NovelToon NovelToon
Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta
Popularitas:237
Nilai: 5
Nama Author: Caeli20

Cintanya itu harusnya menyatukan bukan memisahkan, kan? Cinta itu harusnya memberi bahagia bukan duka seumur hidup, kan? Tapi yang terjadi pada kisah Dhyaswara Setta dan Reynald de Bruyne berbeda dengan makna cinta tersebut. Dua orang yang jatuh cinta sepenuh jiwa dan telah bersumpah di atas darah harus saling membunuh di bawah tuntutan. Siapakah yang menang? Tuntutan itu atau cinta mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep.10 : Perasaan Cakra

Dhyas duduk seorang diri di atas batu besar, membiarkan kedua kakinya terendam sampai ke mata kaki. Arus kecil menyentuh kulitnya seolah menenangkan, namun hati gadis itu tetap bergejolak.

Dari kejauhan, langkah Raras terdengar pelan namun pasti. Gadis itu menyingkap beberapa ranting yang menghalangi jalannya sebelum akhirnya berdiri di belakang Dhyas.

“Dhyas… sendirian saja di sini?," nada suaranya lembut, serupa angin yang baru turun dari bukit.

Dhyas menoleh sedikit, memaksakan seulas senyum,

“Raras… iya. Duduklah,"

Raras menurunkan tubuhnya perlahan, kain jarik yang dipakainya bergerak mengikuti angin,

“Tampaknya ada sesuatu yang kamu simpan,"

Raras menatap Dhyas dengan mata penuh tanda tanya.

Dhyas menghela napas panjang, seperti baru saja menjatuhkan beban dari dadanya.

“Guru hendak menurunkan ilmu tingkat lima kepadaku,” ujarnya perlahan, seakan takut suaranya menggetarkan permukaan sungai.

Raras sontak menoleh,

“Purnama Nira Wening?”

Dhyas mengangguk tipis,

“Guru bilang waktuku sudah tiba. Hanyanaku yang menguasai ilmu sampai tingkat keempat,"

Raras menelan ludah, mencoba memahami kalimat itu,

“Lalu apa yang membuatmu gelisah?,"

Dhyas meraba ujung jariknya.

Suaranya turun satu nada,

“Ilmu itu… punya tuntutan yang tidak sembarang orang bisa terima,"

Raras memperbaiki duduknya, mencondongkan tubuh,

“Apa syaratnya?,"

Hening.

Hanya desir air yang terdengar memecah sunyi.

Kemudian Dhyas berkata pelan, hampir seperti bisikan yang tak boleh diketahui angin,

“Aku tidak boleh mengandung. Ilmu itu menuntut jiwa yang manunggal tidak terbelah, tidak boleh bercampur,"

Kata selama-lamanya itu terasa pahit, seolah mengiris ruang di antara mereka.

Raras terperanjat,

“Dhyas… itu berarti kau harus meninggalkan segala kemungkinan tentang keluarga, tentang seorang pendamping…”

“Iya," Dhyas mengangguk pelan.

Jawaban itu jatuh seperti batu ke dalam sungai, tenggelam tanpa jejak.

Raras diam sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya:

“Lalu… bagaimana dengan Cakra?,"

Nama itu membuat napas Dhyas tersendat sepersekian detik,

“Hubunganku dengan Cakra itu… seperti aliran sungai, Rar. Mengalir begitu saja. Tidak pernah ada pernyataan cinta. Tidak pula ada janji apa pun. Tapi hati kami begitu kuat. Aku tidak bisa membiarkan apapun mencelakainya. Begitu pun dia. Tapi...,"

Raras mengerutkan kening,

“Aku tahu kalian saling menyayangi.”

“Entahlah. Cinta kami banyak halangan nya sepertinya,” ujar Dhyas lirih.

“Kadang aku merasa Cakra sayang padaku. Tapi ia tak pernah menyampaikan apa-apa. Tidak ada kata-kata yang bisa kupegang. Sedang aku… harus segera memutuskan nasibku sendiri. Belum lagi jarak sosial kami cukup jauh. Dia anak saudagar kaya raya, seorang priyayi. Sedangkan aku hanya pribumi, jelata,"

Raras menatap air, seakan mencari jawaban di antara riak yang tercebur.

