Jodoh dari Tuhan

"Tapi, gimana saya bilang sama keluarga saya, Tuan?" tanya Riana mencoba mencari alasan untuk keluar dari pernikahan ini.

"Keluarga?" tanya Barra sambil mengerutkan alis.

'Bukankah dia tidak punya keluarga?' batin Barra.

"Iya. Gimana saya bilang ke mama dan papa saya? Setau mereka saya nggak pernah pacaran, dan memang seperti itu. Saya takut mereka berpikir yang tidak-tidak kenapa saya tiba-tiba memutuskan menikah," kata Riana.

Seketika Barra teringat akan orang tua asuh Riana.

"Sabtu nanti saya akan kesana, tentunya sama kamu, untuk menjelaskan ketiba-tibaan ini. Kamu tak perlu banyak bicara, biar saya yang jelaskan pada mereka," kata Barra tegas.

Riana merosot ke kursi penumpang. Ternyata memang tak mudah melawan tuan muda yang satu ini. Kenapa nasibnya harus seburuk ini? Mungkin bagi wanita lain dia beruntung dipinang seorang CEO perusahaan game kenamaan. Tapi, melihat bagaimana sikapnya, Riana sama sekali tidak memasukkan Barra ke dalam tipe suami idamannya.

Riana hanya bisa pasrah menerima takdirnya. Kalau dia menolak, dia tidak hanya kehilangan pekerjaan tapi juga menjadi pengangguran seumur hidupnya. Menyeramkan! Selama ini dia sudah cukup merepotkan orang lain. Dia ingin hidup mandiri dan tidak merepotkan orang.

Mobil Barra melaju perlahan menyusuri jalanan. Riana melihat keluar jendela meratapi kisahnya yang tiba-tiba jadi tak karuan. Menjadi isteri CEO? Bagaimana dengan keluarga Barra? Apakah ayah ibunya akan dengan mudah menerima sembarang calon mantu yang tak jelas asal usulnya? Meski Riana memiliki keluarga, tapi keluarganya bukan keluarga kandungnya. Itulah mengapa Riana tidak pernah mau pacaran karena Riana takut orang tua pacarnya akan mempermasalahkan background keluarganya.

Barra melihat Riana yang termenung menatap keluar jendela. Barra mencoba berpikir kenapa wanita di sebelahnya bersikeras ingin kabur dari pernikahan ini? Ada banyak wanita di luar sana yang ingin menjadi isteri Barra. Tapi, Riana? Nampaknya menikah dengan Barra adalah hal terberat di hidupnya.

Mobil Barra berhenti di dekat kost Riana. Riana masih terlihat melamun dan tak sadar mobil telah sampai di kostnya.

"Masih mau keliling kota?" tanya Barra pada Riana yang sukses menyadarkan Riana dari lamunannya.

"Eh? Maaf, Tuan," kata Riana sambil membuka pintu mobil.

"Jangan lupa. Kamu harus sudah pindah besok," kata Barra mengingatkan. Riana hanya mengangguk lemas.

"Rei akan membantu kamu besok. Segera packing barang-barang kamu, biar besok Rei bisa langsung mengantar kamu pindah," lanjut Barra. Riana menutup pintu mobil dan masuk ke pelataran kostnya.

Barra melihat Riana yang berjalan gontai menuju kamar kostnya. Sebuah senyum terkembang di wajah Barra. Rei yang melihat dari kaca spion, merasa bahwa Barra mulai tertarik dengan Riana.

'Semoga ini akan menjadi awal yang baik bagi Tuan,'

***

"APA?!" Ibeth terkejut mendengarkan cerita Riana. Tak disangkanya teman kostnya mengalami hal seperti di dalam novel-novel online yang sering dia baca.

"Trus trus? Lo nggak nolak gitu?" tanya Ibeth.

"Kalo aku nolak, aku bakal kehilangan pekerjaan, Beth. Nggak cuma itu, aku juga bakal nggak bisa kerja di tempat lain," keluh Riana.

"Emang boleh ya nikah karena dipaksa?" tanya Ibeth. Riana menaikkan bahunya.

"Eh, tapi, Ri, liat sisi positifnya aja. Yang melamar lo kan CEO, kaya pasti. Trus udah bisa dipastiin dia dari keluarga yang baik juga. Jadi hikmahnya, lo nggak usah susah-susah nyari jodoh. Jodoh lo udah didatengin Tuhan. Bener nggak?" kata Ibeth.

