Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4 Benar-benar Asing.
Zahra harus menerima nasibnya tidur di sofa. Karena itu kamar Naldy dan mau tidak mau dia memang harus tidur di sofa dan tidak mungkin di atas tempat tidur dan sementara sang pemilik kamar tidur di sofa.
Dengan berbaring miring dan kedua tangannya disatukan diletakkan di bawah pipinya, wajahnya terlihat sendu, tatapan mata sayu itu penuh dengan kesedihan yang benar-benar tidak menyangka jika hidupnya akan berubah 180 derajat.
Seharusnya malam ini dia masih berada di kamarnya, tidur dengan semua impiannya dan sekarang semua impiannya telah terkubur.
"Engkau tidak mungkin memberi ujian ini dibatas keluar kemampuan hamba, hamba percaya ya Allah, jika ada cerita indah di balik semua ini. Hamba berserah diri kepada mu, hamba yakin engkau pasti akan selalu menemani hamba," batin Zahra dengan perlahan memejamkan mata.
Apa yang bisa dia lakukan kecuali menerima dan pasrah akan takdir yang sudah digariskan kepadanya.
Siapa juga yang ingin menikah dengan laki-laki yang tidak dia cintai, berbicara tentang cinta mungkin Zahra juga tidak mungkin berpacaran, tetapi paling tidak jika ada laki-laki yang menikahinya harus saling mengenal satu sama lain.
Zahra terjebak dalam pernikahan dan belum lagi disalahkan atas apa yang terjadi. Mungkin sudah menjadi nasibnya seperti itu.
****
Malam terlewatkan dengan penuh dramatis, tidak ada hubungan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan pasangan pengantin pada umumnya.
Naldy benar-benar laki-laki cuek, dingin dan bahkan tidak menegur Zahra, meski berada di dalam kamar yang sama tetapi keduanya seperti orang asing, ketika berpapasan tidak ada tegur sapa satu sama lain. Zahra hanya berusaha menyesuaikan dirinya di kediaman rumah suami.
Untuk pertama kali Zahra mengikuti sarapan bersama keluarga itu. Meski sudah menjadi bagian dari keluarga itu, Zahra tetap memakai cadarnya di saat dirinya sedang makan.
"Kamu tidak kesulitan makan dengan cara seperti itu?" tanya Mila menegur menantunya itu.
Zahra menjawab dengan menggelengkan kepala dan sementara Naldy tidak peduli sama sekali tetap makan di sekolahnya.
"Zahra, saya dengar kamu sedang coast di rumah sakit Citra Medika?" tanya Sastra memastikan.
"Benar, Om," jawab Zahra.
"Artinya kalian berdua sering bertemu? Naldy menjadi Dokter spesialis di rumah sakit keluarga kami," sahut Sastra.
"E ....."
"Saya tidak pernah bertemu dengannya," Naldy langsung memberi jawaban sebelum Zahra menjawab.
Zahra hanya menunduk, dia mungkin lupa jika Naldy sudah mengatakan terlebih dahulu bahwa mereka berdua adalah orang asing dan tidak saling kenal.
"Rumah sakit sangat besar, banyak Dokter coach dan bukan berarti saya pernah bertemu dengan," lanjut Naldy menjelaskan.
"Begitu," sahut Sastra dengan mengangguk-anggukkan kepala.
"Tidak pernah bertemu bagaimana, dia justru yang menjadi pembimbingku," batin Zahra sepertinya memang tidak diizinkan terlalu banyak berbicara dan setiap kali ingin berbicara selalu saja dicegah oleh Naldy.
"Karena tujuan kalian berdua ke rumah sakit yang sama, jadi berangkatlah bersama," sahut Sastra.
Mata Zahra menoleh ke arah Naldy, dia melihat bagaimana ekspresi dari suaminya itu tampak keberatan dan sudah dapat dipastikan tidak menyukainya.
"Om, Zahra kebetulan ada keperluan sebentar sebelum ke rumah sakit, Zahra berangkat sendiri saja," sahut Zahra.
"Kalau begitu biar Naldy akan mengantarkan kamu dan menunggu kamu sebentar dan kemudian kalian bisa berangkat bersama-sama ke rumah sakit," sahut Sastra.
"Aku ada operasi pagi ini jadi tidak bisa ditunda-tunda," jawab Naldy.
"Naldy, wanita yang duduk di samping kamu sekarang ada nggak istri kamu dan sudah seharusnya kamu bisa membagi waktu dan menyesuaikan diri dengan istri kamu," ucap Sastra memberi teguran kepada putranya.
