Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyambutan
“Sudah lima tahun, tapi tidak ada hasil sama sekali. Aku bahkan tidak tau penyakit ini menular atau tidak.”
Bima dan Ardhan memang sering bertemu dengan Raksa. Hanya saja, selama itu mereka tidak pernah bersentuhan fisik ataupun menggunakan benda yang sama.
“Semoga kali ini dokter itu bisa benar-benar membantuku. Jika tidak, mungkin aku harus merelakan Anin pergi untuk mencari kebahagiaannya sendiri.”
Raksa kembali menyantap makanan nya, lalu pergi ke perusahaannya. Saat ini ia tau disalah satu rumah sakit miliknya memang sedang melakukan acara penyambutan. Namun Raksa tidak bisa hadir karena ada rapat yang jauh lebih penting.
Lagipula, Raksa sudah meminta direktur rumah sakitnya untuk mewakili dirinya. Raksa bisa saja meminta asisten atau sekretarisnya untuk datang mewakili, tapi mereka ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda.
Asisten Raksa harus pergi ke luar kota untuk menghadiri acara penting, sedangkan sekretarisnya menemaninya untuk rapat hari ini.
“Aku harap Bima bisa segera membuat jadwal untuk berkonsultasi. Aku tidak ingin ada masalah, jadi akan lebih baik dokter yang akan menanganiku nanti tidak memiliki jadwal lain selain diriku. Aku akan minta Bima agar dokter itu mengosongkan jadwalnya dan hanya fokus pada masalahku.”
Raksa mengambil ponselnya, mengirimkan pesan pada Bima agar dokternya mengosongkan jadwalnya.
“Oke, saatnya kita pergi ke tempat meeting.” Raksa beranjak dari kursi, mengambil jasnya yang ada di sandaran.
...* * *...
“Anin!” teriak Larisa dengan melambaikan tangannya pada Anin.
Anin melihat ke sumber suara, melihat Larisa yang berdiri di samping suaminya, dokter Bima.
Larisa menghampiri Anin yang terjebak di antara banyaknya perawat dan staf lainnya. Dengan cepat Larisa menarik Anin agar menjauh dari kerumunan.
Anin mengikuti Larisa yang membawa dirinya untuk berdiri di dekat Bima dan jajaran petinggi rumah sakit yang nantinya akan menjadi tempatnya bekerja.
“Selamat pagi, dokter Anin. Senang bisa bertemu dengan anda lagi.”
“Pagi juga, dokter Bima. Saya juga senang, mungkin kedepannya kita bisa menjadi rekan kerja. Selama ini saya tidak memiliki rekan kerja selain Larisa, istri dokter Bima,” ujar Anin yang tersenyum tipis.
“Baiklah, semoga kita bisa bekerjasama. Dan ya, setelah acara ini bisakah kita bicara?”
Anin melirik ke arah Larisa, ia takut jika ada rumor yang membicarakan mengenai mereka. Larisa tersenyum, menepuk pundak Anin.
“Tenang saja dokter Anin. Karena kita tidak akan berdua, karena istri saya juga akan ikut. Saya juga sudah membicarakan ini padanya, dia sudah tau apa yang akan saya bicarakan nantinya.”
“Baiklah, dengan senang hati.” Larisa tersenyum mendengar jawaban Anin. Selain Anin, Larisa tidak memiliki teman yang sefrekuensi.
Mereka bertemu saat pertama kali bekerja di rumah sakit sebelumnya. Pada waktu itu, posisi mereka berdua juga sudah menikah.
Namun, mereka berdua tidak memiliki kesempatan untuk melakukan double date. Apalagi dengan kondisi rumah tangga Anin yang bisa dibilang tidak harmonis.
Larisa mengetahui masalah Anin baru satu tahun ini. Itulah kenapa mereka berdua tidak tau siapa nama suami mereka masing-masing.
Jika bukan demi kesembuhan Raksa, aku sangat malas. Apalagi aku belum begitu mengenal dokter Anin, ya… meskipun dia sahabat istriku, batin Bima yang merasa sedikit canggung jika berhadapan dengan Anin, apa lagi membicarakan apa yang menjadi keinginan Raksa.
“Sayang, apa acaranya masih lama?” tanya Larisa yang sudah mulai jenuh.
