karena dia mau nikah sama Nana aja. Aneh kan? Nana dan dia baru sama-sama tau pas hari pertama Nana masuk kerja. Bahkan Nana yakin, saat dia melamar Nana, dia belum tau nama Nana," cerita Riana.

"Keknya kita memang perlu lapor polisi deh," komentar Mama Lily.

"Nggak perlu, Ma. Lagian Nana juga nggak dirugikan dalam hal ini. Kata Ibeth, Nana disuruh menerima takdir ini dan menganggap Tuan Barra adalah jodoh yang disiapkan oleh Tuhan buat Nana. Jadi, Nana nggak perlu repot-repot lagi cari pacar," kata Riana berusaha menenangkan Mama Lily.

"Ibeth ada benarnya juga. Kalo diliat-liat, dia juga orang yang baik, sopan. Latar belakang keluarganya pasti juga baik secara dia CEO," kata Mama Lily membenarkan.

"Tapi, mama masih ragu, Na. Mama nggak mau melepaskan Nana sama orang yang mama belum bisa percaya," kata Mama Lily kemudian.

"Mama yakin, kalo Barra bisa ngalahin papa main catur, papa pasti langsung oke aja kamu dinikahi sama Barra. Nggak pake nanya-nanya, interogasi macem-macem," kata Mama Lily dengan nada sebal. Riana hanya tersenyum pasrah.

Riana sudah menduga reaksi mamanya akan seperti ini. Biarpun bukan anak kandungnya, Riana selalu dijaga oleh Mama Lily dengan baik. Insting Mama Lily juga selalu tepat jika menyangkut Riana. Riana merasa bersyukur dan beruntung diasuh oleh orang tua yang sangat menyayanginya.

"Eh, kalo diliat-liat, Barra itu cakep juga ya, Na?" tanya Mama Lily tiba-tiba.

'Eh? Cakep? Mama nggak salah liat kan?' batin Riana.

"Masa' cakep-cakep gitu nggak punya pacar?" tanya Mama Lily lebih kepada dirinya sendiri.

"Jutek soalnya, Ma,"

"Jutek? Tapi keliatannya dia biasa aja,"

"Yaaa kan lagi mode nyari restu, masa' iya mau jutek di depan calon mertua," kata Riana.

"Bener juga,"

"Dia itu dapet julukan Si Gunung Es di kantor, Ma, saking dinginnya sama orang-orang," cerita Riana.

"Sampe dijuluki gitu?" tanya Mama Lily. Riana mengangguk.

"Mama masih curiga. Masih belum bisa melepas Nana buat nikah sama Barra. Tapi mama juga nggak bisa ngapa-ngapain. Mau ditanya kek gimana pasti Barra udah nyiapin jawaban buat ngeyakinin mama sama papa," kata Mama Lily.

"Doain aja Nana akan baik-baik aja, Ma. Lagian kata mama Barra sepertinya orang baik," kata Riana menenangkan Mama Lily. Mama Lily mengangguk.

"Sepertinya sih orangnya baik. Mama cuma masih penasaran alasan dia nikahin kamu," kata Mama Lily.

"Sama, Ma. Udaaah nanti Nana cari tau sendiri. Ntar kalo Nana udah tau pastinya, Nana kabari mama, biar mama nggak khawatir," kata Riana masih mencoba menenangkan mamanya.

Bukan berarti Riana menginginkan pernikahan ini. Tapi, Riana khawatir kalau mama papanya tidak merestui pernikahan ini, akibatnya akan berimbas juga pada orang tua asuhnya itu.

"Mari mari, Nak Barra. Silakan nikmati yang ada. Maaf, kami cuma bisa menyajikan menu-menu seperti ini," suara Papa Danu riuh dan bersemangat. Sepertinya Barra berhasil mengalahkan Papa Danu dalam permainan catur.

Barra duduk di sebelah Riana. Riana lalu berdiri mengambilkan air putih untuk teman makan. Itu merupakan kebiasaan Riana sejak dia tinggal di rumah itu.

"Makasih ya, Na," ucap Mama Lily lembut ketika Riana meletakkan segelas air putih untuk mamanya.

"Makasih, Na," ucap Papa Danu. Riana tersenyum.

"Makasih," ucap Barra, menirukan kedu calon mertuanya. Riana hanya mengangguk.

"Mari, Nak Barra, silakan dicicipi. Jangan sungkan," ajak Papa Danu.

Barra melihat menu yang tersaji di meja makan. Tak ada satupun menu yang Barra tahu. Riana menoleh ke arah Barra yang terdiam. Sepertinya Riana menangkap kebingungan di wajah Barra.

"Kamu mau makan apa?" tanya Riana sambil mengambilkan nasi di piring untuk Barra. Barra menoleh ke arah Riana, kaget. Biasanya Riana sangat cuek padanya. Kini, mendadak jadi perhatian. Apakah ini hanya sekedar akting di depan orang tuanya?

"Hmm? Yang mana? Mau cumi asam manis, atau telur masak kecap? Atau mau sayur cah bayam? Cah bayam masakan mama juara rasanya. Atau mau..."

"Itu aja. Cah bayam sama cumi," jawab Barra memotong kalimat Riana yang belum selesai menjabarkan menu-menu yang tersaji. Riana kemudian mengambilkan menu yang dipilih Barra, lalu meletakkan piring yang sudah penuh dengan nasi, sayur dan lauk di depan Barra.

Papa Danu dan Mama Lily tersenyum melihat sikap manis putrinya. Mereka tahu, putrinya selalu punya radar khusus terhadap orang-orang yang bingung dan membutuhkan bantuan. Seperti Barra yang terlihat bingung untuk memilih apa yang harus dimakannya.

Riana sudah akan memasukkan suapan pertama ke mulutnya ketika dia tiba-tiba ingat sesuatu.

"Sebentar, Pa, Ma," pamit Riana meninggalkan ruang makan lalu berjalan keluar. Papa Danu dan Mama Lily mengerutkan alis bingung. Begitu juga dengan Barra.

'Dia mau kemana?' batin Barra.

Tak berapa lama, Riana masuk sambil menarik lengan seseorang. Rei. Barra semakin terkejut melihat apa yang dilakukan Riana.

"Silakan, Rei," kata Riana sambil menyuruh Rei duduk. Rei masih membatu, menatap Tuannya yang juga menatapnya. Barra kemudian memberi isyarat pada Rei untuk duduk.

"Ini, Rei, Pa, Ma. Sekretarisnya Tu... Eh, Barra," kata Riana memperkenalkan Rei yang sudah duduk di dekat Barra.

"Oh, maaf... Kami sampai kelupaan. Mari, mari, silakan dinikmati," kata Papa Danu pada Rei ramah. Rei cukup terkejut dengan kemunculan calon nonanya di dekat mobil tadi, yang memintanya untuk keluar dari mobil dan lalu menariknya masuk ke rumah.

Selama ini, Rei tidak pernah makan bersama dengan tuan mudanya, dia selalu makan setelah Barra makan. Ini pertama kalinya Rei diperlakukan seperti itu. Rei jadi sedikit canggung. Barra memberi isyarat pada Rei untuk makan saja. Acara makan diselingi obrolan ringan seputar permainan catur dan masa kecil Riana. Barra merasakan kehangatan dalam keluarga kecil itu. Ada sesuatu yang membuat Barra betah berlama-lama di rumah itu.

'Gue nggak pengen pulang,'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!