NovelToon NovelToon
Takdir Di Balik Lensa

Takdir Di Balik Lensa

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Model / Office Romance
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Novaa

Sepuluh tahun lalu, Sekar kenanga atmaja dan Alex Mahendra prakasa terlibat dalam sebuah perjodohan dingin tanpa cinta. Di usianya yang masih belia, Sekar hanya memusatkan pikirannya pada impian yang ingi diraihnya. Dengan segala cara dia ingin membatalkan perjodohan itu. Namun sebuah tradisi dalam keluarganya sulit sekali untuk dilanggar. Pendapatnya sama sekali tidak di dengar oleh keluarganya. Sampai pada hari pertunangannya dengan Alex tiba. Sekar dengan berani menolak putra dari keluarga Prakasa tersebut. Gadis 18 tahun itu pergi meninggalkan acara dan Alex dengan luka samar, karena ditolak dengan kasar di hadapan banyak orang.

Kini takdir kembali mempertemukan mereka dalam ikatan bisnis. Sekar yang kini menjadi model terkenal dan di kenal dengan nama 'Skye' akan menjadi wajah utama untuk ATEEA group. Sebuah perusahaan fashion ternama yang ternyata dipimpin oleh Alex Mahendra prakasa, sang mantan calon suaminya.

Akankah bisnis ini batal seperti perjodohan mereka? simak disini ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 #RAHASIA DALAM LACI

​Perjalanan kembali ke pusat kota terasa sunyi. Hanya ada suara mesin mobil yang senyap dan deru ban membelah jalanan basah. Sekar duduk tegak di kursi penumpang, bingung harus berbuat apa. Ia merasa canggung, terperangkap dalam ruang privat bersama Alex Mahendra, musuh bebuyutan sekaligus penyelamatnya malam ini.

​Andai saja ponselnya menyala, ia bisa berpura-pura sibuk membalas pesan, atau setidaknya menjadi perisai dari keheningan yang menyesakkan ini. Sayangnya, ponselnya mati total.

​Di balik kemudi, Alex tampak fokus menyetir, pandangannya lurus ke depan. Namun, sebenarnya ia sesekali melirik Sekar tanpa wanita itu sadari. Rasanya aneh. Mereka duduk bersebelahan, begitu dekat, seolah pasangan kekasih yang sedang melakukan perjalanan larut malam, tanpa ada permasalahan pelik di antara mereka.

​Andai saja, pikir Sekar lirih dalam hati. Andai saja sepuluh tahun lalu aku tidak begitu kejam, andai saja aku punya keberanian dan kedewasaan. Mungkin sekarang kami sudah menjadi sepasang suami istri, dan dia tidak akan sedingin ini.

​Sedang bergelut dengan angannya yang sentimental dan menyesakkan, Sekar merasakan hidungnya gatal. Air hujan yang mengering di wajahnya kini terasa mengganggu.

​"Alex, apakah kau punya tisu?" tanya Sekar tiba-tiba, suaranya memecah keheningan. "Aku perlu mengeringkan wajahku."

​Tanpa menunggu jawaban, Sekar mengulurkan tangan ke laci dasbor di depannya, tempat yang lazim digunakan untuk menyimpan tisu.

​Reaksi Alex sangat mendadak dan cepat.

​"JANGAN!" bentaknya, suaranya keras, membuat Sekar terkejut.

​Alex segera menginjak rem mobilnya secara mendadak, menyebabkan Sekar terhuyung ke depan. Tanpa ragu, Alex memegang pergelangan tangan Sekar yang baru menyentuh gagang laci dasbor, mencegahnya membuka.

​Sekar terkesiap, terkejut oleh bentakan dan gerakan tiba-tiba itu. Ia menoleh, mata mereka bertemu lagi. Mata Alex penuh dengan kekhawatiran yang intens dan sedikit kepanikan yang tersembunyi. Genggaman tangannya kuat, dan kehangatan kulitnya yang dingin terasa menenangkan sekaligus mengancam.

​"Kau... ada apa?" tanya Sekar, sedikit takut dan bingung.

​Kekhawatiran di mata Alex menimbulkan kecurigaan tajam. Laci dasbor yang tertutup rapat itu kini terasa seperti kotak rahasia.

​"Apakah ada rahasia di dalam sana?" Sekar tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Apakah ada flash disk berisi data perusahaan yang sensitif? Atau... apakah ada alat kontrasepsi atau sejenisnya yang tidak mau dilihat oleh orang lain?"

