Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Kabar Gembira
"Heh! Mau kemana, Ay?" Tanya Dimas yang melihat kekasihnya berjalan sendirian.
Dimas sendiri sudah berada di atas motornya hendak menemui Klien untuk membahas visualisasi design Water Park yang akan di bangun di kecamatan.
"Jalan - jalan, kenapa?" Tanya Laras.
"Sendiri?"
"Iyaa lah..."
"Di gondol bajing mengko! (Di culik tupai nanti!)" Kata Dimas.
"Bajing mana yang kuat ngangkat aku?"
"Bajingan!" Sahut Dimas yang membuat Laras terkekeh.
"Ikut aku aja." Ajak Dimas.
"Gak mau, nanti ganggu Mas kerja." Jawab Laras yang sudah tau kegiatan Dimas hari ini.
"Cepet ganti." Titah Dimas yang tak menghiraukan jawaban Laras.
"Dibilang gak mau kok, maksa." Omel Laras.
"Mau ganti, opo tak gondol ngono wae? (Apa tak culik gitu aja?)." Kata Dimas.
"Mas Dimas berarti bajingannya." Gelak Laras yang ikut membuat Dimas tergelak.
"Cepet, Ay." Paksa Dimas yang turun dari motor sportnya.
"Iya - iya. Terlambat gak nanti kamu, Mas?"
"Makanya cepet, Astaghfirullah." Omel Dimas yang bertolak pinggang.
Laras sendiri segera masuk ke rumah sambil tertawa melihat Dimas yang mulai naik darah.
"Genep setaun, stroke paling aku iki. Untung kok aku tresno. (Pas satu tahun, strok mungkin aku ini. Untung kok aku cinta.)" Dimas bermonolog.
Tak lama, Laras sudah keluar dengan keadaan rapi. Tak lupa, ia mengunci rumahnya karena Uti sudah berangkat ke pabrik sedari tadi.
"Mau pamit Uti di pabrik dulu gak?" Tawar Dimas.
"Telfon aja nanti."
"Yaudah nanti aku yang telfon Uti." Jawab Dimas sembari memakaikan helm pada Laras.
"Hooh, nduk. Kintilono wae bocah kuwi, ben ra nyelomoti lambe wae. (Iya, nduk. Ikutin aja anak itu, biar gak menyulut mulut saja.)" Ujar Bu Asih.
"Mas Dimas masih ngerokok, bude?" Tanya Laras sambil menghampiri ibunya Dimas dan menyalaminya.
Tentu saja ia kembali melepas helm yang tadi sudah di pasangkan Dimas.
"Yo ijek, meneng - meneng. (Ya masih, diam - diam.)" Jawab Bu Asih.
"Ibuk iki kok wadulan! (Ibu ini kok tukang ngadu!)" Gerutu Dimas yang di jawab cebikan oleh Bu Asih.
"Woo memang Mas Dimas ini, ndablek! (Bandel!)" Kata Laras sambil memelototi pria yang berdiri tak jauh darinya.
Bu Asih sendiri hanya bisa tertawa geli melihat putranya mati kutu. Akhirnya ada juga yang bisa membantunya mengomeli Dimas.
"Nanti siang ikut Masnya sekalian ya, nduk." Kata Bu Asih.
"Kemana Bude?" Tanya Laras.
"Tempat Budenya, ada syukuran aqiqah sepupu Mas Dimas yang baru lahiran." Kata Bu Asih.
"Dia itu susah banget di ajak kumpul keluarga. Kalo sama kamu, barangkali dia mau." Bisik Bu Asih kemudian.
Laras sendiri hanya cengar - cengir. Merasa sungkan jika harus ikut berkumpul dengan keluarga Dimas, sementara ia hanya orang asing. Tapi lebih sungkan jika harus menolak permintaan Bu Asih.
"In syaa Allah, Bude. Nanti Laras bantu bujuk Mas Dimas." Jawab Laras pada akhirnya.
"Buk! Ra sah neko - neko to, lah! (Buk! Gak usah aneh - aneh to, lah!). Gak usah di dengerin, Ay." Protes Dimas.
"Laras gelem, kok. (Laras mau, kok.)" Sahut Bu Asih.
"Yowes kono, gek do budal! (Yaudah sana, cepet berangkat!)" Kata Bu Asih kemudian.
"Pergi dulu ya, Bude." Pamit Laras.
"Panggilnya ibuk aja, jangan bude." Goda Bu Asih.
"Eh, i - iya, Buk." Jawab Laras yang patuh.
Sementara Bu Asih dan Dimas senyum - senyum melihat wajah Laras yang merah. Dimas sendiri sudah mengatakan bagai mana hubungannya dengan Laras pada orang tuanya.
Namun, Dimas berpesan agar tak menceritakan dulu hubungan mereka pada Uti dan orang lain. Bersyukurnya, kedua orang tua Dimas merestui dan menyetujui permintaan putra mereka.
Pak Sugeng dan Bu Asih yang memang sudah mengenal bagaimana Laras dan juga latar belakang keluarga Laras pun tampak senang dengan hubungan keduanya.
