Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sepuluh
Setelah yakin suaminya telah pergi, Amanda baru keluar dari persembunyian. Dia lalu berdiri dan berjalan mendekati Yuni. Nathan tampak sedang makan dengan lahap tampa tahu perasaan bundanya sedang sedih.
Amanda mendekati Yuni yang tampak termenung. Sahabatnya itu tampak terkejut menyadari kehadirannya.
"Manda ...." Yuni baru ingat jika dia kemarin meminta Manda datang. Namun, dia tak bisa mengenalkan suaminya.
"Maaf, aku datang terlambat."
"Tak apa, yang penting kamu datang. Mana suamimu?" tanya Yuni.
Amanda menarik napas dalam saat mendengar pertanyaan sahabatnya itu. Dia tampak salah tingkah. Tersenyum tipis.
"Maaf, suamiku tak bisa datang. Masih rapat. Tadinya aku menunggunya, itulah kenapa aku telat datang."
Yuni tersenyum kecil, menutupi getir yang masih menggantung di hatinya. “Oh, begitu. Nggak apa-apa, Manda. Aku senang kamu masih sempat datang, walau tanpa suamimu.” Suaranya terdengar lembut, nyaris tak bergetar, seolah tadi tak pernah terjadi pertengkaran kecil di depan Nathan.
Amanda duduk perlahan di kursi kosong di seberang Yuni. Tatapannya sempat menelusuri wajah sahabatnya itu, ada kelelahan di sana, tapi tersamar rapi di balik riasan tipis dan senyum yang dipaksakan.
“Wah, Nathan makin ganteng aja kamu, Mak. pintar lagi,” ucap Amanda, berusaha terdengar ceria. Sengaja mengalihkan obrolan. Ia mengusap rambut bocah itu yang tengah sibuk memainkan mobil mainan barunya.
Nathan tersenyum lebar. “Iya, Tante Manda. Ini hadiah dari Bunda,” ucap Nathan bangga.
Yuni tertawa kecil. “Anak ini kalau sudah senang, nggak bisa diam. Tadi sampai nggak sabar nunggu ayahnya datang,” ujarnya dengan nada hangat, seolah-olah momen barusan benar-benar bahagia.
Amanda ikut tersenyum, tapi hatinya justru terasa sesak. Ia tahu senyum yang Yuni tunjukan bukanlah kebahagiaan, melainkan tameng. Ia terlalu mengenal Yuni, cara Yuni berbicara terlalu hati-hati, tertawanya terlalu pelan, seperti seseorang yang sedang berusaha keras agar tak terlihat retak.
“Ayah Nathan nggak di sini?” tanya Amanda, pura-pura tak tahu. Ia ingin mendengar langsung bagaimana Yuni menjawabnya.
“Tadi datang kok, Manda. Cuma sebentar, soalnya ada urusan kerja. Tapi aku senang dia sempat datang buat Nathan.”
“Syukurlah,” balas Amanda pelan, menunduk seolah menyesap teh, padahal sedang menyembunyikan matanya yang mulai berair.
Ia tahu Yuni berbohong. Dan kebohongan itu bukan karena ingin menipu, tapi karena ingin melindungi harga diri sendiri dan mungkin juga melindungi bayangan kecil tentang keluarga yang ingin terus ia yakini masih utuh.
“Aku lihat kamu sama Nathan kompak banget. Aku jadi pengin punya anak kayak dia,” ucap Amanda, mencoba menyesuaikan nada agar tetap ringan.
Yuni menatapnya lembut. “Kamu pasti akan jadi ibu yang baik, Manda. Suamimu juga pasti senang kalau kalian punya anak. Aku doakan rumah tanggamu harmonis dan bahagia,” ucapnya tulus, meski ada sesuatu di balik kata-katanya, entah doa, atau luka.
Amanda tersenyum kaku. “Iya … semoga.”
Sesaat hening. Hanya suara Nathan yang tertawa kecil karena mainannya jatuh ke lantai. Yuni menunduk membantu memungut mobil itu, lalu menatap anaknya dengan tatapan lembut yang penuh cinta, satu-satunya cinta yang masih murni dalam hidupnya.