"Sudahlah. Pa, untuk apa juga harus memaksa seseorang jika tidak mau. Mereka berdua sama sekali tidak punya keinginan untuk berangkat bersama dan mereka juga memiliki tujuan yang berbeda sebelum ke rumah sakit. Jadi biarkan saja mereka melaksanakan tujuan mereka, mereka juga baru menikah dan juga penyesuaian," sahut Mila.
"Tetapi penyesuaian tidak akan terjadi jika keduanya tidak mencoba," sahut Sastra.
"Pah, sudah, biarkan mereka melakukan semuanya dengan semau dan cara mereka sendiri," ucap Mila memang tidak ingin ribet.
******
Rumah sakit
Zahra terlihat begitu murung duduk di salah satu kursi dengan wajah tertumpu pada atas meja tersebut.
"Hey!" Zahra sedikit kaget dengan temannya Mutiah yang sudah duduk di depannya dan memperhatikan ekspresi wajah wanita bercadar itu dari tatapan matanya.
"Aku melihat temanku ini tidak baik-baik saja? Ada apa? Apa ada sesuatu hal besar yang mengganggu kamu dan membuat mood kamu berantakan?" tanya Muthia.
"Aku kurang enak badan saja," jawab Zahra.
"Kalau memang kurang enak sebaiknya istirahat dan jangan dipaksakan," ucap Muthia.
"Bagaimana mungkin aku bersantai-santai dan sementara banyak hal yang harus kita kerjakan," ucap Zahra.
"Benar, 15 menit lagi, kita juga akan kembali diuji Dokter Naldy," sahut Muthia.
"Ya sudah sebaiknya kita langsung saja ke ruang operasi, lebih baik kita datang di awal daripada telat satu detik saja dan nanti akan mendapat masalah," ucap Zahra sangat mengetahui bagaimana Dokter penguji mereka yang tak lain adalah suaminya sendiri.
Tetapi karena sudah ada kesepakatan di antara mereka berdua untuk tidak saling memberitahu satu sama lain mengenai pernikahan keduanya secara mendadak dan tidak mungkin Zahra mengungkapkan hal itu kepada temannya.
"Baiklah, ayo!" Muthia menganggukkan kepala dengan setuju dan keduanya meninggalkan tempat tersebut menuju ruang operasi.
Di ruang operasi sudah ada beberapa dokter coast lainnya.
Zahra berada di sana sejak tadi menundukkan kepala dan tidak ingin dekat-dekat dengan Naldy yang saat ini memberi arahan kepada mereka semua dengan suaranya yang terdengar begitu sangat dingin dan pembawaan wajahnya juga sangat menakutkan.
Meski suaminya itu begitu tampan tetapi tetap saja orang-orang jika dekat dengannya seolah-olah nyawa mereka sedang di ujung.
"Kalian perhatikan baik-baik! Saya meminta kalian untuk mengidentifikasi permasalahan apa yang terdapat pada paru-paru pasien. Ingat jangan menjawab sembarangan dan jawab dengan benar-benar sesuai dengan medis yang kalian ketahui!" tegas Naldy.
"Baik Dokter," sahut semuanya dengan menganggukkan kepala dan kemudian mereka mengelilingi tempat tidur pasien dengan pasien yang tidak sadarkan diri berada di sana.
Pasien memang akan melakukan operasi, dan sebelum itu Naldy akan menguji terlebih dahulu anak-anak didiknya itu.
"Zahra hati-hati!" Naldy melihat ke arah salah satu calon Dokter yang terlihat mencegah Zahra saat ingin melakukan sesuatu.
"Kalau kamu menyentuh bagian itu bisa fatal akibatnya, sebelah sini!" pria tersebut bahkan mengajak Zahra untuk berdiri di sisinya agar mereka mendapatkan identifikasi mereka yang lebih baik.
"Saya tidak menyuruh untuk diskusi, jadi pikirkan baik-baik dan bukan banyak cerita," tegur Naldy.
Bagi Naldy setiap apapun yang dilakukan istrinya pasti akan salah menurutnya, sama halnya dengan hari ini, lihatlah bagaimana Naldy langsung merasa sakit mata ketika melihat Zahra.
Padahal istrinya itu tidak melakukan apapun dan hanya rekannya saja memberi teguran dan masukan kepadanya.
"Waktunya sudah selesai. Kalian catat semua hasil analisis kalian dan setelah itu berikan kepada saya, ingat ini secara mandiri dan bukan diskusi!" tegas Naldy.
"Baik Dokter," jawab semuanya dengan serentak.
"Keluar!" titah Naldy membuat mereka semua menundukkan kepala dan langsung pergi.
Bersambung.....