Dhyas melanjutkan dengan suara yang sedikit bergetar,

“Satu-satunya hal yang bisa mencegahku menerima ilmu itu hanyalah… Cakra. Aku hanya ingin tahu sampai di mana perasaanya padaku. Maka aku akan berani menolak ilmu kelima itu,"

Raras menatap sahabatnya lekat-lekat,

“Dan apakah kau yakin dia siap menjadi alasan sebesar itu?”

Dhyas tersenyum getir,

“Aku bisa merasakan dia juga tidak mau aku menerima ilmu itu. Tapi tidak ada keberanian yang utuh keluar dari mulutnya,"

Raras mengangguk perlahan, wajahnya murung,

“Kadang, orang yang kita tunggu justru belum sanggup mengucapkan hal yang sederhana. Padahal satu padepokan tahu bagaimana kalian berdua saling melindungi,"

Mereka berdua tidak di balik rumpun bambu, tak jauh dari sana, seseorang berdiri diam.

Nafasnya tertahan.

**

“Surat untuk Cakra de Bruijn” ujar kurir dengan sopan.

Bi Mirna yang sedang menyapu halaman mengangguk cepat, melepas sapunya dan menerima surat itu dengan kedua tangan. Cap merah melingkar di atas amplop. Bi Mirna mengenal cap itu. Cap Belanda.

“Terima kasih, Tuan,” katanya sebelum kurir itu pergi.

Ia masuk ke dalam rumah, memanggil pelan,

“Bu...ada surat untuk aden dari Tuan Charles,"

Sri Lestari yang tengah memakaikan masker ke wajahnya langsung mendongak. Ia mengusap telapak tangannya pada kain jariknya sebelum menerima amplop itu.

"Ini pasti penting. Biar aku buka dulu," Sri Lestari membuka segel lilin.

Ia membaca huruf demi huruf, hingga wajahnya yang semula biasa perlahan tegang.

Charles menulis dengan gaya berwibawa, penuh perintah sopan yang dibungkus dengan bahasa manis orang Eropa.

Dia menulis di sana bahwa ia menginginkan

Cakra untuk dikirim ke Belanda segera.

Bahwa Charles telah menyiapkan kursi pendidikan untuk putranya di Koninklijke Militaire Academie, Breda, akademi bergengsi bagi putra-putra priyayi dan calon perwira kerajaan.

Bahwa pendidikan ini akan membuka masa depan Cakra.

Bahwa semuanya telah diurus dan Cakra tinggal diberangkatkan.

Sri Lestari menurunkan surat itu perlahan.

Bi Mirna memperhatikan dari sudut ruangan, raut wajahnya ingin bertanya tetapi segan.

“Dia ingin membawa Cakra kembali…," gumamnya lirih.

Bi Mirna mendekat sedikit.

“Bu, apakah ada kabar baik?,"

Sri tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya,

“Kabar baik… tapi juga bisa menjadi awal kehilangan,"

Ia menatap surat itu lagi,

“Kalau Cakra ke Belanda… Charles bisa saja menahannya di sana. Ia bisa memakai alasan ‘pendidikan’ untuk menjauhkan anak itu dari aku,"

Bi Mirna menunduk.

Ia tahu kekhawatiran itu bukan tanpa dasar.

Selama ini, uang dari Charles de Bruijn mengalir seperti air yang tak pernah kering. Bukan karena cinta, bukan pula belas kasihan.

Melainkan karena Cakra ada di sisi Sri Lestari.

Kehadiran sang anak adalah ikatan terakhir yang memaksa Charles untuk tetap mengirimkan nafkah besar itu.

Jika Cakra pergi…

dan Charles menahannya di Belanda…

maka putuslah tali itu.

Bukan hanya kehilangan anak.

Tapi juga kehilangan sumber kehidupan yang menjaga rumah itu tetap berdiri.

Sri meremas surat itu perlahan,

“Aku takut, bi… kalau ini semua bukan demi masa depan Cakra. Aku takut ini hanya cara Charles untuk memutuskan kami pelan-pelan,"

Bi Mirna menggigit bibir, tak sanggup menyahut. Yang bi Mirna takutkan bukan tidak adanya lagi nafkah dari Charles de Bruijn. Tapi dia lebih mengkhawatirkan perpisahannya dengan Cakra seandainya Cakra harus berangkat ke Belanda.