“Kadang aku pikir,” ucap Yuni pelan tanpa menatap Amanda, “Yang paling penting itu bukan rumah tangga itu sempurna atau nggak, tapi apakah anak kita bahagia. Selama Nathan tersenyum, aku merasa semuanya baik-baik aja.”
"Maksud kamu apa?" tanya Amanda pura-pura tak paham arah ucapan sahabatnya itu.
"Terkadang seseorang bertahan dalam rumah tangga itu hanya karena adanya buah hati."
Amanda menelan ludah. Kalimat itu menamparnya pelan karena di balik ketenangan suara Yuni, ia bisa mendengar retakan yang nyaris tak terdengar.
“Uni,” ucap Amanda lirih, tapi Yuni buru-buru menepuk tangannya.
“Sudahlah, Manda. Jangan lihat aku kayak gitu,” katanya dengan senyum yang manis namun rapuh. “Kamu harus makan, nanti keburu dingin. Hari ini kan hari spesial Nathan. Aku nggak mau ada air mata di sini.”
Amanda hanya bisa mengangguk. Ia menatap sahabatnya cukup lama, wanita yang selama ini ia pikir hidupnya bahagia, ternyata sedang berjuang mempertahankan senyum di atas reruntuhan. Dia tak tahu sedalam apa luka yang berusaha disembunyikan Yuni. Apakah semua itu karena kehadirannya atau memang rumah tangga itu telah retak dari awal.
Setelah makan-makan dan mengobrol cukup lama. Amanda akhirnya pamit. Dia lalu memberikan kado yang dibeli sebelum ke restoran ini.
"Uni, maafkan aku," ucap Manda.
"Maaf untuk apa?" tanya Yuni dengan wajah heran.
"Untuk semua kesalahan yang aku lakukan. Percayalah, jika semua tak pernah aku sengaja," jawab Amanda.
"Kamu tak ada salah. Kita aja baru ketemu. Aku juga ingin bermain ke kotamu. Ingin kenalan dengan suamimu."
Amanda tak menjawab ucapan itu. Dia hanya tersenyum getir. Dia lalu memeluk Yuni. Erat, seakan ingin memberikan kekuatan. Rasa bersalah itu semakin dia rasakan.
"Aku pamit. Aku berharap kita bertemu lagi, dan dalam kisah yang berbeda," ucap Amanda. Yuni tampak makin tak mengerti dengan ucapan sahabatnya itu.
Sebelum melangkah pergi, Amanda tak lupa memeluk Nathan. Darah daging suaminya. Dengan langkah berat, akhirnya dia meninggalkan tempat itu. Dia memutuskan besok akan kembali lagi ke kota, tapi tak tahu dengan suaminya.
**
Azka baru saja sampai di kamar hotelnya. Dia menarik napas dalam. Setiap pertemuan yang dia lakukan dengan Yuni, terasa begitu berat. Dia harus berpura-pura di depan Nathan.
Azka lalu duduk dekat balkon hotel. Tadi dia menghubungi istrinya Amanda, wanita itu mengatakan akan segera sampai.
"Apakah aku harus jujur dengan Amanda, tapi aku takut dia tak terima dan meninggalkan aku," ucap Azka.
Dia begitu mencintai istrinya itu. Tak mau berpisah dengannya. Sejak awal bertemu, dia langsung jatuh cinta.
Ketika akan menikahi Amanda, Azka sempat mengatakan keinginannya untuk berpisah dengan sang istri. Namun, semua batal. Yuni mengancamnya dengan bunuh diri. Dia lalu mengurungkan niatnya. Tapi sejak hari itu perasaannya dengan istri pertamanya itu hilang menguap entah kemana.
"Amanda, aku berharap jika suatu hari kamu mengetahui kebohonganku ini, kamu bisa mengerti dan paham. Aku mencintaimu. Menikahi Yuni hanya merupakan caraku balas budi, tapi menikahimu karena memang aku mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu!"
supaya adil tdk ada yg tersakiti..
amanda dan yuni berpisah saja..
klo terus bersm yuni hanya amanda yg diikiran azka ..hanya u status nathan..
klo terus dengan amanda..azka melepas yuni merampas nathan..bagai mana perasaan yuni apalagi amanda sahabat nya..
kita mah pembaca nurut aja gimana kak authornya..walau baper gemesh😂😂😂
.manda juga milih mundur .yuni sangking cinta nya ke azka repot jg ya😤