​Wajah Alex sedikit menegang. Ia mempertahankan tatapan intensnya ke Sekar.

​"Kau tidak perlu tahu, Sekar," jawab Alex, suaranya kini kembali dingin dan terkontrol, tetapi masih terdengar tegas. "Ini hal privasiku. Jangan sentuh laci dasbor itu."

​Alex melepaskan genggamannya. Sekar merasakan sensasi dingin di pergelangan tangannya, kini ia ditinggalkan dengan kebingungan.

​Alex menarik napas dalam, lalu meraih kotak tisu dari armrest tengah, bukan dari laci dasbor, dan menyerahkannya kepada Sekar.

​Sekar menerima tisu itu. Ia membersihkan wajahnya, tetapi pikirannya kini sudah dipenuhi oleh laci dasbor yang terlarang itu. Apa yang ada di dalamnya yang begitu sensitif hingga membuatnya hampir menabrak mobil hanya untuk mencegahku membukanya?

​Sekar menatap profil Alex yang kembali fokus menyetir. Pria di sampingnya ini, yang dulunya adalah "boneka" yang penurut, kini adalah CEO yang kuat, penuh rahasia, dan cukup berbahaya. Dia adalah pria dewasa yang bisa saja melakukan apa pun, dan insiden pencegahan tadi terasa sangat mengancam.

​Sekar pun segera membenarkan duduknya, merapat mepet ke pintu mobil, menciptakan jarak fisik sebanyak mungkin. Ia ingin Alex tahu bahwa ia menyadari bahaya tersebut, dan ia sedang waspada.

​Alex menyadari gerakan itu. Ia tidak menoleh, tetapi ia tahu Sekar sedang menjauh. Ada desahan lelah yang nyaris tidak terdengar keluar dari mulutnya.

​Dengan ciri khasnya yang dingin dan tanpa menatap Sekar, Alex mengucapkan kata-kata yang menusuk, berusaha menyingkirkan semua ketegangan romantis yang mungkin ada:

​"Santai saja, Sekar. Jangan menjauh seperti itu. Aku mengerti kau cemas karena berada di mobil sendirian denganku. Tapi, kau tidak perlu khawatir."

​Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkannya dengan nada yang lebih tajam.

​"Aku tidak berselera. Aku tidak berselera denganmu, ataupun Skye sekarang. Kau adalah model berharga yang sedang berada di bawah kontrakku. Aku akan mengantarmu pulang dengan aman. Itu saja. Tidak ada yang lain."

​Pernyataan itu—"Aku tidak berselera"—menusuk Sekar lebih dalam daripada makian apa pun. Itu adalah penolakan total, pengingat yang dingin bahwa ia kini hanyalah komoditas profesional bagi Alex.

​Sekar menelan ludah, membenamkan dirinya lebih dalam ke jok mobil, membiarkan keheningan yang dingin mengambil alih sisa perjalanan.

​Di depan rumah kediaman keluarga Atmaja

​Tidak butuh waktu lama bagi Alex untuk mengemudikan mobilnya kembali ke kawasan elit tempat tinggal keluarga Atmaja. Selama perjalanan, tidak ada lagi kata yang terucap di antara mereka. Keheningan itu tebal, dingin, dan penuh dengan hal-hal yang tidak terucapkan. Rahasia di laci dasbor, luka sepuluh tahun lalu, dan sikap Alex yang kini berubah total.

​Mobil Alex berhenti perlahan di depan gerbang tinggi rumah bergaya kolonial modern milik keluarga Atmaja. Sekar menatap rumah itu. Rasanya aneh. Ia kembali ke rumah yang menjadi saksi bisu keangkuhannya dan kesakitan hati Alex sepuluh tahun lalu, kini diantar kembali oleh pria itu sendiri, setelah insiden yang sama-sama memalukan.

​Alex tidak mematikan mesin mobil. Ia hanya menatap lurus ke depan.

​"Terima kasih atas tumpangannya, Tuan Alex," ucap Sekar, nadanya sangat formal, berusaha menjaga sisa-sisa martabatnya.

​"Sama-sama. Itu adalah bagian dari layanan logistik darurat ATEEA," balas Alex dingin, tanpa menoleh. "Pastikan mobilmu diurus oleh tim yang kuberi tahu. Dan pastikan kau tepat waktu di studio besok. Jangan biarkan insiden kecil ini mengganggu jadwal pemotretan."

​"Saya selalu profesional. Jangan khawatir," jawab Sekar, nada suaranya mengeras.

