NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Izhar membuka matanya ketika adzan dzuhur berkumandang, tidurnya sangat nyenyak tanpa gangguan siapapun, sehingga ia pun dapat bangun dengan sangat mudah.

"Hoooammm... Hmmm... Ahhh..."

'kretek!'

Izhar menguap dan menggeliat, hingga otot-otot tubuh yang tegang melepas kembali.

Izhar menoleh kesana kemari, kamar itu sangat sepi, tak ada siapapun disana selain dirinya.

"Si Random kemana?" gumamnya.

'Si Random' yang di maksud adalah Ina, istrinya.

Karena kelakuan Ina yang sangat random dan bar-bar, Izhar memberikan julukan 'Si Random' padanya.

Izhar turun dari tempat tidurnya, berjalan keluar kamar untuk mencari siapa saja yang jadi penghuni rumah sederhana itu. Tetapi, rumah itu benar-benar sepi, tak ada siapapun yang dilihatnya disana.

"Pada kemana orang di rumah ini?" tanya nya pada diri sendiri.

Izhar kemudian ingat, kalau mertuanya adalah seorang penjual ikan di pasar, dan tadi pagi sudah bersiap-siap untuk pergi, itu artinya Bu Aminah sudah berada di pasar.

"Tapi Ina, kemana dia? Pasti keluyuran sama teman-temannya, dasar cewek random!"

Izhar lupa, kalau istrinya adalah murid SMA yang masih bersekolah, sehingga ia berpikir kalau Ina tak ada karena bermain dengan teman-temannya.

'krucuk krucuk krucuk!'

Perut Izhar berbunyi, perutnya sangat lapar, sejak pagi belum di isi dengan apapun.

"Ahhh... Lapar juga, aku harus makan apa?" gumam Izhar, dengan mengusap-usap perutnya.

Izhar pergi ke dapur, membuka tudung saji di atas meja, tapi Izhar kecewa karena tak ada makanan di dalamnya.

"Huhhh!" Izhar menghembuskan nafas berat.

"Punya istri kok kayak masih bujangan aja, gak ada yang siapin makan atau apalah, masa iya aku harus siapin apa-apa sendiri? Nasib... Nasib... Punya istri bocah ya begini, bukannya layani suami dengan baik, malah pergi entah kemana!" Izhar menggerutu sendiri.

Pernikahan yang diharapkan bisa menjadi sesuatu yang dapat melengkapi hidupnya, justru malah membuatnya seolah tetap jadi jomblo. Ikhlas pun menjadi sangat berat baginya.

Izhar membuka lemari dan kulkas untuk mencari sesuatu yang bisa di masak dan di makan olehnya. Izhar menemukan daging ayam dan sayuran di dalam kulkas, gegas saja dia memasak nasi dan memasak lauknya.

Karena Izhar sering membantu Ibunya memasak, maka tak sulit bagi Izhar untuk memasak sendiri, ia bisa melakukannya tanpa seorang istri.

Aroma harum masakan tercium, begitu menggoda dan membuat perut siapa saja yang menciumnya menjadi lapar.

Pintu rumah terbuka, Ina baru pulang dari sekolahnya.

Saat mencium aroma masakan dari dapur, Ina pun pergi ke dapur dan menemukan suaminya tengah memasak.

Ini cukup kagum melihat suaminya yang tak disangka bisa memasak juga, padahal dia sebagai perempuan pun tak bisa masak.

Ina menghampiri Izhar yang berdiri di depan kompor, tangannya memegang spatula yang tengah mengaduk masakannya di wajan.

"Om lagi masak apa?" tanya Ina.

"Astaghfirullah... Kamu bikin kaget aja!" omel Izhar.

Pertanyaan Ina yang tiba-tiba itu, jelas saja membuat Izhar terkejut, pria itu sampai mengusap dadanya saking kaget.

"Heheheh, habisnya Om fokus banget masaknya!" Ina cengengesan.

"Fokus lah, karena perut saya lapar! Saya pengen makan tapi gak ada yang menyediakan, jadinya saya masak sendiri, punya istri pun gak ada perhatiannya sama sekali, malah keluyuran!" jawab Izhar ketus.

"Yeee... Siapa yang keluyuran? Aku dari sekolah, memangnya gak lihat aku pakai seragam sekolah sama bawa tas, huh?" Ina menunjukkan dengan jelas baju seragam yang dipakaiannya dan tas ransel yang di gendongnya.