Riana merenungi kata-kata Ibeth. Ada benarnya juga. Selama ini Riana tak pernah berani pacaran karena isu keluarga. Riana selalu khawatir tentang penilaian orang tua pasangannya tentang dirinya. Sekarang pun, meski Riana enggan menikah dengan Barra, Riana masih memikirkan bagaimana orang tua Barra akan menilainya.

"Tapi, Beth, biasanya orang kaya punya standar yang tinggi untuk calon mantunya," kata Riana.

"Iya juga sih. Selain status sosial, menurut gue lo udah bagus. Akademik bagus, pekerjaan juga bagus. Cuma..." Ibeth yang tahu kondisi keluarga Riana tidak melanjutkan kalimatnya.

"Tapi, selama mereka nggak tau faktanya, nggak masalah kan, Ri? Lo nggak usah bilang aja kalo lo anak angkat," kata Ibeth.

"Kalaupun aku nggak bilang, aku tau orang kaya punya cara buat cari tau," kata Riana.

Ibeth terdiam. Memang seperti novel-novel yang dibacanya, keluarga si kaya selalu punya cara untuk mendapatkan informasi tentang si miskin. Ibeth hanya bisa menepuk-nepuk punggung Riana untuk menenangkan Riana.

"Jadi, besok lo udah nggak disini?" tanya Ibeth. Riana mengangguk sedih. Ibeth memeluk Riana.

"Kalo lo butuh temen curhat, lo bisa telepon gue, ato dateng kesini," kata Ibeth menenangkan Riana.

"Iya, Beth. Makasih," ucap Riana, merasa haru.

Ibeth membantu Riana mengemas barang-barang. Ibeth masih tidak menyangka hari pertama Riana bekerja bisa menjadi hari yang mengejutkan untuk hidupnya. Ibeth yang tahu bagaimana perjuangan Riana dari masa kuliah merasa iba dengan Riana. Bagaimana bisa seorang wanita menerima kehidupan yang begitu keras sejak masih usia anak-anak?

'Semoga lo dapet yang terbaik, Ri,' batin Ibeth.

Riana masih tenggelam dalam pikirannya. Merenungi nasibnya dan membayangkan apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Nampaknya semua masih sangat abu-abu. Riana tak tahu bagaimana nanti kehidupannya setelah ini. Sebelumnya Riana mengira akan menjadi karyawan baru biasa yang menikmati hari-hari sibuknya dengan banyak tugas dan pekerjaan dari seniornya. Kini, Riana hanya mampu mengingat wajah Barra yang keras dan tegas meminta Riana untuk menikah dengannya.

Nampaknya, seperti kata Ibeth, Riana harus menerima takdir ini dari sisi positif. Meskipun berat. Dilihat dari segala sisi Barra merupakan pria yang sempurna. Mungkin sikapnya yang keras dan dingin lebih kepada Riana yang belum mengenal baik Barra.

Barang-barang Riana sudah terkemas rapih. Ibeth dan Riana menatap tumpukan kardus dan koper yang siap untuk diangkut esok hari. Sudah hampir tiga tahun Riana tinggal di kamar ini. Riana pikir akan selamanya tinggal disana, memiliki kehidupan yang tenang.

"Makasih ya, Beth, udah bantuin packing," ucap Riana pada Ibeth.

"Sama-sama. Gue harap kehidupan lo setelah ini bakal bahagia," kata Ibeth tulus.

"Aamiin... Aku juga pengennya gitu, Beth," kata Riana penuh harap.

Ibeth sudah kembali ke kamarnya. Kini, tinggal Riana seorang diri, merebahkan tubuhnya yang seharian tak istirahat. Riana menatap langit-langit kamar kost yang akan segera ditinggalkannya. Apakah kamar kost barunya akan senyaman ini? Riana merenung. Memikirkan tentang segala yang terjadi seharian ini. Semua terjadi bersamaan. Tak pernah Riana bayangkan nasibnya akan berubah ketika dia pertama kali menginjakkan kakinya di perusahaan tempat dia bekerja.

'Setelah ini, akankah jadi lebih buruk?'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!