Mereka berdua pun berpesan agar Dimas tak macam - macam dan benar - benar menjaga Laras, walaupun mereka tau kalau Dimas itu anak yang baik dan tak pernah macam - macam dengan wanita.
Laras segera naik ke atas motor, tentu saja dengan bantuan tangan Dimas. Keduanya segera berangkat menuju ke cafe, tempat yang sudah di janjikan.
"Ay..."
"Iya?"
"Pegangan." Pinta Dimas.
"Dih tumben, biasanya juga gak nyuruh pegangan." Jawab Laras yang kemudian memegang jaket Dimas.
"Yang mesra sih, Ay." Goda Dimas.
"Gini?" Laras meledek dengan melingkarkan tangannya di pinggang Dimas. Hanya sebentar, ia lalu melepaskannya lagi.
Walau hanya sebentar, tetap saja hal itu berhasil membuat Dimas jadi salting.
"Kok di lepas?" Tanya Dimas.
"Malu ih, diliatin orang - orang." Jawab Laras yang membuat Dimas tersenyum.
"Besok lagi bawa mobil aja ya."
"Kenapa? Enak naik motor tau." Sahut Laras.
"Biar kalo mau mesra - mesraan gak diliat orang." Kata Dimas.
Buugghhhh....
Laras memukul helm Dimas.
"Kejam banget kamu, Ay." Protes Dimas.
"Biar rontok itu pikiran Mas yang enggak - enggak." Kekeh Laras.
Begitu sampai di Cafe, Dimas dan Laras langsung duduk di tempat yang sudah di pesan Dimas sebelumnya.
Dimas pun memesan minuman dan beberapa camilan sembari menunggu Kliennya yang masih dalam perjalanan.
"Ay, pengumuman." Kata Dimas yang melihat jam di tangannya.
"Iya?" Tanya Laras yang langsung mengambil ponselnya di dalam tas.
Dengan raut wajah tegang, gadis itu membuka web yang memuat pengumuman hasil tes di beberapa kantor dan bank yang ia ikuti. Dimas yang ikut melihat pun tampak tegang.
"Mas aja yang buka." Kata Laras sambil menyerahkan ponselnya pada Dimas.
"Kamu ini.." Dimas terkekeh melihat betapa tegang kekasihnya itu sampai tak berani melihat pengumuman.
"Ada, Mas?" Tanya Laras pada Dimas yang sedang mencari nama Laras.
"Mas, ada gak?" Tanya Laras yang semakin penasaran.
Dimas menatap Laras dengan raut wajah yang datar. Pria itu pun menggelengkan kepalanya perlahan.
"Serius?" Laras nampak kecewa.
"Cuma ada disini, namamu gak ada di tempat lain." Ujar Dimas yang tak bisa lagi menahan tawa melihat ekspresi wajah Laras.
"Huaaaa. Hiks.. Hiks. Mas Dimas jahat banget." Kata Laras yang menerima ponselnya kembali.
Ia melihat namanya terdaftar di sebuah BUMN yang bergerak di bidang jaminan sosial.
Tangis haru Laras pun pecah saat melihat namanya benar - benar ada di sana. Dimas langsung memeluk Laras, ketika melihat kekasihnya itu menangis.
"Maa syaa Allah, selamat ya, Sayang. Aku bangga sama kamu. Cup cup cup, jangan nangis lagi, entar di kira KDRT." Kata Dimas sambil mengusap kepala belakang Laras.
"Makasih ya, Mas. Udah nemenin aku dan prosesku sampai aku keterima kerja. Makasih banyak, udah bantu aku." Ujar Laras yang memeluk Dimas dengan erat.
Selama ini, Dimas sangat banyak membantunya. Bahkan di sela - sela kesibukannya, pria itu juga rela mengantar dan menjemput Laras saat berkali - kali menjalankan tes di tempat yang berbeda.
"Iya, sayang. Telfon Ayah sama Mbun dulu sana, kasih kabar." Titah Dimas sembari mengusap air mata Laras.
Laras pun mengangguk. Ia mengelap wajahnya dengan tisu, kemudian beranjak meninggalkan Dimas sebentar untuk menelfon orang tuanya.
Saat Laras kembali, ternyata Dimas sudah bersama dengan kliennya. Pria itu tampak serius berdiskusi dengan pasangan muda yang ada di depannya.
Laras yang bingung, masih tetap berdiri di tempatnya. Ia merasa tak enak jika tiba - tiba datang dan mengganggu tiga orang yang nampak serius itu.
"Ay, ngapain?" Suara Dimas membuatnya langsung melihat ke arah pria itu.
Laras berjalan mendekat saat Dimas memintanya ke sana dengan gerakan tangan. Ia tersenyum ramah saat pasangan muda yang merupakan klien Dimas itu tersenyum padanya.
"Ini Laras, calon istri saya." Dimas memperkenalkan Laras pada Klien yang terlihat sangat akrab dengan Dimas.
"Widihh, akhirnya otw juga!" Gelak klien pria yang ternyata teman tongkrongan Dimas waktu ia kuliah dulu.
"Doain aja cepet nyusul." Jawab Dimas yang tersenyum sambil melihat ke arah Laras.
update trus y kk..
sk bngt ma critany