Sejenak, Izhar tak berkata, sedikit malu karena menuduh istrinya keluyuran, padahal jelas-jelas Ina memakai seragam sekolah. Izhar tak menyadari itu karena terlalu kesal.

"Dasar manusia kulkas, huh!" Ina mengejek, lalu pergi dari dapur dengan menghentak-hentakkan kakinya kasar, sebal pada Izhar.

Izhar tak mau ambil pusing, dia melanjutkan memasak, tanpa peduli dengan Ina yang ngambek.

Selesai masakannya matang, Izhar menyajikannya di atas meja bersama dengan nasi yang mengepul panas.

Izhar duduk dan bersiap untuk makan, tapi tiba-tiba Izhar teringat Ina yang baru pulang sekolah, tentu saja Ina belum makan. Alangkah jahatnya jika Izhar makan sendiri tanpa mengajak istrinya.

Walaupun masih kesal pada Ina, namun Izhar akhirnya pergi ke kamar untuk mengajak Ina makan bersama.

Izhar membuka pintu kamar, disana Ina sedang mengerjakan tugas sekolahnya di meja belajar.

"Kamu belum makan 'kan? Ayo makan sama saya!" ajak Izhar.

"Om makan duluan aja, aku masih ngerjain tugas, nanggung," jawab Ina tanpa menoleh.

Dari nada bicaranya, Ina tampak biasa saja, seperti tak

ngambek lagi padanya, padahal tadi Ina ngambek dan berjalan pun kasar.

"Kalau nanti, makannya akan dingin, gak akan enak, lebih baik makan sekarang aja," Izhar menimpali.

Ina tak menjawab, dia masih fokus pada buku dan pensilnya.

"Saya nggak mau, kalau nanti Mama kamu ngomelin saya karena kamu belum makan, sebaiknya kamu makan dulu, lalu kerjakan tugasnya setelah makan." Izhar sedikit memaksa.

Ina meletakkan pensilnya dan berdiri dari duduk.

Ina datang pada Izhar dengan raut wajah yang cemberut.

"Masih ngambek?" tanya Izhar.

Ina tak menjawab, dia memang masih kesal pada Izhar yang menuduhnya.

"Ya sudah, saya minta maaf menuduh kamu seperti itu, habisnya kamu gak pamitan dulu, jadinya ya jangan salahkan saya kalau saya berpikir seperti itu," Izhar meminta maaf, tapi tetap tak mau di salahkan.

"Gimana mau pamitan, Om aja tidur kok!" jawab Ina ketus.

"Kan bisa bangunin saya."

"Bangunin macan tidur? Idih ogah! Nanti malah kena omelan, terus dibilang gak sopan!"

Ina mendelik.

Izhar menghembuskan nafas.

"Sudahlah, ayo cepat kita makan, perut saya lapar, saya harus keluar buat anterin gaun pengantin!" Izhar menarik tangan Ina, malas berdebat lagi.

Ina dan Izhar makan bersama, untuk pertama kalinya Ina dapat mencicipi masakan dari suaminya sendiri.

"Om jago masak deh, memangnya udah biasa ya masak sendiri di rumah?" tanya Ina.

"Nggak juga, saya memang sering bantuin Ibu masak, jadi sedikit banyak bisa meniru," jawab Izhar.

"Keren... Udah ganteng, seorang Dokter, jago masak pula!" Ina memuji.

Izhar tersipu dalam hati.

"Tapi sayang, kayak kulkas dua pintu!" tambah Ina.

Seketika, Izhar langsung menatap Ina tajam.

Harusnya pujian tak usah ditampah dengan ledekan, begitu pikirnya.

Tapi Ina, sama sekali tak peduli dengan tatapan tajam suaminya itu, dia asyik makan dengan lahap.

"Random." Ucap Izhar.

Ina menatapnya.

"Apanya yang random?" tanya Ina.

"Ngaca dan cari tahu sendiri!" jawab Izhar ketus, kemudian melanjutkan makannya.

Ina mengerucutkan bibirnya, Izhar sangat menyebalkan baginya.

Keduanya pun makan tanpa bersuara lagi, fokus pada makanan masing-masing.

Setelah makan, Izhar bersiap-siap untuk pergi, Ina masuk ke kamarnya disaat Izhar tengah menyisir rambut.

"Om mau kemana?" tanya nya.

"Mau anterin gaun yang kamu pakai, saya sudah janji mau mengantarkannya," jawab Izhar.