Di hati bi Mirna, Cakra sudah seperti anaknya sendiri. Sejak bayi bi Mirna mengurusnya. Setelah 19 tahun dia harus berpisah dengan Cakra. Sungguh kehilangan yang tak terkatakan. Sementara di sudut lain, Sri lestari sibuk memikirkan dia akan kehilangan sumber uangnya seandainya Cakra berangkat ke Belanda.

Dua orang yang memikirkan masalah yang sama tapi dengan motivasi yang berbeda. Sungguh paradoks yang ironis

**

Dhyas sedang berjalan menyusuri jalanan kecil kembali menuju padepokan. Raras sudah duluan kembali. Sedangkan Dhyas, memilih duduk lebih lama di tepi sungai itu.

Menghirup dalam-dalam angin yang berhembus. Pikiran dan hatinya sedang penuh. Dia hanya ingin sedikit kelegaan.

Dhyas berjalan pelan sembari jemarinya sengaja menyentuh tumbuhan liar yang tumbuh di sepanjang jalan.

Langkahnya terhenti ketika ada tangan yang menahan lengannya. Dhyas refleks melakukan gerakan memiting bltapi terhenti begitu membalikan badannya dan melihat siapa yang ada di belakang nya,

"Cakra?,"

"Maaf mengejutkanmu," Cakra perlahan melepas tangan Dhyas.

"Kenapa kamu muncul dari belakang? Kamu...," Dhyas mengedarkan pandangannya ke belakang Cakra.

"Aku sudah dari tadi di sini. Niatnya ingin memberimu kejutan tapi Raras keburu datang,"

Dhyas tertegun sejenak,

"Jadi.. Kamu mendengar pembicaraanku dengan Raras?,"

Cakra mengangguk sembari tersenyum.

Pipi Dhyas tiba-tiba memerah. Dia menjadi malu karena pembicaraan nya dengan Raras banyak menyinggung tentang Cakra.

Cakra mengambil kedua tangan Dhyas,

"Terima kasih mau selalu ada untukku. Terima kasih selalu menjadi malaikat pelindung bagiku...sejak dulu. Ya. Kamu melakukannya bukan nanti sekarang,"

Cakra membuang wajahnya sejenak, sekadar mencari udara karena dadanya sudah mulai sesak,

"Aku anak yang tidak diinginkan. Aku diusahakan ada di dunia agar ibuku bisa terus mengikat ayahku sehingga hidupnya tetap bisa nyaman. Aku hanya diperalat,"

Cakra mendengus dan melanjutkan,

"Lalu kamu datang. Tanpa basa-basi, tanpa syarat apapun, kamu selalu hadir untuk melindungi ku. Bahkan kamu rela ikut dihukum bersamaku, padahal kamu tidak dihukum. Kehadiranmu membuat dunia ku yang seolah kacau menjadi baik-baik saja. Aku bisa belajar ilmu Kanuragan karena mu. Aku menjadi percaya diri juga karena mu,"

Dhyas mendongak, menatap Cakra dengan serius.

"Aku akui aku belum mengungkapkan perasaanku secara langsung tapi aku tahu kamu sudah merasakannya. Aku hanya tidak ingin kebablasan. Aku ingin menjaga kehormatan mu. Aku tidak ingin menyentuh mu sebelum aku mengucapkan ijab qobul. Dan....aku juga malu karena usiaku belum genap 20 tahun. Tapi aku sadar, semakin lama aku pendam mungkin aku akan kehilanganmu,"

Cakra mengatur napasnya lagi,

"Dhyas, aku mencintaimu. Bukan hanya mencintai. Tapi teramat sangat mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Jangan pernah terpikir untuk meninggalkan ku... Dan jangan berpikir untuk menerima ilmu Purnama Nira Wening itu. Aku ingin bahagia denganmu bersama anak-anak kita nanti,"

Ucapan yang membuat Dhyas terperangah.

1
Wiwi Mulkay
kpn di up lagi
Wiwi Mulkay
Caeli ini kapan di up lagi
Caeli: on my way dear kak wiwi😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!