“Sebentar lagi, kita hanya perlu menunggu direktur rumah sakit ini. Jika tidak salah ada pesan dari pemilik rumah sakit ini.” Larisa mengangguk. Sedangkan Anin hanya menunggu dengan tenang.
Di perusahaan.
“Bagaimana? Sudah kamu sampaikan pada direktur rumah sakitnya?” tanya Raksa yang berjalan masuk ke dalam perusahaannya.
“Sudah pak,” jawab Rio, selaku sekretaris Raksa. Ia berjalan mengikuti langkah Raksa dengan patuhnya.
Raksa masuk ke dalam lift, diikuti dengan Rio yang berdiri di belakangnya. “Bagus, terus pantau agar acaranya berjalan dengan lancar. Saya tidak ingin ada hambatan sekecil apapun itu,” tegas Raksa.
“Baik, dimengerti. Saya juga sudah menyampaikan nya pada direkturnya,” balas Rio dengan halus tapi juga tegas.
Raksa kembali melangkahkan kakinya begitu pintu liftnya terbuka. Diikuti oleh Rio menuju ke ruang meeting, yang dimana sudah terdapat beberapa klien yang sudah menunggu dirinya.
Semua orang langsung berdiri begitu melihat kedatangan Raksa dan juga Rio. Mereka menyapa Raksa dengan raut wajah yang sedikit sungkan. Karena mereka tau jika Raksa adalah orang yang sangat berpengaruh.
Selain itu, Raksa juga dikenal sangat dingin. Bahkan ada yang mengira jika ia sangat sombong karena tidak ingin berjabat tangan dengan orang lain, meskipun itu orang yang lebih tua dan juga memiliki pengaruh.
Raksa tidak menghiraukan mengenai gosipnya. Lagipula Raksa terpaksa melakukannya. Ia sendiri saja tidak pernah bersentuhan dengan istrinya, apalagi dengan orang lain. Raksa tidak ingin mengambil resiko jika bersentuhan dengan orang lain.
Selain ia yang memiliki penyakit, Raksa juga tidak ingin memperparah apa yang saat ini sedang dideritanya.
...* * *...
“Jadi? Apa yang ingin dokter Bima bicarakan dengan saya?” tanya Anin tanpa basa-basi.
Saat ini mereka sedang berada di kantin. Kebetulan juga hari ini Bima tidak ada jadwal dengan pasien. Karena itu Bima mengajak bicara Anin mengenai permintaan Raksa.
Bima melirik ke arah Larisa, ia sangat ragu untuk mengatakannya.
“Katakan saja, Anin pasti akan mengerti. Dia akan mempertimbangkannya jika kamu mengatakannya dengan jujur.” Bima mengangguk setelah mendengar apa yang dikatakan istrinya.
“Jadi?”
“Teman saya minta semua waktu dokter Anin saat dia berkonsultasi. Karena sudah berulang kali, kasusnya sama yaitu waktu yang sangat sedikit untuk teman saya berkonsultasi.”
“Maksudnya? Saya tidak mengerti sama sekali,” tanya Anin untuk memperjelas maksud Bima, karena ia tidak ingin berprasangka buruk.
“Jika memungkinkan, saat teman saya berkonsultasi, dokter Anin tidak memiliki jadwal lain selain dengan teman saya. Situasinya sangat sulit untuk dijelaskan, jika tidak pernikahannya yang jadi taruhannya.”
Anin mengernyitkan dahinya bingung, lalu ia teringat dengan apa yang diceritakan Bima sebelumnya.
“Baiklah, saya mengerti. Mungkin untuk minggu ini bisa, karena saya juga masih baru tentunya belum begitu ada pasien. Dokter Bima bisa kabari saya, atau mungkin sebaliknya. Jika saya kosong, saya bersedia untuk memberikan waktu saya.”
Bima merasa senang mendengarnya, “Terima kasih karena sudah mengerti posisi saya. Saya akan sampaikan pada atasan kita sekaligus teman saya, kapan dia bisa konsultasi perdana dengan dokter Anin.”
Anin mengangguk, lalu melihat ke arah Larisa yang juga ikut tersenyum. Keduanya sama-sama tersenyum. Mereka berharap di tempat yang baru ini tidak akan ada masalah untuk mereka meniti karirnya.
Selain itu, kedekatannya Bima dan atasan mereka, sedikit membantu pekerjaan mereka. Setidaknya tidak akan ada yang berbuat semena-mena pada mereka.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,