"Aku boleh ikut gak?"

Izhar menoleh pada Ina, gadis itu berdiri di ambang pintu sambil menatapnya.

"Cepetan dandan deh kalau mau ikut!" jawab Izhar.

"Horeee!" Ina bersorak gembira.

Dia kemudian mengambil baju ganti dan pergi ke kamar mandi untuk ganti pakaian. Izhar pergi keluar dan menunggu Ina disana.

Sambil menunggu Ina, Izhar memainkan ponselnya.

Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk untuknya.

'Dokter Iz, selamat atas penikahannya ya, maaf karena saya gak bisa datang, saya ada urusan diluar kota yang gak bisa saya tinggalkan.' isi pesan yang ternyata dikirim oleh Dokter Zaki, teman seperjuangannya yang memang tak hadir dalam acara pernikahannya.

Izhar lalu membalas, 'Iya, gak apa-apa kok, terima kasih untuk do'anya, semoga Dokter Zaki juga segera mendapatkan jodohnya.'

Izhar lalu memasukkan ponselnya kembali ke saku celana, tanpa menyadari bahwa orang yang baru saja bertukar pesan dengannya adalah dalang dibalik kehancuran hubungannya dengan Ratih.

Izhar tidak begitu dekat dengan Dokter Zaki, hanya saja mereka cukup sering bertegur sapa dan mengobrol ketika waktu senggang di rumah sakit. Izhar juga tak pernah menyadari kalau Zaki itu sering memperhatikan dia dan Ratih saat bertemu, bahkan dia sendiri yang mendekati Ratih dan membuat Ratih nyaman bersamanya. Hingga akhirnya Ratih memilih Zaki dan meninggalkan Izhar setelah berhasil memoroti pria yang sangat tulus mencintainya itu.

Ina keluar setelah siap, dia mengenakan celana jeans dan baju crop top yang menunjukkan area perutnya.

Izhar mengerutkan kening melihat penampilan istrinya yang terkesan seksi itu, dia merasa risih.

"Kamu keluar pakai baju seperti ini?" tanya Izhar.

Ina mengangguk, "Iyalah, memangnya harus pakai gaun?"

"Baju kamu terlalu terbuka, saya gak mau bawa kamu kalau penampilan kamu kayak gini!" Izhar berkata dengan tegas.

Sejak dulu, Izhar tak suka dengan perempuan yang berpenampilan seperti itu, yang baginya sama dengan telanjang.

"Om ini katrok deh, ini tuh style jaman sekarang, cewek-cewek jaman sekarang itu style nya memang kayak gini, biar keliatan keren!" Ina membanggakan penampilannya.

"Ganti!" titah Izhar tegas.

"Om ini kolot banget ya! Aku 'kan udah biasa pakai baju kayak gini, kenapa harus protes!" Ini memprotes suaminya.

"Itu beda cerita antara kamu yang masih lajang dan sudah menikah. Kalau kamu belum menikah, tentunya kamu boleh memakai pakaian yang kamu sukai, telanjang sekalipun saya gak peduli. Tapi karena kamu sudah menikah dengan saya, maka kamu harus ikuti aturan saya, dan saya nggak suka kalau kamu pakai baju kurang bahan begini!"

"Sok ngatur, huh!" Ina masuk kembali ke dalam rumah untuk berganti pakaian, walaupun sangat kesal pada Izhar yang terlalu mengaturnya.

"Enak saja mau berpenampilan seperti itu setelah menikah denganku, memangnya kalau dia berpenampilan seksi seperti itu, dosanya gak akan ngalir ke aku?" gumam Izhar kesal sendiri.

Izhar sangat ketat dalam urusan agamanya, sehingga

tak mau kalau istrinya itu berpenampilan tapi telanjang.

Ina keluar tak lama kemudian, dia ganti pakaian

dengan celana jeans panjang dan kaos panjang. Wajahnya tak dapat menyembunyikan kekesalan, bibirnya cemberut.

"Gimana kalau kayak gini? Masih harus ganti? Kalau harus ganti lagi aku mau pakai sprei aja biar ketutup!" celetuk Ina jutek.

"Udah cukup, yang penting gak terlalu terbuka aja," jawab Izhar, merasa cukup dengan penampilan Ina saat ini.

Ina dan Izhar masuk ke dalam mobil, lalu pergi.