​Ia segera membuka pintu mobil, melangkah keluar, dan menutupnya dengan hati-hati. Ia tidak menoleh ke belakang dan segera berjalan menuju gerbang, memencet bel rumah.

​Alex pun kembali melajukan mobilnya, meninggalkan kediaman keluarga Atmaja tanpa melihat Sekar memastikan ia masuk dengan aman. Tindakan itu, atau ketiadaan tindakan itu, terasa seperti konfirmasi dingin atas kata-katanya, tidak ada yang lain.

​✨✨✨

​Saat Sekar memasuki rumah, ia terkejut melihat ruang tamu masih menyala.

​"Dari mana saja Kakak yang terhormat ini? Kenapa baru pulang?"

​Suara itu datang dari Fabian, adiknya. Fabian baru saja menutup pintu depan, kelihatannya ia juga baru pulang di jam yang sudah lewat tengah malam itu, setelah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia mengenakan hoodie dan celana jeans, dengan gaya yang sangat santai.

​Sekar memaksakan senyum. "Fabian. Aku tadi ada urusan, urusan pekerjaan."

​"Urusan pekerjaan yang mengharuskanmu pulang jam dua pagi dengan pakaian basah kuyup?" Fabian menyipitkan mata, tatapannya langsung menunjuk ke arah Sekar yang masih terlihat kuyu dan sisa basah kuyup akibat hujan.

​"Aku terjebak hujan saat pulang dari rapat," elak Sekar.

​"Oh ya?" Fabian berjalan mendekat dan menunjuk ke luar jendela besar di ruang tamu. "Mobil siapa tadi yang mengantarmu? Sedan gelap, mahal sekali. Bukan taksi. Itu mobil laki-laki."

​Fabian adalah anak yang cerdas dan sangat observatif. Sekar tahu ia tidak bisa berbohong sepenuhnya, tetapi ia tidak mungkin jujur dengan mengatakan bahwa ia baru saja diselamatkan oleh Alex Mahendra, mantan calon tunangannya yang kini menjadi CEO yang membencinya.

​"Itu... salah satu rekan kerja di ATEEA. Direktur logistik," Sekar berbohong, memilih jabatan yang terdengar paling netral. "Mobilku mogok, jadi dia berbaik hati mengantarku."

​Fabian mengangkat alisnya, tidak sepenuhnya percaya. "Direktur Logistik yang mengantarkan top model di tengah malam buta? Itu bukan logistik, mbak. Itu service tingkat dewa."

​Fabian mendekat, mengamati wajah kakaknya.

​"Jujur, mbak. Itu siapa? Jangan bilang..." Fabian menyeringai jahil. "Jangan-jangan Direktur Logistik itu berhasil menaklukkan Ratu Es kita?"

​Sekar memutar bola mata. "Jangan konyol. Itu hanya bantuan profesional. Berhentilah berkhayal. Dan kau sendiri kenapa baru pulang? Mama tahu kau pulang selarut ini?"

​"Aku sudah izin pada Mama!" balas Fabian cepat, membela diri. Ia lalu kembali menatap Sekar dengan pandangan ingin tahu.

​"Tapi mbak, sungguh. Aku merasa familiar dengan mobil tadi. Dan aku tahu kau berbohong. Mobilmu kan baru. Kenapa langsung mogok?"

​Sekar merasa terpojok. Ia tahu, jika ia mengatakan itu Alex Mahendra, Fabian jelas akan tahu dan mengenali pria itu, meskipun fisik Alex kini sudah jauh lebih berotot dan dewasa. Fabian pasti akan menghubungkannya dengan masa lalu mereka, dan itu adalah bencana yang harus ia hindari.

​"Aku kehabisan bensin, oke? Itu murni kecerobohanku," Sekar menyerah pada detail mobil. "Sudah, jangan bertanya lagi. Aku lelah. Aku akan tidur. Dan kau, cepatlah tidur."

​Sekar berjalan cepat menuju tangga, meninggalkan Fabian yang masih berdiri di ruang tamu, wajahnya dipenuhi rasa curiga yang belum terpecahkan. Fabian menatap gerbang tempat mobil Alex pergi.

​Mobil itu... di mana aku pernah melihatnya?

​Sekar berhasil lolos untuk malam ini, tetapi ia tahu bahwa semakin sering ia bertemu Alex dalam situasi non-profesional, semakin sulit ia menyembunyikan masa lalunya dari keluarganya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!