Sepanjang jalan keduanya tak mengobrol, saling diam dan mendiamkan.

***

Sore hari, setelah pulang dari gallery penata rias, Ina dan Izhar yang baru saja turun dari mobil, melihat sebuah mobil pick up datang memasuki halaman rumah Ina.

Rupanya, itu adalah mobil pick up pengangkut barang seserahan yang kemarin dibawa oleh keluarga Izhar di hari pernikahan dan baru dikirim hari ini.

Dua orang yang dibawa oleh mobil pick up, menurunkan parcel-parcel itu dan memasukkannya ke kamar Ina, hingga membuat kamar Ina yang sempit itu penuh dengan parcel.

Setelahnya, mereka pergi.

Ina dan Izhar masuk ke kamar, melihat parcel-parcel itu membuat mata Ina berbinar.

"Wow! Om siapkan semua ini buat Tante Ratih? Pasti habis dana besar ya?" Ina bertanya pada Izhar.

"Jangan tanya, udah gak penting lagi." Jawab Izhar datar.

Pria itu langsung naik ke tempat tidur dan berbaring, tanpa mau melihat lagi parcel yang pernah dibuat oleh keluarganya dengan hati gembira.

Izhar teralu sakit hati, bahkan enggan walaupun hanya untuk melihat benda-benda itu.

Ina menatap punggung suaminya yang membelakangi, dia tahu Izhar bersedih kembali mengingat tantenya.

Ina mendekati ranjang dan naik ke atasnya, " Apa perlu kita jual aja lagi barang-barangnya?" tanya Ina.

Izhar membalikkan badan hingga terlentang dan menatap Ina.

"Kenapa? Kamu gak suka dengan barang-barang itu?" Izhar balik bertanya.

"Bukannya gak suka, tapi kita 'kan akan hidup bersama, kalau aku pakai barang-barang itu, Om pasti akan terus ingat Tante Ratih, terus Om akan sedih."

Izhar terduduk menghadap Ina.

Ia tak menyangka Ina akan memikirkan perasaannya, padahal barang-barang yang dibeli untuk Ratih itu bukanlah barang yang murah, tentu saja sebagian banyak wanita akan menginginkannya.

"Saya gak masalah, kalau kamu mau pakai ya pakai saja, toh itu sudah jadi milik kamu," Izhar berbohong.

"Gak perlu bohong kayak gitu deh, aku tahu kok Om gak suka lagi melihat barang-barang itu. Lagian gak akan muat buat aku, badannya Tante Ratih lebih gede dari aku dan ukuran sepatunya juga 41 sedangkan aku 39," Ina menjelaskan perbedaan antara dirinya dengan Ratih, yang takkan mungkin cocok memakai barang-barang dari Izhar itu, yang telah dibelikan sesuai ukuran Ratih.

"Dan lagi, aku gak bisa pakai makeup, skincare nya juga bukan yang biasa aku pakai, palingan yang bisa aku ambil cuma sebagian aja." Lanjut Ina.

Izhar lupa, semua yang ada di dalam parcel itu sesuai dengan ukuran Ratih, bukan ukuran Ina, pastinya tidak cocok jika dipakai Ina.

"Terus, harus gimana? Kan sayang kalau gak dipakai," tanya Izhar.

Ina tak menjawab, dia memikirkan sesuatu agar barang-barang itu dapat bermanfaat tanpa harus dipakai.

"Gimana kalau aku jual lagi aja barang-barangnya?

Dengan begitu, uangnya bisa kembali ke tangan Om, jadi Om gak akan lihat barangnya lagi!" Ina berpikir untuk melelangnya saja.

"Dijual?"

"Iya, aku bakal jual secara online, aku akan tawarin ke banyak kenalan aku, siapa tahu mereka mau!"

Izhar tak menunjukkan reaksi yang berarti, dia sendiri tak yakin dengan ide Ina itu. Izhar berbaring kembali dan berkata, "Terserah kamu saja, saya gak peduli."

Setelah itu, Izhar tak berkata apapun lagi, dia tidur di sore hari.

Ina yang merasa suaminya telah memberikan izin, mulai membongkar parcelnya dan memotret satu per satu barangnya untuk di jual secara online. Ina memajang barang-barang bawaan keluarga Izhar itu di berbagai grup dan sosial media, agar lebih muda terjual.

Ina tak melewatkan satu barang pun, dia menawarkan semuanya, kecuali mas kawin yang memang murni miliknya.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!